Erick Thohir Perintahkan BUMN Farmasi Cek Ulang Komposisi Obat Usai Merebaknya Kasus Gagal Ginjal Akut

angela marici diperbarui 24 Okt 2022, 08:56 WIB

Fimela.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memerintahkan seluruh BUMN farmasi, serta rumah sakit milik pemerintah untuk memeriksa ulang komposisi obat-obatan di tengah maraknya kasus gagal ginjal akut misterius yang terjadi pada anak-anak di Indonesia.

Dilansir dari liputan6.com Erick Thorir mengatakan bahwa BUMN farmasi seperti PT Kimia Farma (Persero) dan PT Indofarma Tbk harus memprioritaskan keamanan dan keselamatan masyarakat dalam memberikan pelayanan.

"Saya sudah meminta Kimia Farma sejak awal untuk mengecek obat-obatan, tidak hanya obat batuk, tapi obat-obatan yang lain yang memang harus aman dan sesuai," ujar Erick Thohir dikutip dari liputan6.com.

Sebagai instansi milik pemerintah sudah seharusnya BUMN memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan. Oleh karena itu, Erick tidak ingin adanya pemikirian aneh untuk meraih keuntungan lebih dalam situasi yang terjadi, sama seperti pandemi.

Erick menambahkan isu kesehatan harus diperhatikan, oleh karena itu Kimia Farma diminta untuk menjaga supaya jangan sampai masyarakat terbebani dengan isu-isu obat yang dapat merenggut nyawa masa depan anak-anak Indonesia. 

Selain itu, salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisir peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius, Erick meminta Kimia Farma, Indofarma, rumah sakit BUMN, dan apotek-apotek Kimia Farma untuk menyeleksi jenis-jenis obat yang belum memiliki pernyataan aman.

 

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Capai 241 Kasus, 133 Meninggal Dunia

Potret anak-anak sedang bermain. (Sumber foto: Pexels.com).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dilaporkan sudah ada 241 kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang anak-anak di Indonesia. Sedangkan untuk angka kematian telah mencapai 133 kasus atau lebih dari setengahnya.

"Sampai sekarang sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal progresif atipikal di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus yang ada," ungkap Budi dikutip dari liputan6.com.

Ia menuturkan bahwa setiap bulan terdapat kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak sekitar 1-2 kasus, akan tetapi pada bulan Agustus 2022 kasus diketahui meningkat hingga 36 anak dilaporkan mengalami kasus tersebut. Sementara, pada bulan September terdapat penambahan kasus 76, dan pada Oktober ini terdapat penambahan kasus 110 sehingga total kasus menjadi 241 yang menyerang anak-anak dan balita di Indonesia.

Adapun rincian kasus berupa umur seperti:

  • Di bawah 1 tahun: 26 kasus
  • 1- 5 tahun: 153 kasus
  • 6-10 tahun: 37 kasus
  • 11-18 tahun: 25 kasus

 

 

3 dari 3 halaman

Merebaknya Kasus dengan Cepat

Ilustrasi anak sedang sakit. Copyright shutterstock.com/Eakphum

Sampai saat ini lonjakan kasus terus terjadi hingga menyentuh angka 241 yang menyerang anak-anak. Ketika anak mengalami penyakit gagal ginjal akut akan merasakan gejala seperti demam mual, muntah, infeksi saluran pernapasan atas, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi dan pendarahan. Tak hanya itu, gejala yang paling sering dialami adalah penurunan jumlah urine bahkan hingga tidak bisa pipis sama sekali.

Budi mengatakan di bulan Agustus-September pasien yang mengalami gagal ginjal akut mengalami kondisi yang memburuk  ketika masuk rumah sakit. Setelah lima hari mengalami penyakit tersebut, anak-anak akan mengalami penurunan jumalh urine secara drastis yang menyebabkan hampir 55 persen anak meninggal dunia.

Sampai saat ini, penyebab dari kenaikan kasus belum ditemukan, namun terdapat temuan yang mengungkapkan bahwa kasus gagal ginjal yang dialami oleh anak-anak di Indonesia tidak berkaitan dengan Covid-19 atau vaksin Covid-19. Tak hanya itu, sejumlah penelitian masih dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk mencari tahu penyebab dari peningkatan kasus.

Penyebab kenaikan kasus gangguan ginjal akut pada anak kemudian segera ditindaklanjuti dengan penelitian oleh Kementerian Kesehatan pada September 2022. Salah satu temuan yang ada, bahwa kasus ini tidak terkait dengan COVID-19 dan vaksin COVID-19.

"Apa karena COVID-19? Sesudah kita lihat ternyata yang memiliki antibodi (COVID-19) sangat sedikit sekali. Lalu, apa karena vaksin? Di bawah lima tahun kan enggak divaksin, jadi bukan karena vaksin COVID-19," kata Budi.

 

Penulis: Angela Marici

#Women for Women