Fimela.com, Jakarta Pemberdayaan perempuan terus menjadi isu penting yang didukung berbagai pihak, termasuk para perempuan lainnya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberi kontribusi terhadap women empowerment, salah satunya dengan pendanaan dan pendampingan bisnis bagi para pelaku usaha perempuan di Indonesia.
Hal itu diwujudkan melalui program SisBerdaya yang diinisiasi oleh DANA dan Ant Group. Agustina Samara, Chief People and Corporate Strategy Officer DANA menjadi salah satu juri di program ini untuk menyeleksi calon-calon pengusaha perempuan yang punya visi dan kreasi untuk memulai bisnis.
Berlangsung sejak Maret hingga Mei 2023, lebih dari 2400 pelaku UMKM perempuan ikut berpartisipasi di program SisBerdaya dari berbagai daerah di Indonesia. Jumlah tersebut diseleksi hingga menjadi 180 orang, lalu pada malam final kemarin terpilih 6 perwakilan dari kota besar hingga kota kecil di Tanah Air.
"SisBerdaya, kita bukan mau ala-ala kekinian. Kita pengennya bisa cover semua komunitas, ke perempuan-perempuan (pelaku) UMKM, di mana kita mau memberdayakan perempuan Indonesia untuk bisa memiliki benefit dan bermanfaat untuk orang sekitar. Yang terpenting juga dia bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri dan bisnis dia," ujar Agustina Samara dalam sesi wawancara khusus dengan FIMELA akhir Mei lalu.
What's On Fimela
powered by
Data dari Bank Indonesia tahun 2018 menunjukkan keterlibatan perempuan di dunia UMKM sudah tinggi, mencapai 60%. Untuk itu Agustina Samara bersama DANA ingin menjaga spirit tersebut dengan memberi support system yang baik sebagai sisters.
Apalagi di era digital seperti sekarang, bisnis bisa dimulai dan dikelola dengan lebih mudah. Ketakutan-ketakutan dalam bisnis akhirnya banyak dieliminasi dengan hadirnya berbagai platform digital, termasuk DANA.
"DANA sendiri punya semangat women empowerment sejak lahir lima tahun lalu ya. Kita semangat melihat women empowerment itu penting. Dan yang menggerakkan UMKM dan perekonomian itu 60 persen perempuan, jadi kita ingin membuat support system yang baik. 10-20 tahun lalu bisnis agak serem dengernya, harus punya modal dan tempat. Zaman digital kita harus bisa lihat advantages-nya. Orang bisa bisnis kapan saja dan di manapun tak terbatas ruang dan waktu. Mau bisnis, download apapun atau niat tertentu. Selama ada ketekunan, ada jalan. Kita ingin encourage itu," tuturnya.
Semangat memberdayakan perempuan ini diharapkan jadi langkah nyata yang bisa menginspirasi sekitar untuk ikut berkontribusi memberi dukungan. Agustina Samara mengungkap lebih detail soal SisBerdaya, sekaligus bercerita tentang perempuan dalam dunia profesional dalam sebuah sesi wawancara eksklusif bersama FIMELA. Berikut kutipan selengkapnya.
Misi SisBerdaya dan Langkah ke Depan
Apa sebenarnya program SisBerdaya itu?
Sister Berdaya nah kita bukan mau ala-ala kekinian. Kita pengennya bisa cover ke semua komunitas ke perempuan-perempuan UMKM, di mana kita pengennya memberdayakan perempuan Indonesia untuk bisa memiliki benefit dan bermanfaat untuk orang sekitar. Yang terpenting juga dia bisa memberikan manfaat untuk diri sendiri dan bisnis dia. Makanya kita memiliki SisBerdaya. DANA memiliki pembayaran digital platform membantu supaya para UMKM yang sudah memiliki bisnis, kita upgrade lagi bisnisnya skill businessnya. Dengan banyak edukasi dan kita kasih modal untuk yang menang ya, sehingga mereka bisa fokus untuk menjadi perempuan berdaya guna.
Dari mana awal mula munculnya ide untuk program ini?
Awal mulanya menarik, DANA memiliki semangat untuk women empowerment dan juga youth dan UMKM. Bagaimana ya kita bisa memberdayakan perempuan yang punya bisnis, punya semangat yang masih muda dan kekinian, kemudian kita olah lahirlah SisBerdaya ini. Ada juga dari Ant group, sponsorship kita garap bagaimana caranya memberikan modal kepada sister-sister ini untuk belajar bareng dan memajukan bisnis mereka. Kami paham jika UMKM menjadi pilar penting untuk Indonesia, selama pandemi itu UMKM terus bangkit. Sekarang bagaimana caranya kita kasih reward ke mereka bangun support system yang baik ke mereka.
SisBerdaya ini muncul setelah pandemi?
Memang DANA sendiri punya semangat women empowerment sejak lahir lima tahun lalu ya. Kita semangat melihat itu penting. Dan yang menggerakkan UMKM itu 60 persen wanita dan perekonomian wanita. Di pandemic, semakin ada fakta menarik jika UMKM bergerak. Karena itu kami ingin membangun support system yang baik.
10-20 tahun lalu bisnis itu agak serem dengernya. Harus punya modal dan tempat. Zaman jaman digital kita harus bisa lihat advantages-nya. Orang bisa bisnis kapan saja dan dimanapun tak terbatas ruang dan waktu. Mau bisnis, download apapun atau niat tertentu. Selama ada ketekunan ada jalan. Masalahnya sekarang mau nggak. Kita ingin encourage. Di dunia digital ini kita ingin gerakkan itu.
Kenapa program ini sangat perlu diinisiasi?
Kami melihat perempuan itu memiliki satu power kuat. Bukan berarti mendiskriminasi pria. Perempuan dilahirkan dari multi peran. Harus menjadi istri yang baik, menjadi anak yang baik, belum lagi dia berkarier. Saya suka bilang perempuan itu CFO. Meski dia sudah berkeluarga ketika suaminya berapapun kasih, uang harus jadi makanan, nyekolahin anaknya, semua komplit. Dia financing semua itu ga gampang. Fungsinya siapapun anda, meski berbisnis bekerja atau housing jadilah perempuan yang cerdas dan tanggap jadi housewife mengelola kecerdasan anak menjaga anak dan bertanggung jawab ke anak. Ketika dia menjadi wanita karier bagaimana dia tanggap kemudian menjadi wanita karier yang pandai dan membawa diri.
Apa saja syaratnya selain harus perempuan?
Kita juga mengkurasi bahwa yang kita fokuskan untuk SisBerdaya ini adalah ultra mikro dan mikro. Ultra mikro itu untuk yang punya size omsetnya sampai 1 juta, sementara yang mikro 1 sampai sekian puluh juta. Kenapa kita fokus kepada yang sana? Karena kalau yang udah miliaran sudah jadi pakar berbisnis. Sementara kita fokus kepada memberdayakan perempuan-perempuan yang bagaimana tanggap dan cerdas di dunia digital ini, karena era digital sudah bukan merupakan opsi lagi sudah harus keharusan. Malah kalau kita nggak paham digital tanggap digital kita ketinggalan. Makanya kita fokus kepada yang Ultra mikro dan Mikro dulu yang memang mungkin masih galau bagaimana sih harus berbisnis? Bagaimana sih mengelola keuangan? Bagaimana sih untuk naikin omset gitu dan Gimana sih caranya supaya produk bisa masuk Instagram? Karena ada juga yang temannya laku keras, tapi dianya nggak. Maka dari itu kita akan mengajarkan juga cara foto sampai basic-basic karena di di komunitas Ultra mikro dan mikro itu meters banget untuk kita bisa bantu edukasinya dari segi digital marketing dan hal ini juga kita fokus juga dengan membantu Ultra mikro dan mikro, setidaknya financial literasi dan financial inclusion kita naikkan. Literasi artinya kita mengedukasi kenapa perlu berbisnis dengan digital dan inklusinya ya akhirnya mereka bisa menggunakan itu untuk pembayaran digitalnya itu sendiri.
Apa yang didapat peserta yang terpilih menang di SisBerdaya?
Untuk menang itu sendiri kita kasih modal jadi nanti winner-nya itu akan mendapatkan modal sekian puluh juta. Dan itu modal itu nanti mereka bisa pakai untuk skil up lagi bisnis mereka, dalam kontes ini adalah bukan masalah jumlah uangnya tetapi adalah bagaimana memotivasi mereka karena perjalanan untuk bisa menang mengkurasi dari 2400 yang sudah berminat menjadi 130 dan kemudian jadi 30 Winner itu PR banget, tapi happy problem karena tadinya kita berpikir banyak nggak ya perempuan-perempuan yang mau daftar? Kemudian kita targetkan awalnya 500 aja gitu eh tahu-tahu sudah 2400. Jadi kita bisa melihat bahwa animo perempuan itu untuk mau cerdas dan tanggap digital itu banyak banget, nah Tinggal bagaimana kita sebagai pemain industri tanggap terhadap market yang seperti ini dan kemudian bisa mengedukasi juga. Lepas daripada hadiah, Saya rasa semangatnya yang kita harus lihat gitu ya dari 2000 yang daftar. Semalam saja saya ketemu gitu sama ibu-ibu UMKM yang masuk dalam 30 besar, mereka happy banget karena mereka melihat bahwa perjalanan mereka sampai ke tahap ini saja itu sudah banyak sekali yang mereka pelajari, karena mereka akan melalui sosialisasi kemudian mereka dikasih master kelas untuk mengajari bagaimana cara digital marketing, nanti habis ini dalam 3 hari ini kan di karantina ya mereka akan diajarin gimana eksportir import dan sebagainya.
Bagaimana kurasi yang dilakukan?
Kriterianya adalah nanti kan mereka akan presentasi kemudian bagaimana mereka bisa membuat produk-produk itu bermanfaat dan mereka bisa mengkurasi itu dan mengconvert itu menjadi marketing digitalnya itu seperti apa. Jadi kita nilai dari inovasinya, kemudian kita lihat bagaimana packaging produknya, kontennya juga. Jadi ada beberapa aspek untuk nanti jadi pemenangnya.
Usia berapa saja yang berpartisipasi, apakah lintas generasi?
Tidak hanya perempuan milenial, tapi ibu ibu juga ada, jadi lintas generasi. Jadi yang memang betul melek teknologi. Nah itu kan yang tadi kita bisa bilang semangat perempuannya, ada semangat UMKM-nya ada, semangat youth-nya ada, karena ternyata kita senang banget bahwa yang umur 24 27 juga sudah belajar untuk jadi entrepreneur. Karena menurut saya hari ini zaman digital ini sebenarnya zaman golden moment buat semua generasi untuk bisa ekspor lagi, kalau zaman dulu banget mungkin 20 atau 30 tahun lalu untuk bekerja pilihannya sedikit, mau jadi apa jadi dokter, jadi pilot. Nggak ada tuh kalau nanti ditanya tuh mau jadi apa jadi youtuber, jadi gamers jadi konten writer, jadi tiktokker, nggak pernah kepikir seperti itu. Sekarang pilihannya banyak dan untuk jadi entrepreneur itu hanya dengan one click away, tinggal sekali lagi mau ada kemauan dan ada ketekunan.
Dukungan untuk para pemenang?
Dukungannya adalah kita kasih modal ya itu puluhan juta, dari 20 sampai 30 juta kita kasih modal ke sana gitu ya untuk yang Winner. Lalu kemudian setelah itu kita akan bantu juga untuk mempromosikan produknya dan mereka akan mendapatkan juga interaksi mentoring, jadi itu membantu. Karena untuk dapat mentor yang baik agar supaya mereka dapat memasukkan-masukan tentang produk itu kan juga priceless ya dan itu mereka mendapatkan luxury di sana. Dan nanti ke depannya kita juga bisa melihat bahwa ini kan menjadi satu komunitas utuh yang akan kita akan membuat satu program keberlanjutan untuk bisa membantu mereka juga, tentunya bisa jadi dalam bentuk bukan hanya sekedar kompetisi tapi komunitas-komunitas ini akan kita gunakan lagi dengan inisiatif inisiatif yang lain. Jadi serunya adalah networkingnya dan komunitasnya. Karena kalau komunitas kita bisa lihat nih contoh bisa dibandingkan, mereka bertemu dan kemudian ngobrol yang satu jualan kuliner yang satu jualan batik bisa aja nih kalau beli dua batik dapat voucher ini mereka bisa akan punya networking yang bisa dibandingkan jadi program.
Apakah program ini akan dibuat berkelanjutan?
Yang pasti berkelanjutan, karena itu selaras dengan semangat kita untuk women empowerment itu sendiri dan memang kita mendukung UMKM karena dana sebagai tech company, kita punya vision dan mission bahwa kita adalah pembayaran digital platform yang maunya adalah fokus kepada financial instrument bahwa menjadi daily transaction style.
Kita bisa melihat bahwa UMKM itu adalah target populasi yang paling luar biasa yang perlu kita edukasi dari financial literasinya maupun untuk menggeser mereka dari mindset nyimpen uang cash menjadi cashless untuk inclusion-nya dan UMKM yang Ultra mikro dan mikro ini mereka non bank. Jadi kita akan terus memiliki program-program berkesinambungan baik itu secara sosialisasi maupun nanti ada program-program yang lain ya onboarding-nya tetap ada, seperti master class yang mau skill up, belum pernah ekspor-impor, nanti kita akan kita ajarin sampai ke sana. Sekarang kan komunitasnya, ada 2400 yang SisBerdaya. Tapi sebelum ini DANA juga sudah memiliki UMKM sudah banyak ratusan ribu gitu.
Perlunya Perempuan untuk Adaptif dan Tanggap
Menurut anda apa yang membuat perempuan unggul dalam berwirausaha?
Perempuan lebih unggul dalam berusaha, saya rasa pertama panggilan natural seorang perempuan ataupun yang sudah jadi ibu pasti filled banget gitu ya bahwa mereka harus berjuang untuk bisa menaikkan taraf hidup anaknya ataupun terus uang dapurnya berputar. Dengan pandemic ini yang terimbas banget baik itu ya pria dan wanita tetapi kita bisa lihat misalkan dia housewife atau dia bekerja pun kena cut atau kena layout atau suaminya, mau tidak mau tidak bisa mendapatkan pekerjaan, lagi mau nggak mau wanita yang harus berpikir lebih kreatif.
Syukur-syukur punya pasangan yang juga memiliki support, tetapi panggilan naluri alamnya akan lebih lebih berasa ya kalau untuk wanita itu ketika dia sudah berkeluarga dan punya anak, mau tidak mau dia harus berjuang, suka tidak suka harus cari uang susu, uang dapur, uang jajan buat buat anak. Jadi dia harus berpikir dengan kreatif dan itu yang paling imbas sekarang selama pandemi ini kita bisa ngeliat gitu bahwa suaminya banyak yang kena cut dan mereka harus terus memutar uang dapurnya ya, yang bisa masak ya wanita, lebih punya ee creativity mungkin juga wanita, dari jahit, dan banyak aspek yang bisa dijual. Bukan berarti laki-laki nggak punya aspek, tetapi wanita tuh ada aja lah. Contoh cuman jual bulu mata, itu omsetnya luar biasa dan itu saya dapat ceritanya dari ibu-ibu UMKM ini yang tadinya dia karyawan, tetapi karena kemudian dia kehilangan pekerjaan akhirnya kreatif, berpikir apa ya. Oh ya kayaknya gua jual bulu mata doang. Jadi cuman satu aspek bulu mata urusan wanita dia berhasil. Nanti yang lain lagi bisa jualan jilbab dll, bukan berarti pria nggak bisa jualan ya tapi karena wanita punya aspeknya banyak jadi dia lebih punya kreatif untuk kita ke sana dan lebih luwes, lebih bisa networking-nya, naturalnya.
Tapi tak bisa dipungkiri adanya stigma stereotip tentang perempuan. Bagaimana menanggapi kekeliruan itu?
Paham sekali bawa stigma masyarakat masih ada di situ, terutama saya akan memisahkan itu dari kota besar sama kota kecil, karena kalau mungkin di kota Jakarta sendiri sebagai kota metropolitan dan ibukota, stigma bahwa wanita tidak boleh bekerja atau wanita itu bekerja di fungsi-fungsi tertentu saja itu sudah mulai bergeser, tetapi kita harus paham bahwa Indonesia ini multikultural dan masih banyak beberapa stigma stigma di beberapa daerah yang mungkin edukasi ataupun populasinya masih padat dan belum semuanya teredukasi dengan baik bahwa bagaimana emansipasi wanita. Sehingga di beberapa daerah not event function dari segi teknologi maupun dari segi pekerjaan mereka masih memiliki satu mindset bahwa untuk wanita nggak usah aja sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya dia akan harus menikah dan harus di rumah. Kalaupun pintar ya memang mindsetnya bahwa wanita harus di rumah itu masih ada sampai zaman ini.
Jadi ada beberapa memang garis fungsi pekerjaan yang memang membutuhkan titik pria. Dan kayaknya kita nggak bisa bilang bahwa itu diskriminasi gender karena memang tuntutan pekerjaan itu sendiri. Tapi kalau yang pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan otak, kecerdasan intelektual. maka itu saya rasa menjadi tantangan kita untuk saat ini di akademis maupun dari masyarakat itu sendiri bagaimana bisa menciptakan bahwa ada fasilitas untuk para wanita-wanita ini juga dikasih media untuk bisa sekolah ke sana ke yang teknis ya. Tinggal bagaimana sekarang di masyarakat kita bisa membuka diri, bahwa setiap fungsi selama wanita itu sendiri bisa berkarya dan bermanfaat kenapa tidak.
Apa yang membuat Anda tertarik mempelajari Master of Leadership?
Karena saya percaya selain bahwa leadership itu lahir dari dari kemauan kita, ada kata pepatah bilang bahwa when you were born, your leadership is there. Betul, tapi saya rasa memang ada yang dikasih talenta sudah memiliki kemampuan leadership by nature, tetapi bukan berarti orang introvert nggak bisa punya leadership. Leadership itu bisa dilatih. Jadi saya melihat ke sana bahwa kalau kita paham selesai dengan diri sendiri bahwa bagaimana kita bisa memimpin diri kita sendiri, maka kita akan kemudian bisa melihat lagi bahwa setelah kita bisa mampu selesai dengan diri sendiri dengan self leadership kita akan bisa memimpin orang lain. Ketika kita mau bilang leadership itu leader, leader artinya kita punya followers orang akan ngikutin kita kalau mereka percaya sama kita. Kita cukup menginspirasi mereka dan hal tersebut enggak bisa cuman bisa dibayar pakai nasi bungkus, ya mungkin iya dalam konteks organisasi, mau nggak mau kita harus menerima atasan kita. Tapi atasan itu betul-betul leader atau tidak, itu tergantung dari bagaimana perilaku leader itu sendiri dan orang akan respect ketika ada dua hal sebagai leader. Dia akan respect orang tersebut setelah tidak jadi bos, maka dia akan betul-betul berarti leader karena dia tidak hanya menghormati karena sebagai atasan, tetapi setelah tidak jadi bos pun dia menghargai meski sudah bukan atasan lagi. Jadi leader itu perilaku bukan hanya title saja.
Dari pengalaman bertahun-tahun mengelola SDM, apa hal paling menantang yang pernah dihadapi?
Mungkin aku bisa cerita sedikit gitu ya saya sebenarnya dari awal karier 27 tahun yang lalu. Tapi dalam konteks ini adalah when i start my career I was not HR, awal karier itu banyak pernak-perniknya. Sudah coba macam-macam call center, business operation dan HR baru 10 tahun terakhir. Apa yang membuat saya terpanggil menjadi HR adalah dengan background saya sebagai teknik industri kemudian belajar leadership dan semuanya, saya melihat satu hal adalah dengan saya sudah dioperasi dan semuanya apa sih yang bisa membuat saya masuk di dalam satu fungsi yang bisa mempengaruhi dan membangun orang untuk bikin kebijakan dan semuanya dan saya lihat bahwa HR adalah salah satu fungsi yang penting di dalam satu organisasi harus punya ilmu agar supaya orang-orang di dalam organisasi itu bisa maju. Saya selalu bilang bahwa untuk HR is calling, not a job udah kayak pelayanan aja udah kayak panggilan iman aja. Sebagai orang HR, kalau kita licik, nggak punya hati yang baik untuk melihat karyawan itu sebagai human, dan kita berusaha relevan dengan organisasinya.
Contoh di dana kami memiliki karyawan lebih dari 900, rata-rata karyawannya umurnya 26 tahun. Anda bisa bayangkan, artinya enggak relevan lagi kalau aku apply kebijakan bahwa 'lu pokoknya harus masuk jam 8 sampai jam 6. kalau enggak SP1 SP2 udah enggak relevan dengan hari-hari gini. kan enggak boleh kalau zaman gua dulu eh bokap nyokap bilang kalau kerja itu enggak boleh dengar musik, harus fokus, harus kerjanya tuh di kantor, Kalau ngopi-ngopi di Starbuck berarti enggak kerja. Kalau sekarang kita bikin statement tersebut, kita bilang kamu kerja di Starbuck sama saja tidak kerja'. jadi nah itu kan kita harus punya wish them. Dan kita harus bikin kebijakan-kebijakan yang memang tetap mewakili organisasi tetapi relevan kepada karyawannya.
Sempat kesulitan menghandle karyawan kaum milenial?
Susah gampang ya, tapi buat saya adalah saya melihat bahwa kita nggak bisa bilang bahwa berarti milenial dan zolonial ini generasinya jelek ataupun generasinya salah. Nggak ada juga yang bisa milih lahir memilih jadi generasi ini, begitu juga dengan saya. Justru dengan seperti ini. Jadi sebenarnya multi generasi ini saling melengkapi satu sama lain, tapi kita harus paham bagaimana gapnya, blind spot di setiap generasi. Saya suka memakai analogi bahwa generasi milenial dan kolonial ini adalah generasi instan. Kita harus sadar bahwa mereka dilahirkan dari lahir itu semuanya one click away apapun itu dari mau main game instan, susu instan, sekolah juga ada instannya, karir ada instan juga. Jadi everything instan, mindset generasi instan ini seperti kayak lagi main game, dan ketahuan akan kalah nih, kemudian di restart. Itu kan game, tapi mindset itu justru tertanam. Pengennya kalau ketemu masalah, bisa ga sih gue restart.
Nah hidup tidak bisa seperti game. Tapi kasihan sekali generasi ini enggak diajarkan untuk menerpa kehidupan yang tahan uji karena semuanya instan tadi bisa di restart, sementara ketika dia hadapan dengan realita kehidupan pada saat bekerja ga bisa, yang ada apa pelariannya cepet resign. Akhirnya banyak yang berkeluh kesah, pokok banyak sih generasi milenial ini apa-apa dikit baru dimarahin dikit resign. Saya lihatnya bukan karena resignnya, tapi dengan resign mereka berpikir dapat yang lain. Jadi tahan ujinya rentan sekali karena ya mereka lahir di dunia instan. Jdi sadarlah bahwa ada blind spot-nya, tinggal bagaimana kita mengisi tersebut. Jadi harus belajar proses, sabar, sementara kita-kita belajar untuk digital.
Menurut Anda bagaimana cara membuat situasi kerja lebih nyaman?
Artinya nyaman itu baik buat organisasi maupun buat karyawannya. Nah dengan saya sebagai ibunya anak-anak itu ya, atau temannya anak-anak gitu, bahwa nyaman yang buat mereka apa. Jadi harus ada hearing prosesnya, tentu saja kita harus main di di tengah, contoh salah satu yang kita lihat aktivitas nyaman atau tidaknya saya ingat saya pertama kali masuk DANA 5 tahun lalu, anak-anak tech, anak coding, lagi dapat isu burnout, capek mukanya suntuk semua. Akhirnya saya bikin hearing session, nanya lah kalau burnout butuhnya apa.
Mereka menjawabnya apa? Bukan lagi uang lembur, istirahat. Mereka minta dibeliin game online pakai TV besar. Itu di luar pikiran kita. Mereka bilang kalau coding itu kan lihat di laptop, kecil tulisannya bikin mata sepet. Jadi mereka butuh screen besar, melepas kepenatan game online. Akhirnya saya belikan. Gimana cara untuk supaya membangkitkan semangat kolaborasi timnya ya kita bikin game competition online itu contoh simpel ya bagaimana meningkatkan kenyamanan. Di lain itu kita juga lihat relevansinya, misalnya anak-anak muda ini suka ngopi, suka ngobrol. Ide-ide inovasi itu yang muncul dari situ. Jadi kita siapkan fasilitas itu.
Apa harapan Anda untuk perempuan Indonesia?
Hai sahabat Fimela kalau jadi perempuan, cantik itu bukan dari secara fisik bahwa kamu harus putih, kamu harus langsing, cantik itu adalah bagaimana kamu selesai dengan dirimu sendiri. Kalau memang kita cantik itu adalah kepercayaan diri kita, kita tahu karakter kita, kita tahu kelemahan dan kekuatan kita dan dari kekuatan kita ramu itu untuk bisa berdaya buat diri kita dan sesama dan ketika kita sadar ada kelemahan kita, yuk kita chatting, cari training, cari feedback, cari supporter untuk bisa membuat kita lebih baik lagi. Dan untuk menjadi itu memang nggak mudah, tapi sebagai wanita satu hal sih jangan lupa kodratnya, bahwa kita dikasih kelembutan tetapi bukan berarti kelembutan itu tidak tangguh, tetapi jadilah wanita yang tangguh dan cerdas dan tanggap teknologi.
Di hari teknologi seperti ini kalau kita nggak punya prinsip hidup yang baik, punya value yang tepat, kita akan terombang-ambing oleh teknologi, terombang-ambing oleh sosial media, tapi kalau kita punya prinsip yang baik dan kita confidence dan selesai dengan diri, sendiri mau lu posting foto enggak di-like pun itu oke. Kalau yang lain trennya mau pakai baju kotak-kotak, mau sulam alis, kemudian yang itu yang dianggap cantik, ya lu nggak usah follow-follow amat. Tapi bukan berarti bahwa sulam alis itu salah, tapi all good thing itu referensi orang. Kalau memang lu bisa ke luar negeri, travel mau di posting enggak apa-apa, tapi enggak usah juga yang lain sirik, enggak usah juga motivasinya buat pamer-pameran. Mau ada yang pakai barang merk ya monggo aja, selama itu bukan hutang. Jadi harus jadi wanita yang selesai dengan diri sendiri cerdas dan tanggap akan teknologi.