Fimela.com, Jakarta Setiap anak di Indonesia memiliki hak yang sama untuk meraih pendidikan setinggi mungkin. Namun hak ini terancam terabaikan karena tingginya angka perkawinan dan kekerasan anak.
Menanggapi fenomena ini, Procter & Gamble (P&G) Indonesia bersama Save the Children Indonesia mengadakan acara “#BerpihakPadaAnak: Stop Perkawinan Anak dan Kekerasan pada Anak” di SMPN 1 Cibeber, Cianjur, Jawa Barat. Acara ini bertujuan untuk mengakselerasi kesetaraan gender dan pentingnya kesempatan pendidikan tinggi yang setara bagi anak perempuan dan laki-laki (usia 10 - 14 tahun) di Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian dari program “We See Equal” yang sudah dilaksanakan oleh P&G dan Save the Children sejak tahun 2018 di Indonesia.
Acara ini dihadiri oleh Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cianjur Helmi Halimudin, S.Pd, Presiden Direktur P&G Indonesia Saranathan Ramaswamy, Plt. CEO Save the Children Indonesia Dessy Kurwiany Ukar, serta Pakar Kesehatan, Psikologi, dan Parenting Ayank Irma. Diikuti oleh 230 peserta yang terdiri dari 100 siswa (remaja SMP kelas 1, 2, dan 3), 100 orang tua siswa, dan 30 guru, acara ini berisi serangkaian kegiatan edukasi interaktif mengenai kesetaraan gender, pencegahan perkawinan anak, serta jenis-jenis kekerasan pada anak-anak. Pada kesempatan ini, P&G Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap kesetaraan gender yang sejalan dengan komitmen sosial (citizenship perusahaan, khususnya kepada anak-anak, dimana usia tersebut adalah momentum penting untuk mengedukasi tentang kesetaraan gender.
Hal ini menjadi isu yang penting dikarenakan ketidaksetaraan gender seringkali menjadi penyebab dari berbagai macam permasalahan di masyarakat, khususnya anak, salah satunya adalah kurangnya akses pendidikan yang setara dan berkualitas, yang kemudian membuat generasi muda rentan terhadap kekerasan dan perkawinan anak.
What's On Fimela
powered by
Tingkat kekerasan pada anak di Jawa Barat
Saat ini, data SIMFONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2021 menyatakan bahwa Jawa Barat menempati posisi tertinggi di Indonesia dengan kasus kekerasan pada anak sebanyak 1.766 kasus. Tidak hanya persoalan kekerasan pada anak, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 melalui hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) juga menunjukkan bahwa angka perkawinan anak di Jawa Barat menempati posisi terbanyak kedua di Indonesia (11,48%). Lebih spesifik, data Forum Anak Daerah Kabupaten Cianjur pada tahun 2021 menunjukkan bahwa Cianjur menempati posisi kedua dengan jumlah kasus perkawinan anak terbanyak di Jawa Barat (48,6%).
Dilatarbelakangi situasi tersebut, program kolaborasi P&G Indonesia dan Save the Children “We See Equal” turut merangkul Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, untuk membantu menghilangkan hambatan para anak laki-laki dan perempuan dalam meraih kesempatan pendidikan yang setara. Melalui langkah-langkah kesetaraan dan inklusivitas, P&G Indonesia memberikan edukasi dan meningkatkan kapasitas para aktor terkait, mengembangkan dan menerapkan SOP (Standard Operating Procedure) Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan, serta memberikan Modul CHOICES pada sekolah-sekolah di wilayah dampingan.
“Program ‘We See Equal’ merupakan bagian dari komitmen sosial (citizenship) P&G Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan dan inklusivitas. Kami bersama Save the Children Indonesia akan melanjutkan kemitraan kami sebagai upaya meningkatkan kesetaraan gender di berbagai area kehidupan anak-anak, terutama di lingkungan pendidikan. Selain itu, dalam acara #BerpihakPadaAnak hari ini, kami melibatkan karyawan sebagai relawan untuk berinteraksi langsung dengan para siswa, orang tua, dan pihak sekolah guna mengedukasi pentingnya kesempatan pendidikan yang setara bagi anak-anak, dalam upaya melawan perkawinan anak serta kekerasan pada anak. Semangat untuk terus berkontribusi pada kesetaraan dan inklusivitas ini merupakan wujud nyata dari misi P&G untuk menjadi Force for Good dan Force for Growth bagi komunitas sekitar," kata Saranathan Ramaswamy selaku Presiden Direktur P&G Indonesia.
Pemaksaan bagi anak
Menurut Ayank Irma sebagai Pakar Kesehatan, Psikologi dan Parenting, perkawinan anak dapat dianggap sebagai bentuk pemaksaan bagi anak untuk memikul tanggung jawab secara fisik atau psikologis, dimana kondisi mereka sesungguhnya tidak siap.
"Begitu pula dengan tindakan kekerasan pada anak yang juga telah melanggar hak-hak dasar anak," kata Ayank Irma.
Program We See Equal dilaksanakan dalam tiga fase. Pada fase pertama (2018 – 2020), program berfokus untuk memperkuat kapasitas anak, guru, dan lingkungan sekolah agar terbentuk norma gender yang lebih positif dan responsif terhadap pencegahan serta perlindungan anak dari kekerasan. Tidak hanya itu, Save the Children dan P&G Indonesia juga mulai memberi edukasi mengenai kesehatan pubertas bagi siswa remaja. Pada fase kedua (2020 – 2022), program We See Equal memiliki fokus untuk meningkatkan peran orang tua dalam pengasuhan positif yang juga sensitif terhadap gender. Orang tua pun diharapkan menjadi lebih responsif terhadap pencegahan kekerasan dan perlindungan anak.
Diadakan dalam tiga fase
Setelah sukses pada fase pertama dan kedua, kini program We See Equal telah memasuki fase ketiga sejak bulan Mei 2022 dan akan berlangsung sampai tahun 2024. Pada fase ketiga, program ini memasuki tahapan sosio-ekologis, dimana ‘We See Equal’ tidak hanya fokus di lingkungan sekolah dengan anak, guru, dan orang tua, tetapi juga menjalin kerjasama dengan masyarakat luas di luar lingkungan sekolah untuk memperkuat faktor pendukung perlindungan dan perkembangan anak.
Dengan menggunakan pendekatan CHOICES (partisipasi anak yang bermakna), VOICES (keterlibatan aktif orang tua), dan PROMISEIS (komitmen masyarakat untuk turut memperkuat faktor pendukung perlindungan dan perkembangan anak), target yang akan dicapai pada fase ketiga ini adalah menjangkau 30 sekolah, 10 desa, 6.000 anak, dan 4.000 anggota masyarakat.
P&G Indonesia berharap bahwa inisiatif ini dapat menjadi langkah nyata yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesetaraan gender dan memerangi berbagai macam permasalahan masyarakat khususnya pada anak, di antaranya kurangnya akses pendidikan yang setara dan berkualitas, sehingga generasi muda tidak lagi rentan terhadap kekerasan dan perkawinan anak.