Fimela.com, Jakarta COVID-19 subvarian Omicron yaitu XBB, terdeteksi di Indonesia. Varian XBB menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 yang tajam di Singapura, diiringi dengan peningkatan tren perawatan di rumah sakit. Sejak pertama kali ditemukan, sebanyak 24 negara melaporkan temuan Omicron varian XBB termasuk Indonesia.
Di Indonesia, pasien yang terdeteksi terpapar oleh COVID-19 subvarian Omicron ini sudah sebanyak 4 orang. Disebutkan bahwa kasus COVID-19 varian XBB di Indonesia ini sudah masuk dalam fase pemantauan oleh pihak Kemenkes RI, hal ini diungkapkan langsung oleh Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI.
Dilansir dari liputan6.com, dr Mohammad Syahril selaku Juru Bicara Kemenkes RI mengatakan gejala yang dialami oleh keempat pasien positif XBB di Indonesia merupakan gejala ringan, seperti batuk dan pilek. Pasien juga melakukan isolasi mandiri, tidak dirawat di rumah sakit.
Hngga Selasa 25 Oktober 2022, tercatat penambahan 3 kasus XBB Indonesia. Karena adanya penambahan kasus, jumlah pasien positif varian XBB di Indonesia menjadi 4 orang. Keempat pasien berasal dari dua provinsi, satu dari Surabaya, dan tiga lainnya berasal dari DKI Jakarta.
What's On Fimela
powered by
4 pasien yang terdeteksi varian XBB
Pasien yang terdeteksi varian XBB ini, diungkapkan oleh Syahril merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) yang datang dari Singapura, sedangkan dua lainnya merupakan transmisi lokal. Tercatat bahwa keempat pasien XBB ini berjenis kelamin perempuan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Syahril, varian baru XBB yang baru saja terdeteksi masuk di Indonesia lebih cepat menular daripada varian sebelumnya. Namun, fatalitasnya tidak lebih parah dari varian Omicron.
Syahril memberi pendapat bahwa virus SARS-CoV-2 biasanya ditandai dengan seringnya mutasi dan penyebarannya yang cepat. Gejala yang muncul pada varian baru ini hampir sama dengan yang sudah ada sebelumnya.
“Sama gejalanya batuk, pilek, demam, badan lemah, dan seterusnya. Tapi tidak separah (yang sebelumnya), kemungkinan kenapa tidak parah itu salah satunya memang karena sifat atau spesifikasi virus itu dan adanya antibodi vaksin yang ada di dalam tubuh," ujar Syahril, dikutip dari liputan6.com.
Vaksin COVID-19 masih dianggap efektif
Sampai saat ini, vaksin COVID-19 masih dianggap efektif untuk melawan semua varian baru, termasuk XBB. Meskipun varian XBB memiliki kemampuan untuk menghindar dari imunitas seseorang (immune escape). Daya immune escape sebenarnya lebih tinggi setiap kali ada mutasi. Maka dari itu, masyarakat diharapkan untuk melakukan vaksin booster untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Tetapi untuk masyarakat sendiri vaksinasi booster masih berada di tahap ketiga. Untuk saat ini baru tenaga kesehatan yang diberikan vaksinasi booster keempat.
"Memang efektivitas vaksin ini (bertahan) hanya enam bulan. Tentu saja setelah enam bulan, harusnya ada peningkatan atau penambahan vaksinnya. Untuk itu, ini menjadi bahan kita. Tapi saat ini kita fokus dulu untuk mencapai booster pertama atau vaksin ketiga," ujar Syarhil, dikutip dari liputan6.com.
Penyebab peningkatan kasus COVID-19?
Syahril juga mengungkapkan pada kesempatan yang sama, apabila mengacu pada teori, peningkatan harian kasus COVID-19 biasanya terjadi setelah varian baru muncul. Saat ini kenaikan kasus terjadi pada tanggal 25 Oktober, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu sampai tiga hari untuk melihat lonjakan kasus terbaru.
Syahril menambahkan Kementerian Kesehatan sudah bergerak untuk melakukan whole genome sequencing pada kasus-kasus, terutama yang di rumah sakit untuk melihat apakah memang subvarian XBB sudah mendominasi atau belum.
Apabila tidak terdapat lonjakan kasus akibat subvarian XBB ini, peningkatan kasus biasanya terjadi karena banyaknya testing yang dilakukan. Semakin banyak testing yang dilakukan, semakin banyak kasus yang ditemukan.
*Penulis: Sri Widyastuti
#WomenForWomen