Mengenal TMC, Teknologi Modifikasi Cuaca Ekstrem dengan Menebar Garam di Awan

Fimela Reporter diperbarui 29 Des 2022, 19:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Cuaca ekstrem di Indonesia sering kali terjadi di akhir tahun hingga awal tahun baru. Dalam upaya meminimalisir keparahan dampak yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, pemerintah kerap menerapkan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca). TMC pada hakikatnya merupakan rekayasa kondisi atmosfer secara sengaja atau tidak sengaja oleh aktivitas manusia, seperti mengubah cuaca pada skala lokal atau regional.

TMC merupakan metode yang sudah dipraktikan sejak tahun 1946 di seluruh dunia, begitu pula di Indonesia. Modifikasi cuaca ini dilakukan dengan menebar garam NaCl berbentuk "super fine powder" di awan. Bubuk garam tersebut berukuran kecil dan sangat halus dalam orde mikron dan bahan semai "CoSAT". TMC dilakukan dengan menyemai garam dalam jumlah besar hingga berton-ton ke atas awan menggunakan bantuan pesawat. Modifikasi cuaca menggunakan TMC biasanya membutuhkan waktu 10 menit sampai 2 jam.

Berikut ulasan lebih dalam mengenai TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) yang dilansir dari Liputan6.com:

 

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Tujuan Teknologi Modifikasi Cuaca

Simak penjelasan terkait TMC yang kerap dilakukan di Indonesia saat cuaca sedang ekstrem. (unsplash.com/Anna Atkins)

Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) mengungkapkan bahwa TMC memiliki dua tujuan yakni untuk mengurangi intensitas curah hujan (rain reduction) dan menambah curah hujan (rain enhancement) di suatu daerah. Tak hanya diterapkan untuk mengondisikan hujan seperti yang biasa terjadi di Indonesia, TMC juga dilakukan untuk mengondisikan cuaca ekstrem seperti hujan es, salju, badai, kilat, tornado, dan cuaca ekstrem lainnya. 

TMC dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode mekanisme persaingan (competition mechanism) dan metode mekanisme proses lompatan (jumping process mechanism). Kedua metode tersebut memiliki perbedaan.

Mekanisme persaingan (competition mechanism) adalah modifikasi cuaca ekstrem yang dilakukan di darat dengan sistem "Ground Based Generator" yang terpasang dari hulu puncak hingga hilir pantai. Metode ini bertujuan untuk menggangu proses fisika dari pertumbuhan awan-awan konvektif agar durasi hujan bisa dipersingkat dan intensitasnya berkurang.

Sementara itu, mekanisme proses lompatan (jumping process mechanism) adalah modifikasi cuaca ekstrem yang bertujuan untuk mempercepat proses hujan dengan bantuan radar. Bubuk garam akan disemai pada awan-awan yang terlihat membawa uap air dari laut. Dengan begitu, suplai massa udara basah dan kejadian hujan di suatu wilayah akan berkurang.

 

3 dari 4 halaman

Tingkat Keberhasilan TMC

Simak penjelasan terkait TMC yang kerap dilakukan di Indonesia saat cuaca sedang ekstrem. (pexels.com/Pixabay)

Operasi teknologi modifikasi cuaca di Indonesia melibatkan tiga pihak, yakni Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Sementara itu, para ahli mengungkapkan bahwa tingkat keberhasilan TMC di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah pertumbuhan awan dan angin. TMC juga harus dilakukan dengan desain statistik yang akurat disertai dengan kontrol tertentu. 

Di Indonesia sendiri, tingkat keberhasilan Teknologi Modifikasi Cuaca ekstrem yang sempurna masih sulit dibuktikan. Para ahli menduga hal ini dipengaruhi oleh operasi teknologi modifikasi cuaca di Indonesia yang masih belum memiliki daerah kontrol. Selain itu, awan tropis juga masuk ke dalam kategori awan yang sulit untuk dimodifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa TMC di Indonesia hanya membawa dampak yang sedikit pada perubahan cuaca.

 

4 dari 4 halaman

Faktor Penyebab Cuaca Ekstrem di Indonesia

Simak penjelasan terkait TMC yang kerap dilakukan di Indonesia saat cuaca sedang ekstrem. (unsplash.com/Christian Lue)

Melansir dari Liputan6.com, berikut merupakan enam faktor penyebab cuaca ekstrem di Indonesia yang diungkapkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG):

1. Fenomena La Nina

Fenomena La Nina adalah berupa anomali suhu di kawasan Samudera Pasifik bagian tengah yang membuatnya lebih dingin dibandingkan suhu permukaan laut di Indonesia. La nina memicu terjadinya aliran massa udara yang membawa hujan ke wilayah Indonesia.

2. Fenomena Monsun Asia

 

Fenomena Monsun Asia adalah jenis angin penyebab dimulainya musim hujan di Indonesia.

3. Fenomena Madden-Jullian Oscillation

 

Fenomena Madden-Jullian Oscillation adalah fenomena ketika gelombang atmosfer membawa kumpulan awan hujan yang bergerak dari Samudera Hindia ke wilayah Pasifik. Ketika melewati wilayah Indonesia, awan akan tertahan kontur pegunungan di Indonesia dan menjadi penyebab hujan.

 

4. Fenomena Kelvin and Rossby

Fenomena Kelvin and Rossby adalah terjadinya peningkatan pasokan air hujan di Indonesia.

5. Fenomena Menghangatnya Suhu Permukaan Air Laut

Fenomena menghangatnya suhu permukaan air laut Indonesia memicu terjadinya peningkatan penguapan di berbagai wilayah Indonesia.

6. Fenomena Bibit Siklon

Fenomena Bibit Siklon adalah badai dengan kekuatan yang besar. Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C. Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam.

 

 

Penulis: Frida Anggi Pratasya

#Women for Women