Lady Boss: Di Balik Suskes Bisnis Ekspor Buah, Swasti Adicita Bawa Perubahan untuk Perempuan

Nizar Zulmi diperbarui 28 Feb 2023, 10:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Indonesia sebagai negara tropis dan agraris menjadi surga bagi berbagai jenis buah dan sayur yang tumbuh subur. Bahkan negara kita masuk di daftar 10 besar produsen buah-buahan ekspor di dunia. Namun nyatanya tak banyak yang bisa konsisten menekuni bisnis ekspor buah-buahan.

Banyak faktor yang membuat geliat ekspor komoditi Indonesia tak terdengar lantang di telinga awam. Salah satu perusahaan yang sudah cukup lama berkecimpung adalah PT. Nusantara Segar Global, atau yang juga dikenal sebagai Java Fresh.

Java Fresh sebagai eksportir yang bersertifikat Global Good Agricultural Practice (GAP) didirikan oleh tiga founders, yakni Robert Budianto, Margareta Astaman, dan Swasti Adicita. Mereka punya misi memperkenalkan buah-buahan Indonesia di mata dunia. Berkatnya, buah-buahan Nusantara sudah mulai dikenal dan digemari di Eropa dan kini mulai juga dipasarkan di kawasan Asia.

Swasti, Co-Founder dan CMO Java Fresh menjelaskan potensi dan ironi yang terjadi di bisnis yang ia geluti. Menurutnya rasio jumlah produksi buah yang diproduksi dan yang diekspor terbilang relatif kecil dibanding negara-negara lain, padahal secara kualitas buah kita bisa bersaing.

"Menurutku secara kualitas buah kita sangat unggul, karena memang mungkin yang banyak yang belum tahu bahwa Indonesia itu adalah masuk ke top 10 fruit producer di dunia. Kita menjadi salah satu negara yang memproduksi buah terbanyak, tapi kita nggak masuk top 10 fruit exporter. Jadi kita produksinya banyak banget, tapi yang bisa diekspor keluar nggak banyak," jelasnya dalam sesi wawancara khusus dengan FIMELA belum lama ini.

 

(Foto: Adrian Putra, Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Fimela.com)

Dirintis sejak tahun 2014, Swasti Adicita dan tim punya keinginan untuk mengangkat produk lokal. Tak hanya dari sisi produk, tapi juga melibatkan para petani lokal dan tenaga kerja, terutama perempuan yang saat ini cukup banyak di daerah-daerah.

"Ketika kita makin sering blusukan masuk ke daerah-daerah, bahwa kita ngelihat bahwa banyak perempuan di daerah itu yang ingin banget sebenarnya berkarya, pengen punya pekerjaan, tapi nggak bisa karena memang masih beban-beban sosial yang mau nggak mau harus mereka tanggung, nggak bisa ninggalin keluarga nggak bisa ninggalin anak, beda dengan laki-laki"

"Dari situlah kita ngerasa oke berarti kalau kayak gitu kita mencoba untuk membuka akses lebih luas secara pekerjaan ke mereka dengan cara packing house kita sengaja dibuka di daerah-daerah, jadi kita enggak mendekat ke kota atau nggak mendekat ke port tapi kita mendekat ke tempat tinggal mereka. Jadi biasanya suaminya petaninya atau suaminya kerja di luar kota dan mereka yang masih bisa kerja dan bantuin kita di packing," tuturnya.

Dengan pengalaman sekitar 9 tahun di bidang ekspor buah-buahan, Swasti Adicita belajar banyak hal. Tak hanya tentang mengembangkan bisnis, ia juga punya concern untuk membawa perubahan-perubahan kecil yang punya dampak besar terhadap para perempuan di sekitarnya. Berikut kutipan wawancara kami dengan Swasti Adicita Karim selengkapnya.

 

2 dari 3 halaman

Potensi Buah Indonesia di Kancah Global

(Foto: Adrian Putra, Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Fimela.com)

Seperti apa perjalanan awal memulai Java Fresh? Apa yang menjadi pemicu?

Java fresh berdiri di sekitar tahun 2014. Saat itu kita melihat di Indonesia kok kita apa-apa import ya? Ada keresahan bahwa kenapa sih di Indonesia semuanya impor dan kita sampai sampai lupa bahwa ternyata di luar sana itu ada potensi market yang luar biasa besar. Dan bahwa sebenarnya barang-barang dari Indonesia pun sebenarnya diinginkan juga kok oleh masyarakat global atau masyarakat dunia. Banyak juga yang ingin tahu sebenarnya barang-barang dari Indonesia seperti apa. Tapi karena kita udah terlalu terbiasa impor, bahkan kayak slogan pemerintah kan 'Swasembada Pangan'. Kami berpikir kok 'Swasembada Pangan' aja, padahal hasil bumi Indonesia itu sangat berlimpah dan kita ngerasanya kayak sayang banget kalau misalnya market yang sangat besar di luar sana, sampai sekarang ada beberapa miliar penduduk dunia itu kok enggak di tap in sama kita. Dari situlah, kita merasa wah m ada sesuatu yang bisa kita kerjakan bareng-bareng nih. Akhirnya saya dab temab-temam membentuk Java Fresh.

Kenapa ingin fokus pada ekspor buah-buahan?

Kenapa buah-buahan? karena kita melihat buah-buahan Indonesia itu kualitasnya oke dan secara taste atau rasa masuk ke market di luar sana. Dan mungkin kayak kita ngerasanya oh kalau di Indonesia seringnya makan buah import misalnya seperti Kiwi, Jeruk Mandarin, Apel. Sampai kita ngerasa kayaknya lebih oke nih kualitasnya dibanding buah di Indonesia. Tapi sebenarnya pemikiran yang sama itu juga ada di orang luar sana, orang luar sana juga penasaran, mereka bosen juga makannya apel dan berys terus. Mereka juga sebenarnya punya rasa ingin tahu, ingin mencoba buah-buah dari luar negeri juga, salah satunya Indonesia yang menurut sangat eksotis (nereka menyebutnya)

Apa saja tantangan yang dihadapi di tahap merintis bisnis?

Sebenarnya kalau ngomongin agribisnis di Indonesia tantangannya benar-benar dari hulu ke hilir, banyak banget kalau ngomongin tantangannya. Cuman kalau misalnya bisa di pin point beberapa tantangan yang paling highlighted-nya lah, yang pertama adalah kita (Java Fresh) sangat sedikit pihak yang udah masuk ke agribisnis khususnya buah-buahan ya hortikultura, jadi kita nggak punya benchmark atau enggak punya role model, mungkin punya 1 atau 2. Jadi kita enggak bisa tuh misalnya kayak mungkin kalau di sekarang buka Cafe yang jual es kopi susu gitu, kan sudah banyak dan kita bisa belajar nyobain sambil melihat. Tapi kalau melihat expor buah, ya nggak segampang itu kita belajar dengan yang sudah ada. Jadi kita benar-benar harus belajar dari nol building around system sampai quality standard dan lain sebagainya. Dan berikutnya adalah yang juga menjadi tantangan yang masih terjadi sampai hari ini adalah secara teknologi, baik secara teknologi pra-panen maupun paskapanen, ndustri buah-buahan di Indonesia itu masih tertinggal sangat jauh dengan kompetitor kita yang berasal dari negara-negara tetangga atau negara-negara lain.

Menuju 10 tahun bisnis, di tahun ke berapa bisnis mulai stabil?

Jujur aku nggak pernah ngerasa kayak gitu maksudnya dalam artian kita masih terus hungry, masih terus pengin untuk ngembangin. Karena kita ngelihat bahkan dengan posisi kita sekarang pun masih banyak banget orang di luar sana yang belum mengenal buah-buah dari Indonesia, betapa enaknya, betapa segar dan tentunya secara natural, sehingga aman untuk dikonsumsi. Jadi kita ngelihat sampai titik ini pun masih banyak orang di luar sana yang masih belum nyobain dan itu jadi misi kita.

 

 

(Foto: Adrian Putra, Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Fimela.com)

Sejauh ini sudah berapa negara yang diekspor?

Saat ini kita 21 negara di empat benua. Jadi kita mostly di Eropa, kita juga sudah masuk ke Asia, terus di Amerika Utara kita akan masuk ke Kanada sih dan Australia.

Produk buah-buahan Indonesia ada di level mana jika dibandingkan dengan negara lain?

Intinya kalau ketika kita sudah memutuskan untuk masuk ke pasar expor atau pasar global, saingan kita udah nggak dari perusahaan sebelah di Indonesia atau dari provinsi sebelah. Kita saingannya sama negara-negara lain. Sejauh mana? Kalau menurutku secara kualitas buah kita sangat unggul, karena memang mungkin yang banyak yang belum tahu bahwa Indonesia itu adalah masuk ke top 10 fruit produser di dunia. Kita menjadi salah satu negara yang memproduksi buah terbanyak, tapi kita enggak masuk top 10 fruit exporter. Jadi kita produksinya banyak banget, tapi yang bisa diekspor keluar nggak banyak. Nah itu kan banyak pertanyaannya, apa enggak ada yang beli? apa enggak ada yang jual? Apa ada yang beli dan yang jual tapi sebenarnya kualitasnya kurang memadai. Itu yang tadi aku ngomongin tentang teknologi dari pra panen dan pasca panen, jadi memang semuanya juga harus diperbaiki biar semuanya bisa naik juga.

 

Buah paling favorit?

Salah satu yang paling favorit Itu manggis, tapi kita juga sering banget ngirim salak, jeruk purut , mangga gedong gincu, rambutan.

Apa buah Indonesia yang mungkin underrated tapi diminati di luar negeri?

Mungkin manggis, karena manggis kan kita jarang makan atau misalnya kita juga nggak mau nganggap manggis sebagai makanan yang mewah, makan yang luxurious, tapi ternyata di luar negeri orang-orang bersedia untuk membeli dengan harga yang premium.

Java Fresh merangkul petani lokal? Bagaimana cara teknisnya?

Iya betul, kita kerja sama dengan ribuan petani di Indonesia, kita ngajak mereka untuk grow bareng, dalam artian we made them do something yang mereka belum pernah lakukan sebelumnya, memang akan banyak sekali challenge-nya bahwa kita punya standar kualitas yang harus dipenuhi, ada syarat-syarat yang enggak bisa diabaikan seperti kalau misalnya jualan di pasar lokal misalnya kayak gitu dan tapi karena semangatnya sama mau membuka market untuk buah-buahan di Indonesia, alhamdulillah sih kita dapat partner-partner yang juga sangat suportif dan mau bekerja sama Walaupun memang nggak semudah itu tentunya.

Standarisasinya buah-buahannya apa sih?

Kita salah satu dari 3 perusahaan buah di Indonesia yang certified GAP, Global Good Agricultural Process itu ada banyak sekali persyaratan yang harus kita penuhi, mulai dari sanitasi, higienitas, cara membersihkan bahkan dari sisi kepegawaian kita, cara kita memastikan pegawai kita bersih dan mendapatkan tindakan-tindakan terhadap buah kita juga dengan cara yang baik itu juga ada standarnya. Jadi itu yang salah satu tugas utama kita.

 

3 dari 3 halaman

Membawa Kepedulian

(Foto: Adrian Putra, Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Fimela.com)

 

Apa pertimbangan melibatkan banyak perempuan di tim?

Saya dan partner perempuan saya awalnya sih by default kita nggak pernah berpikir atau mengotak-ngotakkan pekerjaan atau mengotak-ngotakkan profesi berdasarkan gender. Jadi kita nggak pernah ngerasa kayak ini harus diisi perempuan, ini harus diisi laki-laki. Tapi karena kita juga ngelihat bahwa mungkin kita ada privilege di Jakarta atau kota-kota besar.

Ketika kita makin sering blusukan masuk ke daerah-daerah, bahwa kita ngelihat bahwa banyak perempuan di daerah itu yang pengin banget sebenarnya berkarya, pengen punya pekerjaan, tapi enggak bisa karena memang masih beban-beban sosial yang mau enggak mau harus mereka tanggung, enggak bisa ninggalin keluarga enggak bisa ninggalin anak, beda dengan laki-laki. Dari situlah kita ngerasa oke berarti kalau kayak gitu kita mencoba untuk membuka akses lebih luas secara pekerjaan ke mereka dengan cara packing house kita sengaja dibuka di daerah-daerah, jadi kita enggak mendekat ke kota atau enggak mendekat ke port tapi kita mendekat ke tempat tinggal mereka. Jadi biasanya suaminya petaninya atau suaminya jmkerja di luar kota dan mereka yang masih bisa kerja dan bantuin kita di packing.

Momen apa yang membuat Anda bahagia dengan mendukung perempuan lain?

Yang paling bikin saya happy itu ketika mereka berdaya dalam artian mereka punya lebih banyak posisi dan punya power di keluarganya. Jadi ketika mereka memutuskan bagaimana untuk spending uangnya mereka itu bisa mengambil keputusan, jadi enggak cuman bergantung sama suaminya. Sementara kan ada sudut pandang-sudut pandang atau kebijakan-kebijakan yang ketika diambil sama seorang ibu beda ketika diambil sama seorang ayah.

Di situlah aku ngerasa kayak oh ini ada hasilnya lah kerja keras kita termasuk di dalamnya adalah kita berusaha juga untuk meminimalisir atau mengurangi pernikahan yang di bawah umur, misalnya kayak gitu karena di daerah kan tinggi tingkat pernikahan di bawah umur. Tapi ketika kita bisa memberikan akses pekerjaaan, ketika ibunya kita kasih pekerjaan, ibunya bisa menyekolahkan anaknya lebih tinggi. Jadi anaknya enggak lulus SD SMP langsung dinikahin, tapi mereka punya cukup bekal untuk sekolahin anaknya lebih tinggi. Enggak cuman masalah uangnya tapi juga pandangan sih bahwa perempuan ini bisa kerja. Nggak cuma menikah, tapi mereka bisa juga bekerja. Jadi sudut pandang itu yang juga jadi angle baru lah buat mereka gitu.

 

(Foto: Adrian Putra, Digital Imaging: Nurman Abdul Hakim/Fimela.com)

Perempuan butuh apa untuk bisa mandiri?

Sebenarnya perempuan hanya butuh percaya diri. Kalau menurutku banyak dari perempuan Indonesia nggak cukup percaya sama dirinya sendiri yang bahwa mereka bisa, sama okenya dengan orang lain atau bahkan dengan laki-laki. Sebenarnya terlalu banyak stereotyping atau ngotak-otakan diri mereka sendiri. Kayak kan saya perempuan jadi saya enggak boleh begini begini. Kan saya perempuan, jadi saya enggak boleh begitu-begitu. Seharusnya pandangan seperti itu udah enggak terlalu dipikirin karena banyak yang bisa dilakukan dengan kualitas yang sangat baik.

Adakah pesan untuk perempuan yang terkendala untuk mandiri?

Menurutku sih tetap semangat dan nggak perlu yang terburu-buru. Kalau mau mau mencapai sesuatu nggak perlu langsung doing a big jump atau kayak secara ekstrem apa yang mengubah keseharian. Cuman memang fokus aja ketika melakukan, coba melakukan sedikit demi sedikit ataupun satu perubahan sehari. Misalnya mau memfokuskan diri pada mimpi. Misalnya saya mau kerja, jualan online shop misalnya, selama setiap hari diluangkan sedikit waktu untuk melakukan itu aku rasa sih soon and later pasti akan kejadian. Lebih baik gitu kan, dibandingin enggak sama sekali.

Apa menurut Anda kunci sukses dalam mengembangkan bisnis?

Kunci suksesnya maju terus pantang mundur. Intinya jangan ragu untuk kolaborasi juga sih, kita juga secara terus-menerus dan terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk juga dari petani-petani sendiri, karena mereka lebih tahu dibanding kita, jadi terus banyak belajar.