Fimela.com, Jakarta Umat muslim sudah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan dan telah merayakan lebaran penuh suka cita. Kini, kita telah menjalankan pola makan seperti biasanya mulai dari sarapan, makan siang, dan makan malam hingga camilan.
Namun pernahkah sahabat Fimela berfikir apa yang terjadi pada tubuh setelah sebulan berpuasa, apakah baik atau buruk? dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam RS EMC Pulomas pun menjelaskan secara ilmu kedokteran puasa Ramadan menyerupai cara diet yang diberi nama intermittent fasting.
Ia menyampaikan menurut penelitian, puasa adalah hal yang sangat baik, punya banyak manfaat dan menyehatkan tubuh. Untuk efek jangka pendek, dr. Dirga mengatakan sesuai penelitian puasa dapat mereset atau menata ulang sistem imunitas tubuh. Denga kata lain, puasa Ramadan dapat terjadi perbaikan dalam tubuh secara umum.
“Hormonal baik, daya tahan tubuh baik. Gula darah tinggi dan kolesterol biasa saat puasa akan membaik asalkan selama buka puasa dah sahur tidak makan berlebih yang banyak gorengan atau santan begitu pun ketika lebaran,” papar dr. Dirga dalam program Fimela Ask The Expert.
dr. Dirga menyampaikan sebenarnya efek jangka panjang tidak ada baik efek positif dan negatif secara umum.
What's On Fimela
powered by
Perlukah adaptasi?
Setelah menyelesaikan satu bulan puasa tubuh kembali dengan pola makan harian. dr. Dirga menyampaikan tubuh meproses secara natural akan beradaptasi, namun kebiasaan baik pola makan di bulan puasa bisa diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
“Sebulan ini telah terjadi adaptasi, misalnya saja pola jam makan dan minum berubah begitu pun pola tidur, makan di awal puasa agak kaget haus lemas setelah minggu 2 akhir tubuh udah adaptasi. Setelah bulan Ramadan pun tubuh akan kembali seperti biasanya” ujarnya
Kebiasaan baik selama Ramadan seperti jam makan yang teratur, makan yang direm, cairan tubuh yang sesuai dengan kebutuan seperti dua liter sehari.
“Kebiasan baik ini bisa diadaptasi ke kehidupan sehari-hari seperti minum yang lebih banyak karena takut kehausan saat siang hari. Setelah puasa para pasien justru cairan terpenuhi, dan pola makan baik hingga jenis makanan yang baik. Jam makan teratur karena buka dan sahur jamnya jelas,” paparnya.
Jadi, dr. Dirga menegaskan jika sebenarnya akan terjadi secara natural tidak perlu persiapan ketika kita kembali makan 3 kali sehari setelah sebulan puasa. Tetap mengonsumsi gizi lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein.
“Sayang orang Indonesia jarang makan protein, padahal penting makan ikan, ayam, tempe, tahu untuk kaga imunitas,” ujarnya.
Seberapa perlu tubuh berpuasa?
dr. Dirga mengungkapkan sudah banyak penelitian mengungkapkan intermittent fasting salah satu diet yang baik. Pola diet ini pun sama dengan puasa Ramadan atau kita bisa puasa Senin Kamis dalam agama.
“Diet banyak polanya, sekian jam puasa makan itu baik. Jadi bisa hadu kebiasan baru walau tidak tiap hari,” paparnya.
Konsep intermittent fasting biasanya ada beberapa pola, misal 16-8 atau 20-4. Artinya 16 jam puasan dan 8 jam makan, begitupun dengan 20-4, 20 jam puasa dan 4 jam makan.
“Jangan diet ektrem, dalam medis cukup turun 2-3 kilo perbulan kalau di sampe 5 kilo itu dietnya pasti ada yang salah. Jadi jangan berat badan turun drasti,” paparnya.