Fimela.com, Jakarta Banyak wanita yang merasa khawatir mengenai siklus menstruasi yang berubah sejak mendapatkan suntikan vaksin. Pada awal pandemi berbedar berbagai berita yang menyebutkan bahwa banyak wanita yang merasa perubahan siklus menstruasi setelah disuntik vaksin Covid-19. Namun, berita tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya karena kurangnya studi yang dilakukan pada saat itu.
Dilansir dari studi terbaru yang diterbitkan oleh British Medical Journal (BMJ) mengungkapkan bahwa vaksin Covid-19 nyatanya memberikan perubahan kecil pada siklus menstruasi wanita. Studi ini dilakukan dengan melihat data siklus menstruasi dari hampir 20.000 peserta di berbagai negara.
"Perubahan ini kecil dibandingkan dengan variasi normal dan hilang dalam siklus setelah vaksinasi, kecuali pada orang yang menerima kedua dosis dalam satu siklus menstruasi," kata para peneliti.
Selain itu, dalam studi ini ditemukan bahwa seluruh jenis vaksin yang digunakan memiliki reaksi yang sama ketika memengaruhi siklus menstruasi.
"Perubahan panjang siklus karena vaksinasi Covid-19 tampak serupa di berbagai jenis vaksin," kata para peneliti.
Adapun jenis vaksin yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
- Pfizer-BioNTech
- Moderna
- Oxford-AstraZeneca
- Covishield
- Johnson & Johnson
- Sputnik V
- Covaxin
- Sinopharm
- Sinovac
Apa yang terjadi setelah disuntik vaksin Covid-19
Dari hasil studi dilakukan ditemukan fakta bahwa, rata-rata panjang siklus menstruasi meningkat kurang dari satu hari, secara teknis 0,71 hari setelah mendapatkan dosis pertama. Kemudian, setelah mendapatkan dosis kedua peningkatan yang terjadi sebesar 0,56 hari.
Para wanita yang mendapatkan kedua suntikan dalam satu siklus mengalami peningkatan 3,91 hari, akan tetapi hal tersebut hanya rata-rata. Peneliti mengatakan sebesar 6,2 persen wanita yang divaksinasi mengalami perubahan panjang siklus selama delapan hari atau lebih.
Rata-rata siklus menstruasi yang dihadapi oleh wanita normal adalah sekitar 28 atau 29 hari sehingga jarang sekali terjadi perubahan siklus. Namun, setelah melakukan vaksinasi, panjang siklus meningkat rata-rata menjadi 0,02 hari untuk wanita yang baru mendapatkan suntikan dosis pertama. Sedangkan untuk, dosis kedua siklus meningkat dengan rata-rata 0,85 hari dalam satu siklus.
"Remaja mungkin memiliki siklus yang berlangsung selama 45 hari, sedangkan wanita berusia 20-an hingga 30-an mungkin memiliki siklus yang berlangsung 21 hingga 38 hari," ungkap Victorian, Departement of Health Fact Sheet.
Bagaimana studi bisa berhasil?
Studi yang dilakukan para peneliti melihat data dari pengguna yang menyetujui adanya tracking dari aplikasi pencatatan menstruasi Natural Cycles. Dalam aplikasi tersebut pengguna yang aktif mencatat pembacaan suhu untuk menentukan status kesuburan para penggunanya berdasarkan data siklus menstruasi.
Dari studi yang dilakukan diketahui bahwa studi ini diikuti oleh total peserta sebanyak 19.622, dengan 14.936 peserta divaksinasi dan 4.686 tidak divaksinasi. Para peserta diminta untuk melanjutkan pencatatan data setidaknya empat siklus menstruasi.
Untuk kelompok yang divaksinasi, peneliti melihat tiga siklus menstruasi sebelum mendapatkan dosis vaksin pertama dan siklus berturut-turut berikutnya hingga siklus setelah suntikan kedua.
Untuk kelompok yang tidak divaksinasi, para peneliti mengamati empat hingga enam siklus berturut-turut selama periode waktu yang sama.
Apakah wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih berat?
Dalam studi ini secara khusus peneliti tidak membahas siklus menstruasi yang lebih berat setelah mendapatkan suntikan vaksin. Namun, diketahui bahwa siklus panjang menstruasi dapat meningkat, sedangkan untuk jumlah hari pendarahan tidak meningkat.
"Kami tidak menemukan perbedaan dalam panjang menstruasi pada kelompok individu yang divaksinasi, dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi," kata peneliti.
Berdasarkan data dari sebuah studi yang diterbitkan pada bulan Juli menunjukkan bahwa 42 persen peserta mengatakan mereka mengalami pendarahan yang lebih banyak dari biasanya setelah menerima suntikan vaksin, sedangkan 44 persen peserta melaporkan tidak ada perubahan yang terjadi pada menstruasi sejak mendapatkan suntikan vaksin Covid-19.
Sedangkan, untuk penelitian yang dilakukan melalui survei dengan 40 ribu peserta ditemukan bahwa terjadi menstruasi pasca vaksinasi untuk responden yang biasanya jarang mengalami menstruasi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 71 persen peserta yang menggunakan kontrasepsi reversibel jangka panjang mengalami pendarahan terobosan, seperti halnya 66 persen responden pascamenopause dan 39 persen orang yang menggunakan hormon penegasan gender.
"Kami menekankan bahwa perubahan perdarahan menstruasi seperti ini umumnya tidak menunjukkan perubahan kesuburan," kata peneliti.
Umumnya perubahan siklus menstruasi atau jangka menstruasi yang lama tidak menimbulkan tanda bahaya, namun jika dirasa tidak normal para peneliti menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter.
Penulis: Angela Marici
#Women for Women