Fimela.com, Jakarta Pakaian ramah lingkungan bukan lagi sekadar tren. Di kota-kota besar seperti Jakarta, konsep pakaian ramah lingkungan yang juga disebut sustainable fashion, telah melahirkan gaya hidup baru yang banyak dianut anak muda.
Dikatakan oleh desainer fashion Isabella Indrasasana, ada beberapa cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan serta memperpanjang siklus hidup pakaian.
"Cara pertama adalah dengan menguasai seni memperbaiki dan meningkatkan siklus hidup," kata perempuan yang juga founder Slow Move Bazaar dan YSA Studios itu.
Isabella menyinggung bagaimana masyarakat cenderung langsung membuang pakaian jika menemukan ketidaksempurnaan seperti robek, noda atau tanda-tanda terlalu sering digunakan dalam pakaiannya.
"Padahal ketika kita dapat melihat peluang dalam ketidaksempurnaan, kita akan dapat mengubah cacat tersebut menjadi sesuatu yang baru dan unik," tambah Isabella lagi.
Selanjutnya, cara kedua untuk memperpanjang siklus hidup pakaian adalah dengan memastikan membeli pakaian berkualitas yang tahan lama meski harga lebih mahal dari yang lain.
"Selain itu, penting juga untuk mencuci pakaian Anda sesuai dengan petunjuk perawatan pencucian," tambahnya.
Lalu, bagaimana jika membeli produk fashion bekas pakai atau preloved? Apa cara yang bisa dilakukan untuk memperpanjang siklus hidup produk tersebut?
Isabella menyebut, konsep keberlanjutan yang diusung setiap orang bisa berbeda satu dengan lainnya. Terlebih gaya hidup berkelanjutan pada umumnya bergantung terhadap individualisme di mana individualisme merupakan kebalikan dari konsumerisme.
Ia mengatakan sustainable fashion adalah sebuah bentuk untuk setiap orang dalam berekspresi atas kepedulian mereka terhadap keberlanjutan. "Karena itu, orang bisa memilih untuk membeli berbagai produk ramah lingkungan yang sesuai dengan selera dan memilih apakah produk tersebut ingin didaur ulang, dimodifikasi atau hanya menjadi bagian dari koleksi produk faktor ramah lingkungan," paparnya.
What's On Fimela
powered by
Perjuangan di Jalan Keberlanjutan
Gerakan ramah lingkungan masih menjadi tantangan utama yang dihadapi industri fashion saat ini. Padahal bukan berita baru bahwa fashion adalah industri kedua yang paling berkontribusi dalam polusi.
Produksi pakaian telah menggunakan sumber daya alam yang sangat besar dan menghasilkan limbah beracun yang dilepaskan ke laut dalam jumlah yang sangat besar pula.
Di sisi konsumsi, model bisnis fashion cepat atau fast fashion telah mengajarkan konsumen untuk melihat pakaian sebagai barang konsumsi cepat habis, yang menyebabkan tekstil berakhir di tempat pembuangan akhir setelah hanya beberapa kali pemakaian.
"Perusahaan-perusahaan fast fashion menghasilkan keuntungan yang sangat besar dengan mengorbankan lingkungan," kata perempuan kelahiran 26 Mei 2001 itu.
Saat ini, beberapa komunitas sustainable fashion tidak hanya diisi para aktivis muda penuh gaya, namun juga mereka yang fokus memerhatikan kelestarian lingkungan. Salah satunya adalah Isabella Indrasasana lewat gerakan Slow Move Bazaar.
Isabella adalah seorang desainer dan entrepreneur, ia juga kuliah jurusan Fashion Marketing and Merchandising di sebuah kampus swasta di Jakarta. Selain mempelajari dampak buruk limbah garmen terhadap lingkungan dalam industri fashion, sebagai anak muda, Isabella juga melihat dampak limbah pakaian terhadap masyarakat yang tinggal di dekat pabrik-pabrik pakaian dan tekstil.
Karena itu, Isabella ingin memberikan solusi dan pencegahan atas dampak limbah tersebut dengan mengenalkan lifestyle sustainable yang disebut Slow Movement sebagai sebuah penerapan gaya hidup alternatif yang ramah lingkungan.
"Dengan menyadari semua sisi negatif dari industri ini, diharapkan dapat membawa kita pada konsumerisme yang lebih sadar, yang ramah lingkungan, hewan dan manusia," paparnya.
Label dalam negeri yang telah menjadi pelopor busana ramah lingkungan di antaranya YSA Studios dan Drip Experiments. Keduanya dianggap mampu memutarbalikkan tantangan stereotip yang acapkali dihadapi label mode ramah lingkungan. Selain itu, dua label tersebut juga telah menginspirasi label mode ramah lingkungan lainnya untuk terus maju dan berkembang.
YSA Studios yang didirikan oleh Isabella Indrasasana adalah label busana athleisure (atletik kasual) ramah lingkungan yang berbasis di Jakarta. Memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan desain yang trendi, YSA Studios menyediakan solusi fungsional untuk setiap kebutuhan mode.
YSA menargetkan diri untuk menjadi label mode panutan yang terkemuka di lingkungan yang baru; di mana masyarakat telah mampu mengatasi tantangan pemakaian garmen yang berlebihan; di mana apapun yang dikenakan terbuat dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya, namun dibuang dan diubah menjadi sesuatu yang baru.
“Misi YSA adalah menciptakan masa depan yang lebih baik bagi planet Bumi, tubuh, dan pikiran alam bawah sadar masyarakat. Dalam jangan waktu 10 tahun ke depan, YSA bertujuan untuk memberi pengaruh pada orang-orang di sekitar untuk merawat diri mereka sendiri, planet, dan satu sama lain dengan lebih baik,” tambahnya.
Melalui penggunaan sumber-sumber yang ramah lingkungan, desain yang tidak termakan waktu, produk premium yang terbuat dari bahan daur ulang berkualitas tinggi yang dapat dipakai para wanita selama bertahun-tahun, upaya-upaya YSA ini adalah awal dari masa depan baru industri mode.