Fimela.com, Jakarta Koleksi pakaian serba-kerut warna hitam dan putih mendominasi tampilan multi-brand store PILLAR di Plaza Indonesia. Terdiri dari atasan berbagai model, dari one shoulder, tank top, sampai dress dan rok dengan aksen drappery dan detail kerut yang khas.
Semua koleksi tersebut merupakan milik brand fashion berbasis di Tokyo, Jepang bernama MUME. MUME sendiri didirikan oleh fashion designer asal Indonesia Irene Wira di tengah masa studinya di Bunka Fashion College di Tokyo pada awal tahun 2020.
Siapa sangka, rancangan yang meredefinisi feminitas mendapat polesan kontemporer ini mendapatkan sambutan hangat dari negara-negara di Amerika dan Eropa. Dan akhirnya kini kita bisa melihat koleksinya lebih dekat saat mendarat di PILLAR, Jakarta.
“Awalnya enggak tahu bakal laku atau enggak, tapi ternyata laris. 90 persen marketnya dari US dan Europe. Aku belum pernah jual di Indonesia dan belum pernah terpikir stockist, tapi saat lihat PILLAR yang curated banget, jadi aku mau start di sini,” ujar Irene Wira saat ngobrol bareng Fimela di PILLAR, akhir pekan lalu.
What's On Fimela
powered by
Dirikan Secara Instan
Saat mulai berkuliah di sekolah mode nomor 2 di dunia pada tahun 2016, Irene sama sekali tak berencana mendirikan merek fashionnya sendiri. Namun, pandemi 2019 membuka kesempatan untuk Irene berkreasi dengan bebas di tengah aktivitas yang terbatas.
Saat sekolah diliburkan dan ia ‘dirumahkan’, maka satu-satunya kegiatan yang bisa dilakukan adalah membuat pakaian. Semua dilakukan secara instan, mulai dari mencari ide, proses kreatif, konsep berkelanjutan, sampai penjualan.
“Aku enggak punya hobi selain bikin baju, maka saat enggak boleh keluar rumah, aku mulai bikin baju di apartemenku. Mulailah aku sketching, bikin pola, photoshoot, bikin website, semua dilakuin sendiri,” kenang Irene.
Irene menemukan DNA MUME dari preferensi pribadinya yang menyukai detail kerut. Kini, kita menemukan eksplorasi kerut dalam setiap look yang ditawarkan MUME.
“Aku suka banget baju kerut-kerut, mulai dari horizontal, diagonal, dan di-layer. Semua dikerjakan dengan tangan dengan benang karet yang dijahit,” lanjut Irene.
Berkelanjutan dan Beretika
MUME pun mengklaim sebagai jenama busana yang berkelanjutan dan etis. Menurut Irene, ethical fashion dimulai dari sumber yang juga etis, dari kain dan benang yang dipakai.
Saat kembali ke Indonesia pada tahun 2021, Irene pun memanfaatkan waktunya untuk memahami seluk beluk pewarnaan alami di Jogja dan Bali. Ia tertarik dengan teknik dan proses batik dye yang sudah diterapkan dan diaplikasikan dalam koleksi MUME.
“Sebisa mungkin pas aku lagi di Indonesia ikut workshop seperti di Bali dan Jogja. Aku cobain langsung, dari workshop di tempat terpencil sampai menemukan tempat batik dying yang akhirnya cocok untuk dipakai MUME,” timpal Irene bahagia.
Selain material dan pewarnaan, Irene juga memaksimalkan konsep suistainable lewat pembuatan pola yang minim membuang bahan. Dan semua dilakukan secara digital yang menghemat bahan baku kertas sampai proses shipping yang memakai kemasan plastik 100 persen biodegradable.
“Termasuk juga sistem pre order yang membeli garmen saat menerima pesanan. Begitu juga desain yang timeless dan bisa dipakai setiap musim sebagai produk slow fashion,” tutup Irene.