Dokter Ungkap Bahaya Cuaca Panas Ekstrim untuk Kulit, Apa saja?

Anisha Saktian Putri diperbarui 04 Jun 2023, 10:01 WIB

Fimela.com, Jakarta Akhir-akhir ini sahabat Fimela merasa saat siang hari cuaca begitu panas terik bukan? Padahal tanpa disadari, cuaca ekstrim yang sangat panas memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, salah satunya kulit Sebagai lapisan paling luar dari tubuh, kulit menjadi bagian yang paling rentan terkena radiasi sinar ultraviolet (UV) dari matahari.

Berdasarkan ketentuan Lembaga Kesehatan Dunia atau WHO, UV index yang berada di antara satu sampai lima masih dianggap aman untuk kesehatan. Sementara enam hingga sepuluh seperti saat ini perlu dikhawatirkan, karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan khususnya pada kulit.

Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari Rumah Sakit Pondok Indah, dr. Benny Nelson Sp.DV menjelaskan, radiasi sinar UV dari matahari di tengah cuaca ekstrim dapat mengganggu kesehatan kulit.

"Ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB) cenderung berbahaya untuk kita di cuaca ekstrim seperti sekarang. Gampangnya itu, ultraviolet A (UVA) menyebabkan penuaan (aging), sedangkan ultraviolet B (UVB) menyebabkan kulit terbakar. Jadi A untuk aging dan B untuk burn (terbakar)," jelas dokter Benny.

Lebih lanjut dokter Benny menjelaskan penetrasi UV A yang lebih dalam membuat kulit lebih tua atau penuaan dini. Sementara UV B penetrasinya hanya sampai di bagian luar atau epidermis yang membuat kulit kering, gatal atau terbakar. Hanya saja, keduanya dapat menyebabkan kanker kulit.

“Tapi UV A dan UV B itu dapat menyebabkan kanker kulit, sehingga sangat berbahaya di tengah cuaca ekstrim ini,” ujarnya.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Hati-hati bagi pemilik eksim dan jerawat

Inilah 5 Penyebab Dehidrasi Selain Udara Panas (Adam-Gregor/Shutterstock)

Dokter Benny mengungkapkan seseorang  yang memiliki riwayat penyakit eksim atau punya jerawat pada cuaca ekstrim ini juga jadi eksaserbasi. Eksaserbasi itu maksudnya apa? Yang kemarin-kemarin terkontrol tidak keluar jerawatnya, tidak keluar eksimnya tiba-tiba keluar lagi bahkan lebih parah dari sebelumnya.

“Kemudian melasma atau flek itu juga cukup sering dikeluhkan, tetapi yang paling penting kanker kulit yang paling kita khawatirkan, karena kalau penyakit lain relatif lebih mudah diatasi, sedangkan kanker kulit lebih berbahaya karena mematikan,” lanjut dokter Benny.

Dokter Benny juga menjelaskan, orang-orang yang tinggal di daerah sejuk dan tidak banyak pajanan sinar matahari memiliki resiko lebih tinggi terkena radiasi sinar UV.

“Orang-orang di daerah luar Jakarta yang mungkin masih agak adem tempatnya karena ultraviolet ini tidak menimbulkan rasa panas atau hangat, yang kita rasakan hangat atau panas itu karena infrared. Nah, UVA dan UVB ini tidak membawa rasa panas, kalau kita di luar Jakarta mungkin suhunya agak rendah tapi ultravioletnya masih tinggi. Kadang orang itu merasa dingin, sejuk, sehingga tidak butuh proteksi seperti sunscreen atau topi. Padahal UVnya terpapar terus dan itu yang berbahaya,” kata dokter Benny.

3 dari 3 halaman

Mencegah kanker kulit

Dokter Benny Nelson Sp.KK, credit: dr. Benny

Dokter Benny juga mengatakan, ada waktu-waktu tertentu yang dapat dihindari jika tidak ingin terkena radiasi sinar UV ketika berkegiatan di luar rumah.

Ia mengungkapkan, secara umum, pukul 10 pagi hingga empat sore merupakan waktu dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, tetapi jika ingin lebih yakin lagi, sebaiknya melihat UV indexnya dulu di aplikasi - aplikasi UV index yang sekarang sudah banyak dan mudah kita dapatkan.

“Harus dilihat dari UV index tersebut sebenarnya, begitu sudah menunjukkan angka 8, 9, atau 10 sebaiknya jangan keluar apalagi tanpa proteksi apapun, karena dengan UV index 8, 9, 10 itu paling lama kita boleh berada di luar selama 10 atau 15 menit, itu pun dengan proteksi. Jika tanpa proteksi mungkin hanya 1-2 menit untuk menghindari kulit terbakar atau gangguan kulit lainnya,” kata dokter Benny.

Selain perihal waktu, sinar UV juga dapat memancarkan radiasi ke semua tempat termasuk gedung yang sudah dilapisi dengan kaca film.

“Perlu diperhatikan pegawai-pegawai kantoran yang duduk di samping jendela kantor merasa adem dan aman sudah memakai kaca film yang sudah ditempel gitu, sebenarnya  itu hanya bisa mem-block atau menghalangi 80 sampai 90 persen sinar UV, sisanya 10 persen masih bisa menembus kaca, makanya pasien yang kerja di kantoran sering mengeluh kulitnya kusam padahal kerja di ruang tertutup,” kata dia.

Padahal, dokter Benny menjelaskan, biasanya hal itu disebabkan oleh tidak adanya proteksi seperti penggunaan sunscreen dan sunblock selama di dalam ruangan. “Setelah dicek, pasien akan bilang kalau mereka tidak menggunakan sunscreen atau sunblock selama di dalam ruangan karena merasa tidak ada panas matahari. Reapply sunscreen atau sunblock di dalam ruangan itu juga penting karena sinar UV masih tetap masuk,” lanjut dokter  Benny yang juga menerbitkan berbagai jurnal internasional di bidang kedokteran khususnya bidang kulit dan kelamin.

Untuk menghindari adanya radiasi sinar UV, khususnya di cuaca panas ekstrim seperti saat ini, dokter Benny mengatakan sebaiknya menghindari kegiatan di luar rumah. Namun, jika hal tersebut tidak memungkinkan sebaiknya menggunakan proteksi yang aman untuk kulit seperti mengoleskan sunscreen.

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan untun proteksi fisik bisa menggunakan topi, kacamata, pakaian, masker itu penting dan kalau bisa pakaian yang kita gunakan memiliki UV filter karena radiasi ultraviolet tidak kasat mata.

Sedangkan proteksi kimia kita berikan pada area yang tidak bisa benar-benar tertutup, seperti daerah dahi atau wajah itu bisa dilindungi dengan proteksi kimia yaitu sunscreen atau sunblock.Meskipun penyakit atau gangguan kulit dapat menyerang banyak orang, tetapi masih banyak orang yang belum perhatian terhadap kesehatan kulitnya.

“Penyakit kulit itu salah satu yang sering diabaikan, jadi kalau tidak sakit sekali atau kondisinya memprihatinkan tidak akan ke dokter. Selain itu, keluhan kulit itu serupa tapi tak sama, sehingga menjadi tantangan untuk saya sendiri,” jelas dokter yang berhasil menerima beasiswa dari Publikasi Internasional Terindeks untuk Tugas Akhir (PITTA) dari Universitas Indonesia dan menjadi lima besar lulusan terbaik di Universitas Indonesia.