Fimela.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengungkapkan telah terjadi kemunduran signifikan terhadap upaya dalam memberantas penyakit campak. Diketahui bahwa pada tahun 2021 sebanyak 40 juta anak di seluruh dunia tidak mendapatkan vaksin campak.
Dilansir dari liputan6.com campak merupakan penyakit menular yang sangat serius. Merebaknya pandemi Covid-19 membuat kampanye vaksinasi campak di beberapa negara menjadi terhambat. Seperti yang diketahui cakupan vaksinasi global untuk mencegah campak (MCV) turun dari 86 persen pada 2019 menjadi 81 persen pada 2021, capaian terendah sejak 2008.
Hal tersebutlah yang membuat hampir dari 40 juta anak di dunia tidak menapatkan dosis pertama atau kedua MCV. Selain itu, kurangnya vaksinasi membuat anak-anak rentan terhadap ancaman campak yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
“Paradoks pandemi adalah sementara vaksin melawan Covid-19 dikembangkan dalam waktu singkat dan digunakan dalam kampanye vaksinasi terbesar dalam sejarah, program imunisasi rutin sangat terganggu. Jutaan anak tidak mendapat vaksinasi yang menyelamatkan nyawa dari penyakit mematikan seperti campak,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dikutip dari liputan6.com.
Selain itu, Direktur CDC Rochelle P. Walensky mengungkapkan bahwa anak-anak yang belum lengkap diimunisasi atau vaksin rentan terinfeksi penyakit campak. Tak hanya itu, berdasarkan penelitian menunjukkan kerusakan parah dalam sistem imunisasi selama pandemi Covid-19.
Terjadi 9 Juta Kasus Campak
Berdasarkan laporan yang diterima menunjukkan bahwa tahun lalu telah terjadi sekitar 9 juta kasus campak di seluruh dunia, dengan jumlah kematian mencapai 128 ribu. Sebelumnya, menurut WHO dalam dua dekade terakhir kampanye MCV yang diselenggarakan telah sukses membantu mencegah sekitar 56 juta kematian akibat penyakit campak.
Adapun sepuluh negara di Asia dan Afrika yang mencatat kasus campak dengan kematian tertinggi di dunia, seperti India, Somalia, Yaman, Zimbabwe, Nigeria, Liberia, Pakistan, Ethiopia, Afganistan, dan Kongo.
Kurangnya kampanye imunisasi polio dan campak terhambat akibat pandemi Covid-19, sehingga membuat dunia berbondong-bondong mengampanyekan vaksin Covid-19. Seperti yang diketahui bahwa virus menular ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen bagi anak-anak, terutama bagi mereka yang berusia di bawah 5 tahun.
Sebelumnya, kasus polio telah diberantas di dunia dengan memberikan imunisasi kepada anak-anak. Namun, negara Afghanistan dan Pakistan belum sepenuhnya berhasil diberantas karena terhambat masalah keamanan dan terbatasnya kesadaran publik akan pentingnya imunisasi.
Krisis Pendidikan yang Menghantui Anak
Dalam Konferensi Transformasi Pendidikan, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell mengatakan bahwa anak-anak terutama mereka yang terpinggirkan seringkali menghadapi krisis pendidikan yang sesungguhnya.
Russell menegaskan pihaknya akan bekerja keras untuk memastikan semua anak dapat belajar dari hal-hal mendasar seperti membaca dan berhitung. Tak hanya itu, pihaknya pun akan terus mendukung kesehatan anak dan memastikan inklusi digital.
Dukungan terhadap Pendidikan
Di sisi lain, Komisaris Tinggi PBB Untuk Pengungsi Filippo Grandi menyoroti soal pendidikan untuk anak-anak pengungsi.
“Fokusnya adalah memasukkan mereka ke dalam sistem pendidikan nasional. Inklusi tidak berarti integrasi selamanya, berarti inklusi selama periode di mana mereka membutuhkan perlindungan negara lain. Ini berlaku untuk pengungsi, anak-anak perempuan, kelompok disabilitas, semua orang yang terdampak krisis. Ini berarti kita memerlukan kebijakan inklusi yang baik, dan juga sumber daya,” ujarnya dikutip dari liputan6.com.
Penulis: Angela Marici
#Women for Women