Fimela.com, Jakarta Kasus pelecehan seksual berulang kali terjadi di dalam ruang publik, khususnya transportasi umum. Terbukti dari data IPSOS 2021, dimana 8 dari 10 perempuan di dunia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.
Data tersebut juga melaporkan, bahwa 91% orang pernah menyaksikan pelecehan seksual di ruang publik namun tidak tahu harus berbuat apa. Padahal 71% mengatakan situasi akan membaik jika seseorang membantu.
Bertepatan Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret, Cinta Laura sebagai duta anti kekerasan dan brand ambassador L'Oréal Paris menyerukan untuk melawan pelecehan seksual di ruang publik. Tak hanya sebagai korban, namun siapapun yang melihat pelecehan seksual (sebagai saksi) juga harus ikut melawan.
“Saya berharap dengan banyaknya yang melapor agar aksi-aksi tersebut tidak menjadi normal lagi di masyarakat kita,” ujar Cinta Laura dalam acara kampanye Stand UP Melawan Pelecehan Seksual di Transportasi Umum yang digelar L'Oréal Paris bersama PT JakLingko Indonesia, PT KAI (Persero), PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), PT LRT Jakarta, PT MRT Jakarta, dan PT Transjakarta, pada (16/3) di Stasiun BNI City, Jakarta.
What's On Fimela
powered by
Kecenderungan Victim Blaming
Pada kesempatan ini, Cinta Laura juga sempat berbincang dengan pengguna KRL Commuter Line dan petugas transportasi umum untuk menggali lebih dalam mengenai fenomena untuk memahami mengapa sebagian dari para komuter yang menyaksikan pelecehan mungkin ada yang enggan melakukan intervensi pada saat kejadian.
Menurutnya, masyarakat Indonesia masih suka menyalahkan korban atas kekerasan seksual yang menimpanya. Padahal, kekerasan seksual bukan terjadi karena pakaian, tingkat edukasi, kondisi ekonomi maupun lingkungan.
“Saya sempat melakukan interview kepada pengguna transportasi umum, dia bilang ke aku ‘Saya pernah menyaksikan sebuah aksi pelecehan, tapi korbannya bukan disupport tapi dibilang lebay’. Itu victim blaming, jangan menjadi orang kayak gitu. Kalo di psikologi namanya bystander effect,” kata penyanyi itu.
Bystander effect atau efek pengamat/saksi adalah teori psikologi sosial yang menunjukkan reaksi psikologis ketika seseorang membutuhkan pertolongan tapi orang-orang disekitarnya tidak ada yang membantu karena sama-sama beranggapan bahwa akan ada orang lain yang akan menolong korban, sehingga pada akhirnya tidak ada orang yang menolong sama sekali.
5 Cara Menolong Korban Pelecehan Seksual
Di samping itu, Cinta Laura mengungkapkan ketidaktahuan masyarakat tentang cara menolong korban pelecehan seksual di ruang publik juga menjadi salah satu faktor utama mengapa seseorang melakukan bystander effect. Untuk itu, dia menyerukan kepada saksi pelecehan seksual untuk melakukan metode intervensi 5D (Dialihkan, Dilaporkan, Dokumentasikan, Ditegur, dan Ditenangkan).
Dialihkan berarti melakukan distraksi untuk mengalihkan perhatian dari apa yang terjadi. Ditegur berarti mulai bicara dan tegur pelaku pelecehan. Beri tahu pelaku bahwa apa yang mereka lakukan tidak baik.
Ditenangkan artinya saksi bertanya perasaan korban sembari menawarkan langkah untuk melaporkan pelaku. Dilaporkan berarti memberi tahu apa yang terjadi kepada petugas dan tanyakan apakah mereka bisa melakukan sesuatu tentang hal itu. Terakhir didokumentasikan berarti merekam kejadian, namun dengan catatan tidak memviralkan. Dokumentasi video sepenuhnya merupakan tanggung jawab korban untuk melapor atau hanya menyimpannya saja.
Metodologi Intervensi 5D L'Oréal Paris yang dikembangkan bersama dengan para pelatih profesional ini telah diakui oleh sejumlah ahli sebagai pilihan yang aman, mudah diaplikasikan, praktis, dan efektif untuk digunakan baik bagi saksi maupun korban pelecehan seksual sebagai solusi yang dapat membantu saksi untuk berani mengambil tindakan.
Cinta Laura menegaskan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi pada siapapun. Karena itu, kesadaran akan isu ini sudah seharusnya dipupuk setiap orang tanpa memandang gender atau bahkan posisi
“Perubahannya mulai dari edukasi. Bukan hanya anak anak di sekolah. Tapi untuk kita semua baik yang memiliki posisi. Semua orang perlu di-training mengenai isu ini,” tegasnya.
“Karena kalau orang yang berwenang belum sepenuhnya mengerti, korban akan terus disalahkan, tidak dilindungi dan seperti tidak ada yang support,” sambungnya,
Lahirnya UU TPKS juga menjadi angin segar dalam menyelesaikan masalah-masalah kekerasan seksual. Kehadirannya juga menjadi jaminan hukum bagi para korban kekerasan seksual untuk mendapatkan pendampingan dan pemenuhan hak-haknya.
Bagi Sahabat Fimela yang menjadi korban atau saksi pelecehan seksual, jangan ragu untuk melaporkan tindak kekerasan seksual yang ditemui di berbagai ruang publik melalui kanal-kanal layanan pengaduan ataupun petugas berwajib. KemenPPPA telah memiliki layanan pengaduan SAPA 129 yang dapat diakses melalui call center SAPA 129 atau WhatsApp 08111-129-129.