Dewan Pers Menganggap Pasal-Pasal dalam UU KUHP Mengancam Kebebasan Pers

Fimela Reporter diperbarui 11 Des 2022, 11:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Banyaknya reaksi negatif sejak disahkannya UU KUHP pada Selasa, 06 Desember 2022 ini. Selain penolakan dari masyarakat Indonesia, PBB, Human Rights Watch (HRW), serta pihak lainnya yang mengungkapkan keprihatinan serta kritik tajam terkait pasal-pasal yang terdapat dalam UU KUHP.

Menurut PBB, hasil revisi dari revisi KUHP lama dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai kesetaraan dan HAM. PBB menunjukkan bahwa KUHP mengancam pers, memicu diskriminasi kepada minoritas, melanggar hak reproduksi, privasi, dan berisiko melanggar kebebasan berkeyakinan.

Dilansir dari liputan6.com, pasal-pasal yang terdapat di dalam UU KUHP dianggap bisa mengancam kemerdekaan dan kebebasan pers, hal ini diutarakan langsung oleh dewan pers. UU KUHP disahkan dengan mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan publik, termasuk komunitas pers.

"Kami menilai ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam RUU KUHP yang baru disetujui oleh Pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU KUHP itu tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers," kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/12), dikutip dari liputan6.com.

Selain itu, UU KUHP juga memuat pasal-pasal krusial yang mengancam insan pers, termasuk wartawan. Dimana hal tersebut dapat mengancam kehidupan demokrasi kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi di Indonesia.

Lebih lanjut Arif mengungkapkan, ketentuan KUHP tentang pidana pers sudah melanggar ketentuan UU No 40 Tahun 1999 tentang pers. Unsur penting demokrasi harus mencakup kebebasan berekspresi, berpendapat, dan pers. Pasalnya dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia hakiki.

2 dari 3 halaman

Pasal-pasal yang berpotensi

Beberapa pasal yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis. Credits: pexels.com by RODNAE Productions

Berikut merupakan pasal-pasal yang terdapat dalam UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan membahayakan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan berekspresi, antara lain:

1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.

4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.

9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.

10.Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.

11.Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

3 dari 3 halaman

UU KUHP yang disahkan DPR RI

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat rapat paripurna DPR dalam pengesahan UU KUHP (instagram: yasonna.laoly).

Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang dalam rapat paripurna yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dilakukan setelah selesainya laporan yang diberikan oleh Ketua Komisi III DPR mengenai pembahasan RKUH oleh Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.

rapat paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tanpa Ketua DPR Puan Maharani serta didampingi oleh Rachmat Gobel dan Lodewijk Freidrich Paulus. Dasco juga meminta persetujuan kepada anggota DPR-RI yang hadir dalam rapat paripurna tentang pengesahan RKUHP menjadi undang-undang.

"Apakah RUU KUHP dapat disahkan jadi UU," kata Dasco

"Setuju," jawab para anggota.

Bambang Pacul dalam laporannya menyatakan Komisi III DPR RI bersama pemerintah mempertimbangkan kontribusi berbagai pihak. Ia mengatakan, pembahasan RUU KUHP merupakan langkah besar bagi bangsa Indonesia dalam melakukan reformasi hukum pidana dalam kerangka peradilan yang demokratif.

"RKUHP sangat amat dibutuhkan oleh masyarakat terutama mereformasi hukum skala nasional, dengan perkembangan zaman. Urgensi RUU KUHP dalam melakukan reformasi di bidang hukum sebagaimana tujuan pembangunan nasional dan mencipatkan masyarakat yang adil dan makmur serta prinsip persamaan dan HAM," kata Bambang Pacul.

 

*Penulis: Sri Widyastuti.

#WomenForWomen