Fimela.com, Jakarta Menjaga dan mengasuh anak sejak lahir memang merupakan kewajiban dan tanggung jawab orangtua. Setiap orangtua juga akan melakukan dan memberikan yang terbaik bagi anaknya. Namun, tak jarang juga banyak dari mereka yang menerapkan pola asuh hanya memikirkan dirinya tanpa memikirkan dampaknya bagi kesehatan mental anak seperti depresi atau stres karena tertekan.
Walaupun setiap orangtua tahu yang terbaik bagi anaknya dan memiliki pola asuh masing-masing, tetapi pastikan kamu menerapkan pola asuh dengan mempertimbangkan kondisi anak. Jangan sampai kamu dan pasangan membuat pola asuh yang menjadikan anak merasa tidak nyaman ketika berada di rumah atau tertekan dengan tuntutan-tuntutan yang diberikan.
Dilansir dari verywellfamily.com, pola asuh yang diterapkan setiap orangtua dapat memberi pengaruh pada keseluruhan hidup anak baik harga diri, kesehatan fisik, maupun cara mereka berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, penting untuk orangtua memastikan pola pengasuhan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat.
Tips Pola Asuh Anak Tanpa Menghakiminya
Otak anak-anak seperti spons yang dapat menyerap semua yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, mereka perlu dukungan dan penghargaan dari apapun yang dikerjakannya maka pola asuh yang baik tanpa menghakimi anak perlu diterapkan oleh orangtua. Dilansir dari coachingwithgeeta.com, terdapat beberapa hal yang perlu diingat untuk membuat anak tidak merasa dihakimi selama mendapatkan pengasuhan.
Tingkat kepercayaan diri
Percaya diri sangat penting untuk mendukung kehidupan anak. Namun, seringkali anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi diremehkan dalam kehidupannya mulai dari hal pencapaian hingga cara mereka memandang diri sendiri. Oleh karena itu, sebagai orangtua dapat mendukung anaknya untuk tetap percaya diri dan mau terbuka jika mengalami bullying yang dapat menurunkan kepercayaan dirinya.
Tetap tenang, bersikap positif, dan sabar
Hal-hal sederhana seperti pujian atas pencapaian yang telah dicapai anak terkadang justru membuat mereka semakin semangat dan merasa didukung untuk melakukan kegiatan yang disenanginya. Selain itu, sebagai orangtua juga dapat mengubah pandangan mereka terhadap kegagalan yang bukan berarti anak harus menyerah, tetapi justru menjadi batu loncatan untuk terus mencoba dan berusaha hingga menuju kesuksesan. Orangtua juga dapat mendorong anak untuk melakukan yang terbaik dan tidak selalu fokus pada kemenangan.
Tidak Mendapat Nilai Bagus Dalam Tes
Ajarkan kepada anak untuk bangkit setiap kali terjatuh, baik dalam pendidikan seperti nilai ujian maupun kehidupan mereka. Kamu dapat terus memberikan dukungan sebanyak mungkin kapada mereka dan mencoba menjelaskan bahwa sebagai orangtua paham anak tidak harus cemerlang secara akademis dalam setiap pelajaran serta jika mereka mendapatkan nilai rendah, kamu dan pasangan dapat membicarakan bersama mereka tentang kesalahan yang dilakukan dan tetap beri dukungan dan motivasi semangat bukan justru menghakimi mereka.
Jangan memarahi atau membentak saat anak gagal
Gagal merupakan hal yang wajar dan bahkan dapat menjadi batu loncatan bagi semua, begitu pula dengan anak, Tentu setiap orangtua memiliki ketakutan pada anak dan hanya ingin yang terbaik untuk mereka. Namun, seringkali justru hal tersebut membuat ekspektasi yang tinggi dan jika tidak tercapai, kamu akan memberikan reaksi memarahi atau membentak saat anak gagal. Hal tersebut, justru akan berdampak negatif pada persepsi anak tentang kegagalan hidup dan akan mengurangi kepercayaan diri mereka serta menanamkan rasa takut untuk mencoba kembali.
Membandingkan perilaku mereka dengan saudara kandung lainnya
Terkadang banyak orangtua yang ingin menunjukkan perilaku ideal pada anak dengan membandingkan mereka dengan teman atau saudara mereka. Namun, ternyata hal tersebut justru berdampak buruk kepada anak karena mereka akan merasa dihakimi dan tidak mampu sehingga sebagai orangtua sebaiknya kamu dapat membimbing mereka dengan kata-kata yang baik dan tetap berhati-hati supaya anak paham maksudnya tanpa merasa dipojokkan atau dihakimi.
*Penulis: Fani Varensia