Epidemiolog: Status Pandemi COVID-19 Dapat Dicabut Awal 2023

Fimela Reporter diperbarui 06 Okt 2022, 14:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa jumlah kematian mingguan akibat COVID-19 adalah yang terendah sejak Maret 2020. WHO juga sudah mengisyaratkan akhir pandemi COVID-19 sudah dekat.

Dilansir dari liputan6.com, Selasa (20/0/2022), Dicky Budiman ahli epidemiologi dari Griffrith University, Australia menjelaskan optimistis status pandemi COVID-19 dapat dicabut oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) paling cepat akhir 2022 atau awal 2023. Namun, tentu ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan kriteria pencabutan tersebut.

Dicky juga menerangkan alasannya adalah tren efektivitas atau manfaat dari vaksin COVID-19 sangat jelas terlihat pada pengurangan keparahan atau jumlah kematian. Meskipun vaksinasi tidak 100 persen melindungi, tetapi jumlah virus yang ditularkan oleh individu yang terinfeksi berkurang.

Pertimbangan selanjutnya, selain tren COVID-19 yang membaik secara global dan nasional adalah seberapa besar kekebalan atau imunitas yang dibangun di masyarakat, baik imunitas hybrid yang merupakan kombinasi antara infeksi alami coronavirus dan vaksinasi atau vaksinasi sendiri. Lebih lanjut Dicky menjelaskan semua ini bisa menjadi dasar untuk meningkatkan pemulihan yang ditandai dengan pelonggaran-pelonggaran, mulai dari pembatasan maupun protokol kesehatan.

Pernyataan Dicky di atas sesuai dengan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait berakhirnya pandemi COVID-19. Namun bukan berarti pandemi telah usai. Seperti yang dipaparkan oleh WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus, bahwa semua negara di dunia harus "berlari lebih kencang" untuk mencapai garis finish (pandemi sudah berakhir).

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Minimal 85 Persen Jangkauan Vaksin Secara Global

Cakupan vaksinasi global berada di angka 85% juga ditujukan untuk melindungi kelompok rentan. Credits: pexels.com by Tima Miroshnichenko

Dicky Budiman sependapat dengan pernyataan WHO bahwa akhir pandemi COVID-19 sudah di depan mata. Karena status "pandemi" tidak mungkin berlangsung selama bertahun-tahun. Terdapat perubahan yang jelas terjadi di seluruh dunia dalam upaya menangani pandemi.

Dicky menjelaskan artinya pandemi ini tidak akan berlangsung bertahun-tahun. Hal ini akan sangat bergantung apakah akhir tahun ini bisa dicabut Public Health Emergency International Concern-nya atau triwulan bulan pertama tahun depan.

Ini akan tergantung pada upaya bersama, terutama yang berkaitan dengan jangkauan vaksinasi global, untuk saat ini tidak bisa disebut 70 persen, setidaknya untuk dua dosis harus minimal 85 persen secara global

Menurut Dicky, cakupan vaksinasi global berada di angka 85% untuk COVID-19 juga ditujukan untuk melindungi kelompok rentan seperti lansia. Mereka juga harus mendapatkan vaksin ketiga (booster pertama) atau keempat (booster kedua).

3 dari 4 halaman

Indonesia Masih Rawan

Kelompok lansia dan komorbid banyak yang belum mendapatkan booster. (pexels/cdc).

Sedangkan untuk Indonesia, Dicky Budiman memastikan kondisi COVID-19 terkendali. Meskipun demikian, cakupan dosis booster untuk populasi lanjut usia perlu dikejar. Apalagi dalam kondisi pandemi, virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 terus bermutasi. Munculnya varian baru harus terus diwaspadai.

"Saya setuju, sepakat kita dalam kondisi yang jauh lebih terkendali untuk Indonesia ya. Namun, harus diketahui Indonesia punya kerawanan, karena apa? Karena kelompok lansia dan komorbid ini banyak yang belum mendapatkan booster," jelas Dicky.

"Dan ini berbahaya karena varian-varian baru ini, efektif bisa membalikan kondisi ketika dia menginfeksi orang yang rawan, yang belum mendapat booster. Maka, booster ini yang harus kita kejar."

Dicky membenarkan pernyataan WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesu bahwa situasi global saat ini seperti "perlombaan" dengan virus corona. Menurutnya jika tidak dikendalikan virusnya bisa bermutasi menjadi varian baru yang lebih berbahaya dan berdampak serius, menurunkan efikasi antibodi, sehingga harus kita kejar dengan kecepatan booster.

4 dari 4 halaman

Menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat

Jangan mengandalkan vaksin saja, harus mengubah perilaku hidup bersih sehat dalam segala aspek. Credit: pexels.com/Burst

Selain vaksinasi untuk COVID-19, Dicky Budiman juga menekankan perlunya masyarakat menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Mengkonsumsi makanan bergizi dan olahraga dapat menjaga kesehatan tubuh.

"Jangan mengandalkan vaksin juga, kita harus mengubah perilaku hidup bersih sehat dalam segala aspek, terlebih kan kita masih pandemi. Lagi pula, semakin rawannya dunia ini atas ancaman wabah-wabah penyakit," ujarnya.

Pelayanan kesehatan di masa pandemi yang kurang optimal ini akhirnya memunculkan penyakit lain seperti cacar monyet (monkeypox), polio, difteri, campak hingga HIV. Bukan hanya berkaitan dengan COVID-19.

Program kesehatan masyarakat harus ditingkatkan secara komprehensif, sehingga perubahan perilaku ini benar-benar dilakukan. Dalam rangka pencapaian kualitas kesehatan yang lebih baik, seperti peningkatan kualitas udara, kualitas kesehatan air, bahkan kebersihan lingkungan atau sanitasi lingkungan.

 

*Penulis: Sri Widyastuti

#Women For Women