Keberanian Jurnalis Perempuan Uighur Amerika Gulchehra Hoja yang jadi Pahlawan Kemanusiaan

Novi Nadya diperbarui 10 Apr 2023, 14:54 WIB

Fimela.com, Jakarta Saat membaca dan mendengarkan sendiri kisah perempuan Uighur Gulchehra Hoja secara langsung, sulit sekali membayangkan jalan hidup yang ditempuhnya. Gulchehra meninggalkan popularitasnya sebagai tv personality di media terbesar di Xinjiang, China untuk memenuhi panggilan hati sebagai jurnalis sesungguhnya di tanah Amerika.

Uighur merupakan kelompok etnis muslim yang tersebar di Xinjiang, barat laut China. Hingga kini Uighur terus disoroti karena perlakuan diskriminatif dari pemerintah China yang disebut melakukan genosida pada etnis tersebut.

Kembali ke tahun 1996, Gulchehra Hoja menjadi penyiar program anak-anak pertama di Uighur yang menjadi sejarah di negaranya. Namun, ia semakin menyadari, profesinya kental akan propaganda dari pemerintah China, di mana ia tidak memiliki kebebasan sebagai seorang perempuan, Muslim, dan manusia.

“Saya pikir saat itu, saya adalah seorang jurnalis. Tapi apa yang saya lakukan di China bukanlah jurnalisme yang sebenarnya, karena semuanya di bawah kendali CCP (Chinese Communist Party-red). Yang tak punya kebebasan nonton TV siaran Barat atau mendengarkan radio dan mengakses internet,” ujar Gul, begitu sapaan akrabnya saat ngobrol secara daring dari Amerika dengan Fimela, 5 April 2023.

2 dari 3 halaman

Terlahir Lagi di Amerika

Gulchehra Hoja sedang bersiap on air di Radio Free Asia (Foto: Instagram @gulchehra_hoja)

Hingga akhirnya, pada tahun 2001, Gulchehra Hoja menginjakkan kaki di tanah Amerika. Negara tempatnya dilahirkan kembali menjadi manusia baru yang bebas.

“Dari seseorang, menjadi bukan siapa-siapa saat saya datang ke Amerika. Saya merasakan lahir kembali dan mendapatkan kehidupan baru. Termasuk memulai jurnalisme dengan bebas, meski saya tidak bisa mengerti apa yang mereka (orang-orang di Amerika) katakan,” kenang Gul.

Misi Gul ke Amerika adalah ingin menyiarkan dan menyebarkan ke seluruh dunia tentang Uighur yang mendapatkan diskriminasi etnis, salah satu alasannya karena budaya dan agama yang dianut sebagai Muslim. Ia pun bekerja di Radio Free Asia (RFA) di mana memberi kebebasan pada jurnalisnya berbicara bahasa ibu masing-masing.

“RFA sangat unik dan autentik. Di mana memperbolehkan jurnalis menyiarkan berita dengan bahasa masing-masing, dan saya berbicara bahasa Uighur. Agar saya bisa mengedukasi orang-orang Uighur dengan demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia,” lanjut Gul lagi.

3 dari 3 halaman

Kebebasan yang Merenggut Kehidupan

Gulchehra memegang foto saudara laki-lakinya yang ditangkap pemerintah China (Foto: Instagram @gulchehra_hoja)

Di Amerika, Gulchehra Hoja memang memiliki kendali atas dirinya sendiri, namun hal itu harus dibayar dengan harga mahal. Di mana ia harus berpisah dengan orangtua, saudara laki-laki, dan saudara serta kerabatnya di Uighur.

Bahkan, konsekuensi lain yang harus ditanggungnya adalah, keluarga Gul ditangkap pemerintah China karena tindakan beraninya sebagai jurnalis Uighur yang bersuara keras di Amerika. Namun, ia tak punya pilihan selain menjadi lebih kuat untuk bertahan hidup, untuk dirinya dan orang-orang di Uighur. 

“Tentu saja, saya bukannya mua jadi pahlawan. Kita sebagai perempuan, hanya ingin jadi seorang putri kesayangan ayah, atau ratu untuk suami, kita ingin dicintai dan merasa aman. Tapi terkadang, hidup mendorong kita ke posisi yang membuat jadi semakin kuat dan berani. Dan saya punya mimpi dan harapan, bisa kembali ke rumah saya dan tanah air saya saat mereka mendapat kebebasan suatu hari nanti,” cerita Gul.

Dalam proses menjadi berani, Gul mengatakan, bukannya harus menjadi yang paling atau sok kuat. Ia membiarkan dirinya merasakan emosi dan merilisnya, memvalidasi kesedihan, tangisan, dan ketakutan.

“Saya tidak fokus pada kehidupan masa lalu. Saya berpikir untuk selalu menyiapkan diri sambil menikmati apa yang saya miliki. Jangan lupa untuk melakukan hal yang kita sukai,” jelas Gul.

Gul menekankan dan mengingatkan kembali, jika untuk menjadi kuat dan berani, kita hanya harus menjadi manusia. Yang memiliki banyak rasa dan merasakannya secara normal seperti orang kebanyakan.

“Tapi jangan sampai hilang harapan dan lupa bersyukur. Kamu harus terus berharap dan bersyukur, yang secara alami membuat kita bahagia dan siap untuk menghadapi apa pun di depan nanti,” tegasnya.

 

#BreakingBoundaries