Fimela.com, Jakarta Menjadi sosok terbaik dari diri sendiri adalah salah satu kunci kebahagiaan. Namun seiring zaman, mulai muncul pakem-pakem tertentu yang akhirnya membentuk istilah beauty standard, atau standar kecantikan. Alih-alih jadi motivasi untuk membuat perempuan lebih percaya diri, standar ini justru menafikan keunikan dan keragaman yang kita miliki.
Propaganda yang dilancarkan beberapa produk kecantikan juga turut andil membentuk stereotip tersebut. Namun kini mulai banyak juga brand-brand skincare dan makeup yang berusaha meruntuhkan tembok standar kecantikan, salah satunya BASE.
Dirintis oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari, BASE menekankan betapa uniknya fitur dan karakter seseorang. Prinsip mereka adalah membuat produk skincare yang inklusif dan sustainable. Mereka percaya, selain merawat diri, ada faktor lain yang membuat perempuan memancarkan pesonanya.
"Feeling beautiful is when you feel confident and happy with yourself. No matter what your looks, skin type and skin goals," tutur Yaumi selaku CEO dan Co-Founder BASE dalam wawancara eksklusif dengan FIMELA.
Senada dengan Yaumi, Ratih Permata Sari yang merupakan Co-Founder dan CPO BASE juga mengatakan bahwa saat ini masyarakat sudah memahami bahwa cantik itu tidak melulu tentang fisik. Semua orang bisa menjadi cantik berdasarkan apa yang dimiliki.
"Masyarakat mulai terbuka bahwa standar kecantikan itu tidak ada. Sekarang kecantikan itu berdasarkan apa yang kamu miliki. Apalagi di Indonesia, bentukannya itu beda-beda banget," tuturnya.
Menyadari tidak relevannya konsep standar kecantikan, dua sahabat ini tak pernah mencari model untuk produk yang mereka tawarkan. Bahkan di media sosial BASE sendiri, mereka selalu menggunakan kiriman foto dari para customer-nya untuk menggambarkan arti cantik.
"Beauty itu confidence, seperti brand yang sekarang kita bangun ini. We also mention mantra, you are unique in your own skin. Jadi kita kayak merayakan keberagaman dan perbedaan," tutur Yaumi. "Kita ingin jadi brand yang mengadvokasi diversity, inclusivity, and beauty. Kalau lihat campaign kita, foto yang ada di Instagram, kita nggak pernah pakai model. Bukan hemat budget," timpal Ratih.
"Tapi lebih ke autenthic. Karena kita celebrating different shape, size and beauty. Jadi konsumen yang beli BASE, mereka ngetag kita di sosmed, kayaknya ini bagus juga ya untuk representative of our brand. Mereka pun terbuka dan malah happy," kata Yaumi.
Ratih dan Yaumi setuju bahwa tidak mudah mendobrak stigma kecantikan yang sudah tertanam sejak zaman dulu. Apalagi di awal mereka membangun bisnis ini harus mencari partner yang pemikirannya senada mengenai standar kecantikan.
"Jadi sebagai pelaku industri itu kayak mendobrak stigma itu tuh kayak susah dan dari sisi kita pada awalnya contoh misalnya ketika kita mau membuat sebuah brand campaign, ya pertama kali nggak memandang itu dan sempat ada yang bilang benar brand kecantikan kayak gitu? Karena, biasanya kayak gini lho. Jadi stigma pekerja kreatif juga masih ada. Dari situ kita mikir ph ternyata partner harus cocok-cocokan," tambah Yaumi.
Selain bicara mengenai standar kecantikan, Yaumi dan Ratih juga menceritakan pengalamannya jatuh bangun membangun brand BASE yang masih seumur jagung ini. Berikut kutipan wawancara selengkapnya.
Spirit Inklusivitas dan Sustainability
Apa pertimbangan BASE menjadi produk kecantikan berbasis vegan?
Yaumi: BASE itu berdiri lebih kurang 3 tahun. Dsri sisi konsumen kita lihat, apa sebenernya yang mereka inginkan ketika ada produk skincare yang baru. Ternyata salah satunya adalah yg diiginkan produk yang clean, vegan, halal, dan standar BPOM. Selain itu, mereka juga menginkan relationship antara konsumen dengan brand trsebut. Konsumen-konsumen muda Gen-Z dan milenial merasa ada ketidakseimbangan antara brand values dengan konsumen muda. Karena itu BASE datang, Salah satu brand yang diusung DNA inclusivity dan juga sustainabilty.
Ratih: Kenapa vegan? At the end of the day, kami ingin menawarkan produk yang berkualitas. Nah menariknya ketika kita menggunakan bahan dasar tanaman ternyata ada manfaat yang bisa kita kemas di dalam produk. Di sini aku berbicara dari standpoint product creator bahwa kalau kita bandingkan antara produk vegan dengan sintetis. Produk vegan menarik banget karena, satu produk itu banyak banget fitokimia yang terkandung. Contoh wortel aja. Kita tahu kalau wortel kan ada banyak kandungannya. Ada beta karoten ada vitamin E, A juga itu baru buahnya belum batang daun dan sebagainya. Kita ingin mengemas sebuah produk yang berkualitas tinggi tapi as much as possible kita nggak mau ngorbanin lingkungan dalam pembuatannya atau produksinya.
Apa kesulitan menerapkan bahan vegan dalam produk Anda?
Ratih: Kesulitannya ya dari awal sampe sekarang. Sustain itu nggak hanya jargon. Kita tahu industri kecantikan itu penyumbang polutan terbesar di dunia. Jadi mulai landfill waste dan sea waste itu banyak terjadi karena limbah industri kecantikan.
Karena itu kami create ingredients nggak asal ngambil tanaman yang dari supplier yang bilang oh ini organik. Kita juga lihat ingredients ini dari supplier yg sudah tersertfiikasi yang badannya kredibel.
At the end of the day, kami ingin menciptakan produk berkualitas. Dan, kami ingin proses pengolahan tanamannya juga dipikirkan. Kita selalu menggunakan bahan dasar aktif berbahan dasar tanaman yang menggunakan metode bioteknologi. To make it simple, metode bioteknologi itu bisa membantu untuk melakukan proses ekstraksi yang lebih banyak tapi menggunakan resources yang lebih sedikit.
Bagaimana cara menjaga ketersediaan bahan baku yang mungkin lebih sulit dari produk kebanyakan?
Ratih: Jadi memang sangat beruntung kita tumbuh dan lahir di era sekarang. Kenapa? Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang bagus-bagusnya. Kedua, industri kencantikan memang sedang tumbuh. Dan ketiga kita hidup di era digital, jadi proses mencari bahan baku sulit, tapi paling tidak bisa dilakukan dari sini. Selama ini proses manufacturingnya itu terjadi di indonesia. Tapi bahan bakunya kita cari dari berbagai negara ya. Tergantung mana yang bisa melakukan proses ekstraksi dengan metode bioteknologi.
Apa yang meninspirasi lahirnya BASE?
Yaumi: Awalnya berangkat sebetulnya kami memiliki different motivation ya. Tapi goalnya satu. Jadi dari kayak aku sendiri fashion, beauty, have been working in a startup company menginspirasi aku yang harus menjadi a problem solver. Ketika I graduated from Gojek di 2017, terus ke startup lainnya di situ aku mulai identifikasi kalau ada gap di indsutri market kita. Di situ banyak ya, temanku yang bilang 'susah ya untuk mendapatkan skicare yang clean'. Adapun ya dari luar negeri harus jastip begitu. Harganya agak mahal. Lalu buat aku berpikir kenapa nggak ada skincare yang mengakomodir kebutuhan konsumen muda yang seperti itu. Dari situlah yang bisa kita analisa kembali lagi dari awal. Setelah kita validasi ke potensial market, ternyata ada ini yang memberikan solusi.
Ratih: Waktu aku kuliah sempet ada privilege di Korea Selatan, pasti tahu Korsel itu menjadi pusat tren kecantikan terutama untuk di Asia. Pas di sana aku ngelihat betapa hebatnya satu industri aja bisa menggerakkan psrekonomian satu negara. Indonesia dengan konsumen yang banyak dan saat itu indonesia punya isu bonus demografi. Sangat disayangkan banget kalau kita ga bisa serving our customer. Totally with product. Itu yang menginspirasi mengapa nggak ikut menggerakkan bersama-sama industri kecantikan Indonesia.
Ini kali pertama kita riset dialami oleh seluruh responden yang kita wwcarai. Di mana saat ini kebutuhan kulit mereka belum diakomodir oleh global brand yang mendominasi sales di supermarket Indonesia. Dengan berbagai macam variasi iklim di Indonesia, warna kulit, bentuk badan, bentuk kulit, kita merasa ada celah di mana kita bisa berperan untuk menyediakan produk yang inklusif.
Seperti apa dinamika bisnis saat menghadapi pandemi?
Yaumi: Bukan hanya pandemi sih, yang ajaib waktu itu, buka PO di bulan November 28. Untuk melihat sebenernya ada nggak sih yang mau masuk di waiting list gitu produknya. Nah produk dikirim ke konsumen itu Januari awal. Sudah siap-siap sudah ready dari manufacturing di warehouse kita. Orderan banyak banget dan kita ga nyangka banget.
Ratih: Challengenya beragam sih. Truth out itu pasti ada. Dan challenge itu dari eksternal dan internal pasti ada kok. Dari internal nih, produk ini udah cocok belum nggak sih sama konsumennya. Dan yang kedua itu adalah problem internal, maksudnya apa? Bagaimana kita berdua bisa memimpin perusahaan dan evolve juga seiring bertumbuhnya company. Dari yang awalnya 5 sekarang 41 orang timnya.
Hal unik yang ditawarkan BASE personalisasi kulit pelanggan dengan produk, bagaimana awal idenya?
Ratih: Jadi awal mulanya problem konsumen adalah overwhelmed dengan banyaknya pilihan di market. Sehingga kami berusaha untuk mencari jalan atau memudahkan konsumen untuk memilih produk skincare. Di mana kita nggak meminta mereka memilih banget seluruh produk yang banyak di supermarket. Kita balik, di mana konsumen kita minta mengisi sesuatu di smart skin test. Kita menanyakan ke konsumen yang pertanyaan-pertanyaan yang sebenernya mereka sudah tahu jawabannya. Seperti skin type mereka, skin goals mereka, lifestyle mereka gimana. Dari situ kita develop algoritma yang membanty untuk menentukan dan menemukan produk yang cocok untuk mereka ap. Sebelum ke rekomendasi produk, ini loh kami juga menunjukkan hasil tesnya ke mereka. Sehingga ketika memberikan rekomendasi produknya, mereka juga tahu kenapa kami memberikan rekomendasi ini. Jadi, personalisasi yang kita tawarkan di sini itu dalam bentuk rekomendasi.
Bicara soal beauty standard, apa pendapat Anda tentang itu?
Yaumi: Feeling beautiful is about when you feel confidence and happy with yourself no matter what your looks, skin type and skin goals. Beauty itu confidence, seperti brand yang sekarang kita bangun ini. We also mention mantra, you are unique, it's your skin. Jadi kita kayak merayakan keberagaman dan perbedaan.
Ratih: Ibu aku selalu bilang gini, anak kecil itu kan suka yang genit-genit gitu kan, di depan kaca gitu pakai heels, lipstik. 'If you want to make fashion statement, dress up your heart and mind. Beauty is coming from with it'. Kedengarran klise tapi itu nyata. Standar kecantikan di Indonesia, dari kecil sampai besar banyak evolusi. Dulu aku merasa ada yang salah dengan badan ku karena waktu tumbuh besar agak chuibby. Pas ada pelajaran renang, aku nggak mau malu, karena aku tidak pernah melihat repesentasi tubuhku di manapun.
Kalau sekarang, masyarakat mulai terbuka bahwa standar kecantikan itu tidak ada. Sekarang kecantikan itu berdasarkan apa yang kamu miliki. Apalagi di Indonesia, bentukannya itu beda-beda banget. Kita ingin jadi brand yang mengadvokasi diversity, inclusivity, and beauty. Kalau lihat campaign kita, foto yang ada di Instagram, kita nggak pernah pakai model. Bukan hemat budget.
Yaumi: Tapi lebih ke autenthic. Karena kita celebrating different shape, size and beauty. Kita juga ingin menampilkan itu in our brand showcase. Di mana the first model to be the face of BASE, sebenarnya adalah our first time user. Jadi konsumen yang beli BASE, mereka ngetag kita di sosmed, kayaknya ini bagus juga ya untuk representative of our brand. Mereka pun terbuka dan malah happy.
Bagaimana strategi BASE agar inklusif dari sisi industri dan konsumen?
Yaumi: Jadi kalau dari titik industri dan konsumen ya mungkin aku berangkat dari kayak sisi industri dulu gitu. Jadi PR yang paling sulit itu adalah kita harus mendobrak stigma standar beauty yang sudah terbentuk sekian puluhan tahun. Dari zaman nenek kita dari zaman ibu kita dan sampai mungkin ketika beberapa tahun lalu gitu ya sebelum ada percikan-percikan conversation tentang inklusivitas, tipe cantik itu kalau misalnya sering dengar kayak iklan produk kecantikan pasti putih dalam 5 hari, cerah dalam 7 hari.
Jadi sebagai pelaku industri itu kayak mendobrak stigma itu tuh kayak susah dan dari sisi kita pada awalnya contoh misalnya ketika kita mau membuat sebuah brand campaign, ya pertama kali ga memandang itu dan sempat ada yang bilang ebnar brand kecantikan kayak gitu? Karena, biasanya kayak gini lho. Jadi stigma pekerja kreatif juga masih ada. Dari situ kita mikir PH ternyata partner harus cocok-cocokan. Dari sisi kita sendiri bosa bekerja sama dengan konsumen kita untuk representatif membawakan brand value kita, jadi nggak mesti dari model.
Peran Perempuan Buat Perubahan
Bagaimana cara perempuan percaya diri dengan apa yang mereka punya?
Yaumi: Ini tidak hanya untuk perempuan, tapi juga laki-laki. Jadi saya percaya kegika seseorang sedang merasa bahagia, mereka akan percaya diri dengan yang mereka punya dan harus menanamkan pemikiran yang positif.
Ratih: Kalau mau percaya diri butuh keyakinan, karena selama ini kita dibombardir dengan lagi-lagi definisi kecantikan yang mengarah visual. Kita dibombardir dengan visual yang mana kalau nggak gini, berarti ada masalah dalam diri kita. Supaya tercipta rasa percaya diri harus punya keyakinan intenal dari diri sendiri. Hal-hal yang dilakukan di dunia ini, memberikan manfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Kebahagiaan apa yang dirasakan selama kerja bareng?
Yaumi: Kalau dari kita berdua sampai di titik ini, bisa dilihat ke belakang struglingnya banyak banget. Tapi kemudahan selalu ada. Yang kedua kita tahu bahwa jalan kita masih panjang untuk turut berpratisipasi mendobrak stigma kecantikan yang di mana kita percaya BASE bisa membuka conversation tentang inclusivity di industri ini. Kalau dilihat apa sih yang membuat kita senang? Salah satunya mendapatkan feedback positif dari konsumen yang kita ssbut Base BFF. Jadi kita tiap kali susah banget ya menjalani pekerjaan ini. Tapi saat kita lihat feedback dari konsumen, kita melihat kayaknya ini adalah sebuah hal yang memang harus kita jalani dan perjuangkan.
Ratih: Itu kalau dari sisi eksternal ya, dari sisi konsumen. Kalau dari internal, dari sisi tim kita sendiri, kita senang dengan tim, bangga banget sama kerja keras tim. BASE tidak mungkin sampai ada dititik ini kalau bukan karena partisipasi dan kerja keras tim kita semua dan yang paling bikin happy, company kita bertumbuh, tapi tim kota juga bertumbuh bukan dari sisi jumlahnya, tapi dari tim BASE dari awal yang tadinya hanya menghandle satu tim, sekarang ada 7 tim member.
Apa mimpi besar yang ingin diwujudkan dalam membangun bisnis ini?
Yaumi: Mimpi besar kita, kita percaya suatu hari nanti dalam waktu dekat Indonesia akan jadi kiblat kecantikan di Asia Tenggara. Kita percaya itu, karena dilihat dari pemerintah juga sangat supportif, dari BPOM, dari kementerian perindustrian, mereka sudah menempatkan bisnis industri sebagai salah satu penggerak bahkan pendapatan perkapita nasional kita di 2030. Jadi kita merasa on the right track, karena supportnya sangat luar biasa dari berbagai macam pihak. Dari BASE sendiri, ingin menjadi salah satu brand terdepan dan pilihan generasi muda selanjutnya.
Bagaimana BASE menghadapi kompetisi dengan brand lokal lainnya?
Yaumi: Beauty industry sendiri itu sebetulnya dari sisi opportunity sangat besar. Jadi kalau ibarat kata, payungnya besar. Kita percaya setiap player yang ada di lokal market, terutama local brand, pasti mereka punya marketnya masing-masing. Jadi kita melihat dengan banyaknya lokal brand di Indonesia, itu artinya kita sedang on the right track, tandanya konsumen menginginkan banyak local brand yang berpartisipasi secara aktif untuk memenuhi kebutuhan kecantikan mereka.
Ratih: Kalau ada banyak kompetisi, sebenarnya kompetisi membuat kita senang karena artinya kita memiliki tim eksternal, memiliki bala bantuan untuk sama-sama mengedukasi konsumen Indonesia bahwa produk kecantikan lokal itu sebenarnya berkualitas dan memiliki daya saing yang sama dengan produk global. Kedua, menyambung dengan mimpi kita tadi, bahwa ingin banget menjadi penggerak industri kecantikan di Indonesia. Dan ketiga, bagaimana cara agar orang tetap milih BASE? Kalau kita sendiri mencoba selalu fokus pada konsumen kita. Bagaimana caranya kita creating another value to our customers, karena at the day of the day our customers more than just the people we make product. Ketika kita develop product, ketika kita develop packaging, kita harus involve customer kita.
Apa yang dilakukan BASE dengan komunitasnya?
Yaumi: Nah, dari awal kita melihatnya, komunitas adalah sesuatu yang sangat penting bagi BASE. Yang menarik BASE tumbuh sebagai brand yang digital, jadi memang kita memulai ini pergi ke market itu bukan dari chanel offline dulu atau retail. Kita besar itu di online, digital. Lebih tepatnya, kita pertama kali launching itu lewat website BASE itu sendiri. Kita merasa karena kita adalah direct to consumer pada awalnya kita berdiri, consumer jari lebih tidak sungkan untuk approach kita melalui chanel yang kita punya, melalui sosial media, melalui channel consumer experience kita.
Dan yang menarik adalah ketika konsumen menanyakan produk rekomendasi ke kita, sering kali mereka tidak langsung menanyakan produk yang cocok itu apa, tapi lebih ke curhat dulu "Kak aku abis diputusin pacarku, makanya aku jerawatan". Tapi dengan begitu, jadi membantu kita untuk mengenal konsumen lebih baik. Karena konsumen kita bukan kayak robot yang dikasih tahu pakai ini saja. Maka dari situ, muncullah comunity agreements ini. Jadi kita melakukan gathering kecil-kecilan sebelum pandemi, ketemu, ngobrol-ngobrol dan dari yang luar pulau jawa, kita melakukan video, kita adakan give away, kelas-kelas yang akan membantu mereka pengembangan diri.
Ratih: Emang kita maintain kita nurture supaya mereka juga tahu value kita apa. Nah dari situ muncul juga awareness tentang pentingnya inclusivity dalam kecantikan, penting juga ya kita mulai berperan dalam proses sustainablity, jadi itu sih kayak bukan cuma dari kita ketika memberikan informasi ketika kita memberikan workshop workshop pengembangan diri, enggak berhenti sampai situ aja tapi hal-hal yang mereka pelajari itu mereka kembangkan dan juga mereka sebarkan ke komunitas-komunitas mereka.Jadi mereka kita melihat komunitas itu adalah perpanjangan tangan yang sangat bagus.
Bagaimana cara menciptakan lingkungan kerja yang nyaman menurut Anda?
Yaumi: Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman itu semua berasal dari refleksi diri kita sebagai employee. Jadi kayak kita selalu merasa beruntung bahwa kita tidak langsung terjun ke dunia enterprenuer, karena sebelumnya kita sudah pernah bekerja di beberapa office dan kita jadi kayak bisa melihat sebetulnya leadership style seperti apa yang cocok dengan kita dan situasi dan kondisi kantor seperti apa yang kita sukai.
Dari situ kita melihat sebetulnya kondisi kerja yang efektif, kondusif dan juga positif itu ternyata ini loh value-nya. Makanya kalau di BASE itu pertama kali kita bahas itu sebetulnya bukan produk yang akan kita luncurkan ke market, tapi kita bahas adalah ini company leadership dan kayak value-nya mau seperti apa? Itu kita kebetulannya sebulan brand storming kayak What is value that were going to employment the company. Jadi ada 7 value yang kita employment, yang salah satunya itu adalah advokat positivity, di mana advokat positivity itu kita sangat encourage untuk bisa speakup dan communication to wise between tiers mereka dan juga leader. Makanya kalau di BASE nggak heran melihat orang ada yang debat kusir, ketika kita berdiskusi tetapi itu bukan berarti sesuatu yang personal. Itu dibutuhkan untuk kita membangun produk dan juga konsumen experience yang lebih baik.
Ratih: Company kita yang ada nomor satu itu adalah internal student, artinya apa sih? Kita mengambil kutipan dari Ki Hajar Dewantara, Jadikan semua ruangan itu tempat belajar dan jadikan semua orang yang kamu temui gurumu. Kita nggak mau di dalam perusahaan ini ada yang merasa lebih pintar daripada yang lain. Jadi kita selalu mencoba untuk advokat ke teman-teman tim BASE, bahwa selalu ada hal yang bisa kita pelajari dari semuanya, misalnya meski kita sebagai co-founders dan Misalnya ada intern yang baru masuk, bukan berarti intern ini enggak bisa add value ke kita. Jadi bukan cuma mentoring dari yang lebih senior ke junior. Tapi kita juga kayak advokat proses mentoring. Contohnya kayak tren tiktok, nah inside seperti ini bisa kita pelajari dari teman-teman yang baru lulus, and that's fine. kita selalu advokat tim untuk selalu mempelajari sesuatu yang baru dan belajar itu bisa dari siapa aja.
Seberapa besar peran dan andil perempuan dalam bisnis ini?
Jadi untuk sekarang jumlah employee BASE sendiri jadi ini Mungkin kita bicara dalam lingkup internal BASE sebagai perusahaan. Jumlah karyawan berdasarkan gender itu 50:50, tetapi yang duduk di kursi leadership itu sekitar 80% adalah female. Jadi leadership itu artinya dia senior Manager ke atas ya. Kita tahu sebagai wanita ada hal-hal yang secara biologis itu berbeda. contoh saja sih kehamilan dan kelahiran seperti yang saya alam tahun lalu. Tentunya ambil cuti kan, karena hak juga.
Ratih: Dan karena kita berdua perempuan, kita memilki empati yang lebih tinggi pada perempuan lain, makanya pas di awal kita yakin company ini harus yang tahu tentang keluarga. Contohnya cuti kelahiran 6 bulan. Nggak cuma ke perempuan saja, tapi ke bapaknya juga, karena yang punya anak bukan cuma sendiri, ada bapaknya juga. Kita memberikan 1 bulan untuk bapaknya, dan bisa lebih menjadi 3 bulan. Dan ada beberapa kemudahan yang ditawarkan, seperti setiap bulan ada cuti menstruasi. Misal kehamilan bermaslah juga ada cutinya. Jadi kita tidak mau perempuan harus memilih diantara building family atau carrier, selama perusahaan mengizinkan melakukannya demikian.