Review Buku Novel Breasts and Eggs, Mieko Kawakami

Endah Wijayanti diperbarui 07 Feb 2023, 15:09 WIB

Fimela.com, Jakarta Natsuko masih berjuang mewujudkan impiannya sebagai penulis ketika kakaknya, Makiko dan anak perempuan Makiko, Midoriko datang mengunjunginya di Tokyo. Makiko dan Midoriko menghabiskan waktu beberapa hari tinggal bersama Natsuko. Dalam kunjungan itu, Makiko punya tujuan untuk mencari pilihan yang lebih terjangkau untuk melakukan pembesaran payudara. Sementara itu, Midoriko sudah tidak bicara selama enam bulan sebagai bentuk protesnya terhadap sesuatu.

Pertengkaran terjadi antara Makiko dan Midoriko sebelum keduanya kembali pulang. Lalu, cerita beralih ke masa sepuluh tahun kemudian. Di usia 30-an, Natsuko berhasil menerbitkan kumpulan ceritanya. Dia juga mulai berjuang untuk menerbitkan novel. Dalam masa-masa tersebut, Natsuko mulai mempertimbangkan untuk memiliki anak. Tanpa memiliki pasangan dan masalah-masalah hidupnya yang belum sepenuhnya tuntas, Natsuko mencari tahu sejumlah kemungkinan dan pilihan yang bisa ia ambil untuk memenuhi harapannya menjadi seorang ibu terlebih karena semakin bertambah usia dia merasa ada keinginan dan kebutuhan yang perlu ia penuhi.

 

 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Breasts and Eggs

Novel Breasts and Eggs./Copyright Endah

Judul: Breasts and Eggs

Penerjemah: Sam Bett & David Boyd

Penerbit: Picador

On a sweltering summer's day in a poor suburb of Tokyo we meet three women: thirty-year-old Natsuko, her older sister Makiko, and Makiko's teenage daughter Midoriko. Makiko, an ageing hostess despairing over the loss of her good looks, has travelled to the city in search of the breast-enhancement surgery she thinks will change her life. Accompanying her is Midoriko, who has recently stopped speaking. In Natsuko's rundown apartment the three women slowly confront their individual anxieties as well as their relationships under the weight of Midoriko's punishing silence.

Eight years later, we are reunited with Natsuko. She is now a writer and finds herself on a journey back to her native city, returning to memories of that summer and her family's past as she faces her own uncertain future.

***

"My life was like a dusty shelf in an old bookstore, where every volume was exactly where it had been for ages, the only discernible change being that my body has aged another ten years." pg. 14

"Age is just a number; it can't tell you everything about a person." pg. 32

"It feels like I'm trapped inside my body. It decides when I get hungry, and when I'll get my period. From birth to death, you have to keep eating and making money just to stay alive." pg. 44

"I recognize that luck, effort, and ability are often indistinguishable. And I know that, in the end, I'm just another human being, who's born only to die." pg. 88

Natsuko pun mencari berbagai pilihan yang sekiranya tersedia untuknya agar bisa hamil. Bukannya dia tak pernah punya pasangan, tapi sebuah hubungan di masa lalu meninggalkan pengalaman dan kisah yang cukup menyakitkan baginya termasuk terkait hubungan intim yang pernah dialaminya. Ingin memiliki anak dan menjadi ibu di atas usia 30-an tanpa punya pasangan dengan penghasilan yang bisa dibilang masih belum cukup stabil, Natsuko dilanda berbagai macam dilema.

Masa kecil hingga remaja dialami Natsuko dengan berbagai pergolakan. Tinggal hanya dengan ibu dan kakak perempuannya, dia mulai mempertanyakan banyak hal tentang identitas dan jati dirinya sebagai perempuan. Pengalaman pertamanya mengalami haid pun menghadirkan sejumlah pertanyaan di benaknya terkait tubuhnya, kebebasan, dan perjalanan hidupnya.

Natsuko sempat bingung dengan keputusan dan keberanian Makiko untuk menjalani prosedur pembesaran payudara. Menurutnya tak ada yang salah dengan payudara Makiko, tetapi ada sebuah pengalaman di masa kecil mereka yang tampaknya ikut memengaruhi keputusan Makiko untuk melakukan prosedur itu.

"Life is hard, no matter the circumstances." (pg. 237)

"Considering my age, I wondered if it may be time to think about freezing my eggs. My head was full of questions about the future that was dangerously unprepared to answer." (pg. 300)

"Once you have children, you can't unhave them." (pg. 349)

Sebagai perempuan dewasa dan hidup sendirian di usia 30-an, Natsuko makin mempertanyakan banyak hal tentang arah hidupnya. Keinginannya memiliki anak sangat kuat, tapi akan tidak mudah baginya untuk menjadi ibu tunggal dengan penghasilan dan cara hidupnya saat ini. Namun, di sisi lain dia merasa punya kebebasan dan pilihan sendiri untuk melakukan hal-hal yang ia mau dengan tubuhnya dan rahimnya. Belum lagi dengan pandangan masyarakat serta berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika dia memiliki anak dengan cara yang dianggap tidak semestinya dilakukan.

Novel ini juga menyajikan sejumlah perspektif tentang toxic masculinity, kerapuhan hubungan asmara dan hubungan keluarga, hingga perdebatan soal memiliki dan mengandung anak melalui donor sperma. Gambaran kehidupan perempuan kontemporer di Jepang direfleksikan melalui soso Natsuko yang memiliki banyak lapisan pengalaman serta pemikiran sendiri untuk memperjuangkan kehidupannya.

Breasts and Eggs karya Mieko Kawakami ini bisa menjadi referensi bacaan yang memberi pengalaman membaca yang sangat berkesan. Alurnya cukup pelan tapi menghadirkan berbagai macam emosi dan perasaan yang sangat dekat dengan keseharian dan kehidupan yang dijalani seorang perempuan di masa modern ini.