Fimela.com, Jakarta KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga belakangan banyak disinggung usai mencuatnya kasus KDRT yang menimpa Lesti Kejora oleh suaminya, Rizky Billar.
Tindak KDRT seperti yang dialami Lesti Kejora ini tidak hanya mempengaruhi hubungan pasangan tetapi juga berdampak buruk pada anak yang menjadi saksi mata.
Psikolog anak, remaja dan keluarga, Efnie Indrianie, M.Psi mengungkapkan, anak yang menyaksikan peristiwa KDRT dapat memicu traumatis yang mendalam untuknya.
“Meskipun kadang-kadang ada sebagian orang berpikir ‘ah kan dia masih kecil nggak ngerti apa-apa’ tapi memori itu akan masuk ke alam bawah sadarnya,” kata Efnie kepada Fimela.
Bila dibiarkan, hal ini tentu akan berdampak panjang pada kehidupan sang anak hingga ia dewasa. Psikolog yang juga merupakan dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung itu mengatakan, anak akan cenderung mengalami gangguan kecemasan, ketakutan dan kepanikan ketika menghadapi tekanan atau bertemu figur pelaku kekerasan tertentu.
“Bisa kategori ekstrem, pertama trauma itu memicu ketakutan. Jadi anak akan mudah ketakutan, inferior, panik, cemas, bisa seperti apa. Itu di kutub pertama,“ tutur Efnie.
What's On Fimela
powered by
Berpotensi Jadi Pelaku di Masa Depan
Selain itu, perilaku agresif yang dilihat anak ketika KDRT terjadi di hadapannya kemungkinan juga bisa ia tiru. Sehingga muncul kemungkinan anak akan menjadi pelaku kekerasan di masa depan.
“Di kutub yang berlawanan, bisa jadi dia mengadopsi nilai-nilai kekerasan tadi sebagai value dalam hidupnya. Dia bisa melakukan kekerasan pada orang lain, menjadi lebih galak, agresif, menyerang,” tambahnya.
Cara Memulihkan Trauma Anak
Untuk memulihkan traumanya, menurut Efnie bukan hanya anak saja yang memerlukan terapi, tetapi juga orangtuanya. Dengan begitu, nilai yang baik akan figur orangtua akan tercipta kembali.
“Artinya butuh family therapy. Jadi pola komunikasi ibu dan ayah diperbaiki, setelah itu ibu dan ayah harus menjadi agen yang memulihkan hati sang anak. Diajak kembali dalam kebersamaan, kehangatan, dan tidak ada salahnya minta maaf,”
“Jangan tiba-tiba langsung dikasih terapi, nggak banyak efektif. Intinya adalah untuk membentuk nilai yang baik dari figur orangtua, itu yang terpenting,” pungkas Efnie.