Fimela.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) pada selasa (6/12) di Rapat Paripurna 11. Pengesahan dilaksanakan dalam rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023.
Tentu hal ini banyak menimbulkan polemik, karena diketahui jika RKUHP ini terdapat beberapa pasal yang justru membungkam kebebasan dalam berpendapat. Tak hanya itu RKUHP yang disahkan juga memuat pasal yang justru tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Beberapa pasal yang dianggap Penolakan terhadap RKUHP bukan baru terjadi belakangan ini. Sejak 2019, gelombang demonstrasi menolak RKUHP sudah terjadi di pelbagai daerah. Aliansi mahasiswa hingga masyarakat sipil kompak turun ke jalan. Penolakan ini bukan tanpa alasan. Dalam RKUHP, ada sejumlah pasal baru yang dianggap masih bermasalah.
Misalnya, Pasal Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden atau Wakil Presiden, Penghinaan, Demo Tanpa Izin Kena Pidana, hingga Larangan Penyebaran Paham Bertentangan dengan Pancasila.
What's On Fimela
powered by
KUHP yang Disahkan Ditolak 151 Organisasi Masyarakat
Seperti yang dilansir dari liputan6.com (7/12) Sebanyak 151 organisasi tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP kompak menolak pengesahan RKUHP. Mereka menilai, masih banyak masalah dalam draft yang rencananya akan diketok pada hari ini di Gedung Parlemen Senayan.
Menurut mereka, draf terbaru dari rancangan aturan tersebut terasa janggal karena baru dipublikasi pada tanggal 30 November 2022 dan masih memuat sederet pasal bermasalah yang selama ini ditentang oleh publik karena akan membawa masyarakat Indonesia masuk ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri.
Berdasarkan pantauan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, mereka menemukan pasal-pasal yang terkandung dalam draf akhir RKUHP masih memuat pasal-pasal antidemokrasi, melanggengkan korupsi di Indonesia, membungkam kebebasan pers dan menghambat kebebasan akademik.
Selain itu, masih terdapat aturan yang mengatur ruang privat seluruh masyarakat, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, mengancam keberadaan masyarakat adat, dan memiskinkan rakyat.
Ada Waktu 3 Tahun untuk Sosialisasi
Dalam pidatonya saat rapat Paripurna DPR, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memastikan, tidak perlu ada yang diragukan soal kredibilitas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat mengadili dan memutuskan setiap gugatan, termasuk soal RKUHP yang telah disahkan menjadi UU.
Ia juga menjelaskan masih ada kekurangan dalam RKUHP, sebab menurutnya tidak mungkin bisa merangkul semua pihak 100 persen dan membuat semua pihak sepakat.
Seperti yang dilansir dari liputan6.com (6/12) jika perlu ada sosialiasai selama tiga tahun kepada seluruh stakeholder
"Tiga tahun ini waktu yang cukup luas, bagi pemerintah, bagi tim untuk mensosialisasi, membuat screening pada penegak-penegak hukum, stakeholder yang jaksa, hakim, polisi, ini utamanya dulu. Advokat, pegiat HAM, kampus-kampus jangan salah ngajar dia, dosen-dosen jangan salah menjelaskan," kata MenkumHAM Yasonna Laoly di komplek Parlemen Senayan, Selasa (6/12/2022).
Jadi, bagaimana menurut Sahabat Fimela terkait RKUHP yang sudah disahkan ini?