Imbauan Kemenperin untuk Industri Farmasi Setelah Terjadi Peningkatan Kasus Gagal Ginjal Akut

Fimela Reporter diperbarui 01 Nov 2022, 13:34 WIB

Fimela.com, Jakarta Terjadinya kasus gagal ginjal akut pada anak diduga kuat karena adanya cemaran zat ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE), pada obat jenis sirup. Maka dari itu, sejumlah produk obat sirup telah ditarik peredarannya oleh BPOM. Pemberian sirup kepada anak-anak juga dilarang sementara untuk mencegah penyebaran gagal ginjal akut.

Dilansir dari liputan6.com, bekerja sama dengan BPOM, Kemenkes, dan seluruh industri farmasi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan bersama-sama untuk memastikan kualitas pada semua obat, mulai dari bahan baku hingga produk jadi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menindaklanjuti dari arahan Presiden Joko Widodo tentang pengawasan produksi obat, khususnya mengenai adanya cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas pada obat sirup.

Industri farmasi terus diberi himbauan oleh Kementerian Perindustrian untuk menggunakan bahan baku sesuai regulasi dan melakukan monitoring serta evaluasi secara berkala bersama BPOM ataupun melakukan uji mandiri. Hal ini untuk memastikan produk yang didistribusikan, mutu dan kualitasnya terjamin dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Selain itu, Kemenperin juga mewajibkan perusahaan untuk melakukan uji laboratorium terhadap parameter kritis seperti persyaratan kontaminasi bahan baku yang digunakan dalam obat sesuai dengan Farmakope Indonesia atau standar mutu lain yang berlaku, untuk menjamin keamanan produk obat.

“Kami juga memastikan perusahaan mengimplementasikan sistem manajemen kualitas di industri farmasi berjalan guna menjamin produk yang dihasilkan memenuhi syarat quality, safety dan efficacy sesuai dengan regulasi yang berlaku,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dikutip dari liputan6.com.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Pemeriksaan fasilitas produksi

memastikan bahwa fasilitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan industri telah memenuhi persyaratan./credit @pixabay/jarmoluk

Dalam mengidentifikasi semua faktor risiko gagal ginjal, baik dari sumber obat maupun dari kemungkinan penyebab lain. Kementerian Perindustrian sejauh ini berkoordinasi dengan mengunjungi langsung beberapa fasilitas produksi industri farmasi untuk memastikan bahwa fasilitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan industri telah memenuhi persyaratan.

Beberapa persyaratan tersebut adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), serta produknya terdaftar dan memiliki Nomor Izin Edar (NIE). Pengecekan ke fasilitas produksi dilakukan untuk memastikan bahwa industri tidak menggunakan EG dan DEG sebagai bahan baku tambahan dalam sirup obat

Selain itu, Kementerian Perindustrian akan memastikan industri menghentikan proses produksi, distribusi, dan penarikan kembali batch produk yang diduga mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang batas berdasarkan hasil pengujian.

Kementerian Perindustrian juga memastikan bahwa industri memiliki tim khusus untuk menangani laporan dan keluhan pelanggan mengenai produk dan melakukan farmakovigilans untuk memantau efek samping obat-obatan yang diproduksi.

3 dari 4 halaman

Usulan ombudsman untuk tetapkan kasus gagal ginjal akut jadi KLB

Ombudsman meminta pemerintah segera menetapkan status KLB pada kasus gagal ginjal akut. Credit: pexels.com/Anna

Pada konferensi pers yang bertajuk "Problem Layanan Kesehatan: Kasus Obat Sirup yang Mengancam Gagal Ginjal pada Anak", Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengusulkan agar pemerintah menetapkan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Ia mengatakan pemerintah tidak perlu membaca aturan awal untuk menentukan status KLB, tetapi harus memahami dan melihat dari makna filosofis dari pembuatan kebijakan itu sendiri. Ombudsman meminta pemerintah segera menetapkan status KLB pada kasus gagal ginjal akut pada anak karena tingginya jumlah korban pada kasus ini.

Robert mengatakan bahwa kita tidak perlu memperdebatkan apakah ini menular atau tidak, apakah ini endemi pandemi atau tidak, tetapi di situasi saat ini mengharuskan pemerintah untuk mengambil tindakan luar biasa.

Berdasarkan data yang ada dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan, hingga tanggal 21 Oktober 2022. Terdapat 2 kasus pada bulan Januari, nol kasus pada bulan Februari, 2 kasus pada bulan Maret, 0 kasus pada bulan April, 5 kasus pada bulan Mei,

Pada bulan Juni terdapat 3 kasus, 5 kasus pada bulan Juli, 36 kasus pada bulan Agustus, 78 kasus pada bulan September, dan 114 kasus pada bulan Oktober. Hingga 24 Oktober, terdapat 245 anak dengan gagal ginjal akut di 26 provinsi.

4 dari 4 halaman

Status KLB belum masuk untuk kasus gangguan ginjal akut

Status Kejadian Luar Biasa (KLB) belum ditetapkan. Hal ini sudah didiskusikan dengan para ahli. Credit: freepik.com

Hingga tanggal 21 Oktober 2022 pukul 15.10 WIB, tercatat jumlah kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia sudah berada di angka 241 kasus. Namun, status Kejadian Luar Biasa (KLB) belum ditetapkan. Hal ini sudah didiskusikan dengan para ahli.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa data dari Kemenkes melaporkan ada 133 kematian (55 persen) akibat gangguan ginjal akut. Kasus gangguan ginjal akut yang didominasi pada anak di bawah usia 5 tahun dan tersebar di 22 provinsi. Terjadi peningkatan mulai bulan Agustus 2022

Lebih lanjut, ia mengatakan kematian normal memang selalu terjadi, hanya saja jumlahnya kecil 1 - 2 kasus. Tidak pernah tinggi, dan pada bulan Agustus kita melihat lonjakan kasus, sekitar 36 kasus. Melihat kenaikan kasus gangguan ginjal yang semakin naik, Kemenkes mulai melakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya.

Pada bulan September, Kementerian Kesehatan melakukan penelitian mengenai penyebab gangguan ginjal akut. Hasil dari penelitian ini adalah kejadian ini banyak menyerang terutama balita di bawah 5 tahun.

 

*Penulis: Sri Widyastuti

#WomenForWomen