Fimela.com, Jakarta Dalam menyambut bulan suci Ramadan, tentu ada banyak persiapan yang sering dilakukan setiap umat Muslim di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Banyak masyarakat yang memiliki tradisi berbeda-beda dari setiap daerah untuk menyambut bulan suci penuh berkah ini.
Banyak tradisi yang telah dilakukan dan masing-masing memiliki arti dan norma dari setiap daerah. Nah, kira-kira tradisi apa sajakah yang ada di Indonesia dalam menyambut bulan suci Ramada? Melansir dari indoindians.com (3/17), berikut beberapa tradisi menyambut Ramadan di setiap daerah Indonesia.
1. Nyadran atau Nyekar Bagi Masyarakat Jawa
Nyadran merupakan tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadan. Orang-orang akan mengunjungi makam keluarga dan leluhur mereka beberapa hari sebelum Ramadan tiba. Mereka akan meletakkan bunga, membersihkan area di sekitar makam dan berdoa. Jangan heran jika makam umat Islam di Indonesia dipadati pengunjung pada hari-hari terakhir Syaban atau bulan sebelum Ramadan dalam penanggalan Islam.
What's On Fimela
powered by
2. Dugderan di Jawa Tengah
Dugderan pertama kali dilakukan oleh masyarakat Semarang pada tahun 1881 untuk menentukan hari pertama Ramadan. Kini di zaman modern, Dudgeran dipandang sebagai pesta rakyat dengan parade panjang. Namun, puncak acara ini tetap sama, yaitu ritual untuk menentukan hari pertama puasa Ramadan. Acara ini memiliki maskot khusus yang disebut Warak Ngendog. Warak Ngendok adalah patung kambing berkepala naga. Patung tersebut dilengkapi dengan beberapa butir telur rebus sebagai simbol bahwa makhluk tersebut sedang bertelur. Ini terkait dengan Dudgeran pertama pada tahun 1881, ketika Semarang mengalami krisis pangan dan telur menjadi barang mewah bagi penduduknya.
3. Meugang di Banda Aceh
Meugang telah dirayakan di Aceh sejak tahta Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh. Saat itu Sultan Iskandar Muda banyak menyembelih hewan kurban dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat menjelang Ramadan. Saat ini tradisi Meugang diadakan tiga kali dalam setahun, yakni menjelang Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
4. Balimau di Minangkabau, Sumatera Barat
Balimau adalah tradisi masyarakat Minangkabau yang mandi di air dengan limau atau jeruk nipis. Biasanya tradisi ini diadakan di daerah-daerah tertentu yang terdapat aliran sungai dan tempat pemandian. Makna Balimau adalah menyucikan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadan
5. Nyorog di Betawi
Nyorog adalah tradisi Betawi di mana orang membagikan paket makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua seperti ayah, ibu, paman, atau kakek nenek. Dulu, paket diisi dengan sayuran dan ikan yang dimasak, tetapi sekarang orang berbagi paket biskuit, kopi instan, gula, sirup, teh, dan lain-lain. Tradisi Nyorog dianggap sebagai pengingat bahwa Ramadan akan datang dan masyarakat harus mempererat ikatan dengan keluarga.
6. Megibung di Bali
Umat Islam di Bali menyambut bulan suci Ramadan dengan Megibung. “Megibung” berasal dari kata gibung yang berarti berbagi, duduk melingkar dan makan bersama dengan nasi dan piring di atas nampan. Ritual ini diadakan di Kampung Islam Kepaon, Karangasem, Bali Timur pada tanggal 10, 20, dan 30 Ramadan. Ritual ini diperkenalkan oleh Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem pada abad ke-17.
7. Megengan di Jawa Timur
Masyarakat di Jawa Timur terutama di Tuban, Malang, dan Surabaya mengadakan tradisi Megengan untuk menyambut bulan Ramadhan. “Megengan” berasal dari bahasa Jawa megeng, yang berarti “memegang”. Tradisi ini mengingatkan orang-orang bahwa Ramadan akan datang, dan mereka harus menahan diri dari melakukan dosa. Selama Megengan, masyarakat biasanya duduk bersama di masjid atau lapangan untuk berdoa bersama dan makan bersama. Tradisi itu juga merupakan salah satu cara penyebaran Islam di Jawa Timur sejak dulu.
8. Malamang di Sumatera Barat
Malamang atau memasak lemang, kue beras yang dimasak dalam bambu telah menjadi tradisi khusus masyarakat Minangkabau untuk menyambut bulan suci Ramadan. Saat Malamang, orang akan berkumpul di lapangan untuk membuat dan memanggang lemang bersama. Lemang kemudian disajikan dengan tapai sipuluik atau beras ketan hitam yang difermentasi dan atau daging durian.
Cara masyarakat menyambut Ramadan di Indonesia mungkin berbeda-beda, namun semua ini memiliki kesamaan, mereka berbagi kebersamaan, menyambut bulan dengan suka cita, dan berharap bulan tersebut diberkahi. Arus globalisasi dan modernisasi tidak akan pernah menurunkan semangat mereka untuk melestarikan tradisi.