Fimela.com, Jakarta Semakin banyak orang yang menyerukan body positivity sebagai pola pikir untuk bisa menerima kondisi diri yang apa adanya. Konsep ini nyatanya mampu membuat banyak orang lebih bisa menerima bentuk tubuh yang apa adanya tanpa harus termakan oleh asumsi publik yang belum tentu sepenuhnya benar. Terutama pada mereka yang tubuh sintal.
Namun ternyata, konsep body positivity ini tidak berhenti pada tahap penerimaan bentuk tubuh. Melainkan seharusnya menjadi konsep pola pikir menyeluruh yang juga diaplikasikan pada pola makan seimbang.
"Bukan cuma gerakan tapi living concept. Dalam body positivity, perempuan harus dealing dan self compassion dengan tubuh. Hubungannya dengan pola makan, berarti perempuan akan tahu bahwa makanan yang disupply ke tubuh benar-benar yang memang dibutuhkan tubuh. Otomatis dia tahu kapan harus berhenti saat cukup dan intake jenis makanan lebih saat dibutuhkan," jelas dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK saat Fimela Talks.
What's On Fimela
powered by
Pengaruh stres
Menurut Dr. Ray, konsep Isi Piringku yang dirancang oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi bagian dari pengaplikasian body positivity. Di mana dengan makanan yang seimbang, perempuan tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuhnya.
Apalagi perempuan dianugerahi kondisi biologis yang berbeda dengan laki-laki, yang artinya sistem hormonalnya pun lebih fluktuatif yang menyebabkan perempuan cenderung lebih moody. Saat terjadi perubahan hormon, terutama pada perempuan yang sedang hair, ibu baru melahirkan dan menyusui, akan terjadi perubahan dalam sistem metabolisme secara menyeluruh.
Ketika kadar hormon stres atau kortisol naik, ia akan menekan hormon lainnya, seperti hormon kebahagiaan yang didapat dari dopamin dan oksitosin. Hal ini akan merangsang saraf lainnya, termasuk saraf yang mengatur nafsu makan.
Makna body positivity yang tergeser
Ketika mengalami kondisi stres yang manifestasinya adalah gangguan makan otomatis status nutrisinya bisa menjadi buruk. Gangguan makan bisa berbentuk kurang makan atau tidak sama sekali serta makannya bisa berlebih.
"Ketika ibu tidak bisa menyelesaikan masalahnya, larinya ke gangguan makan. Anak akan melihat, 'Oh ibu sayurnya dibuang, tidak mau makan daging, tidak mau makan nasi'. Akhirnya ada ketidakseimbangan zat nutrisi micronutriens dan macronutrients pada anak. Apalagi peniruan anak itu bagus banget. 90 persen hal yang dilihat anak bisa langsung ditiru,"jelas dr. Ray.
Sayangnya dalam kehidupan sosial, perubahan bentuk tubuh yang terlihat lebih ideal selalu mendapat pujian. Padahal untuk mendapatkan bentuk tubuh sedemikian rupa ada pola makan yang tidak seimbang, berujung pada kurang nutrisi pada tubuh perempuan. Hal ini membuat konsep body positivity menjadi bergeser.