Fimela.com, Jakarta Penyidik Bareskrim Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih terus mengusut biang kerok dari kasus gagal ginjal akut yang menyerang ratusan anak-anak di Indonesia. Kasus ini terjadi diduga akibat cemaran pada obat sirup yang dikonsumsi anak-anak. Melansir dari Liputan6.com, kini terdapat empat perusahaan industri farmasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka secara terpisah.
Dua perusahaan tersebut di antaranya adalah PT Afi Farma Pharmaceutical Industries (PT Afi Farma) dan CV Samudra Chemical (CV SC) yang telah ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri. Selain itu, dua perusahaan lainnya adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kedua korporasi ini (PT Afi Farma dan CV SC) diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya.
Modus perusahaan tersangka
Kedua perusahaan ini (PT Afi Farma dan CV SC) ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 41 orang yang terdiri dari 31 orang saksi dan 10 ahli. Ditemukan bahwa modus dari kedua korporasi ini adalah PT Afi Farma dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebih ambang batas aman.
"PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," katanya.
Sedangkan CV SC merupakan perusahaan yang diduga sebagai pemasok bahan baku kepada PT Afi Farma. Setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM, ditemukan sejumlah 42 drum propylrn glycol di lokasi CV SC yang mengandung EG melebihi ambang batas setelah dilakukan uji oleh Puslabfor Polri.
"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT. A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT. A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT. A dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV. SC," katanya.
Tindak lanjut penyidik
Penyidik rencananya akan melakukan pendalaman terhadap kemungkinan adanya dugaan supplier lain PG yang tidak memenuhi standar mutu untuk pembuatan obat ke PT Afi Farma dan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, serta melakukan analisa dokumen yang ditemukan sebagai tindak lanjut. Setelah itu, penyidik kemudian akan melengkapi berkas perkara dan melimpahkannya ke JPU.
Melansir dari Liputan6.com, PT Afi Farma dijerat dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Sementara untuk CV SC dikenakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Penetapan 2 tersangka lainnya oleh BPOM
Di sisi lain, BPOM juga telah mengumumkan dua tersangka korporasi pada kesempatan terpisah. Kedua korporasi tersebut yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries. BPOM sebelumnya juga telah melakukan penindakan terhadap lima industri farmasi. Dari kelima industri farmasi tersebut, kini dua di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka
"PT Yarindo Parmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries telah dilakukan proses penyidikan dan telah ditetapkan tersangka," kata Kepala BPOM Penny Lukito mengutip dari Liputan6.com.
Sementara itu, terdapat perusahaan farmasi lainnya yaitu Ciubros Farma dan PT Samco Farma yang diduga memproduksi obat sirup dengan cemaran EG-DEG melebih ambang batas aman. Terkait kedua perusahaan tersebut masih dilakukan penyidikan.
"Kemudian terhadap PT Ciubros Farma saat ini masih dilakukan proses penyidikan dari status saksi dan ahli untuk kemudian selanjutnya dilakukan penetapan tersangka, kemudian juga dengan PT Samco Farma BPOM masih berproaes dikaitkan dengan pendalaman informasi untuk segera menetapkan tersangka," ujar Penny.
*Penulis: Frida Anggi Pratasya.
#Women for Women