Sepanjang Tahun 2022 Kemenkes Catat 6 Kematian Suspek Campak

Fimela Reporter diperbarui 24 Jan 2023, 06:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat terdapat laporan kematian suspek campak yang terjadi sepanjang tahun 2022. Kasus suspek yang dimaksud belum sempat terkonfirmasi laboratorium (lab) dengan artian apakah kasus tersebut termasuk campak atau bukan. Namun, berdasarkan gejala yang ditunjukan mengarah pada penyakit campak.

Melansir dari liputan6.com Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI Prima Yosephine mengungkapkan bahwa status kematian yang tercatat masih dalam kategori suspek campak karena belum ada hasil laboratorium yang keluar terkait kepastian penyakit yang diderita. 

"Dari kasus campak yang ada di tahun 2022, memang ada beberapa kasus ini yang belum sempat diperiksa lab. Jadi statusnya masih tetap menjadi status suspek," ungkapnya saat 'Press Conference: Update Perkembangan Campak di Indonesia.

Prima juga menuturkan bahwa berdasarkan data yang didapatkan oleh Kemenkes, pasien yang meninggal memiliki data kasus suspek. Meski dalam pemeriksaan lab belum ada hasil, namun berdasarkan gejala seperti demam dan ruam keenam pasien masuk dalam data suspek campak.

Berdasarkan data keseluruhan dari Kemenkes, terdapat lebih dari 3 ribu kasus campak yang terkonfirmasi laboratorium sepanjang tahun 2022. Adapun jumlah ini tersebar di 223 kabupaten/kota di 31 provinsi yang ada di Indonesia. 

"Ada lebih dari 3.000 kasus (campak) yang sudah ada, tepatnya 3.341. Ini yang sudah confirm lab yang sudah menyebar di 223 kabupaten/kota di 31 provinsi," ungkap Prima.

2 dari 3 halaman

Cakupan imunisasi yang rendah

Ilustrasi imunisasi campak pada anak. Credits: pexels.com by CDC

Saat ini kasus campak yang terkonfirmasi di Indonesia berjumlah 3.341 kasus, data tersebut terbilang meningkat jika dibandingkan dengan kasus-kasus sebelumnya. Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Anggraini Alam, peningkatan kasus campak kemungkinan besar terjadi karena menurunnya cakupan imunisasi anak selama pandemi Covid-19.

"Indonesia ini diperlihatkan sejak tahun 2015 cakupan DPT (difteri, pertusis, dan tetanus), atau kita tahu anak-anak mendapatkan pentavalen, itu sudah mulai turun. Lebih menurun lagi di 2020," ujar dokter yang akrab disapa Anggi dalam media briefing bersama IDAI.

"Artinya, memang cakupan kita se-Indonesia sudah rendah. Mulai kapan? Mulai di 2015 utamanya, apalagi ditambah adanya COVID-19. Secara global memang imunisasi menjadi turun cakupannya."

Anggi juga menuturkan bahwa penyakit campak merupakan penyakit yang kerap disepelekan oleh masyarakat, sehingga banyak dari mereka yang tidak melakukan imunisasi yang seharusnya penting dikemudian hari. 

"Ditambah dengan karena kita lihat, 'Ah campak, sudah enggak pernah lihat kok. Itu sih zaman dulu'. Kalaupun juga ada campak, ini jarang lihat. Kalau ada dianggap ringan," lanjutnya Anggi.

3 dari 3 halaman

Pentingnya imunisasi

Ilustrasi vaksin campak untuk anak-anak. (Sumber foto: Pexels.com)

Berdasarkan informasi dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyebut bahwa saat ini telah ada 53 KLB campak yang tersebar di 34 kabupaten/kota di 12 provinsi yang ada di Indonesia.

Melihat itu, para orangtua diminta untuk melakukan vaksin campak anak untuk mencegah penularan penyakit campak yang mematikan ini. Sebelumnya, penurunan vaksin campak disebabkan oleh kehadiran pandemi Covid-19, sehingga pemberian vaksin campak mengalami hambatan.

Berikut merupakan kelebihan dari vaksin campak yang harus diperhatikan oleh orangtua, antara lain:

  • Setiap tahun, vaksin campak mencegah lebih dari 5 juta kematian anak secara global.
  • Vaksin dapat mendukung kesehatan.
  • Vaksin memiliki jangkauan yang luas untuk kesehatan.
  • Vaksin berdampak cepat terhadap imunitas tubuh.
  • Vaksin bisa menyelamatkan nyawa dan mengurangi pengeluaran.  

 

Penulis: Angela Marici.

#Women for Women