Fimela.com, Jakarta Kasus hepatitis akut mulai muncul kembali dengan adanya laporan terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) setelah sempat menghilang dari pemberitaan. Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril mengatakan Kemenkes telah menyelidiki 91 kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 di antaranya probable, 7 pending, 49 discarded.
Dilansir dari liputan6.com, Sabtu (17/9/2022), Syahril dalam konferensi pers secara virtual menjelaskan kasus hepatitis akut ini tersebar di 22 provinsi. Jadi, tidak semua provinsi ada kasus hepatitisnya.
Adapun 22 provinsi terbanyak kasus hepatitis akut, antara lain:
- DKI Jakarta dengan 12 kasus probable dan tiga kasus pending.
- Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan tiga kasus probable dan nol kasus pending.
- Jawa Tengah dua kasus probable hepatitis akut dan dua kasus pending.
Status pasien dari 35 probable dan tujuh pending sebagian besar laki-laki berusia 0-5 tahun. Dari 35 probabel yang diselidiki dan ditinjau oleh komite ahli, diketahui bahwa patogen yang paling banyak ditemukan pada pasien adalah Epstein-Barr Virus (EBV). Hal ini terdeteksi pada 6 dari 29 pasien yang diperiksa. Dan diikuti oleh Cytomegalovirus (CMV) dan Torque Teno Virus, yang terdeteksi pada 5 dari 29 pasien yang diuji.
Berdasarkan hasil PCR dan metagenomik, lima dari 29 pasien probable terdeteksi virus dari famili herpesviridae (CMV, HSV1, HHV-6A, HHV1, EBV). Syahril juga menunjukkan gejala klinis yang terlihat pada 35 kasus pasien suspek hepatitis akut. Gejalanya meliputi demam, kuning, mual, muntah,dan hilang nafsu makan.
What's On Fimela
powered by
Peningkatan Kapasitas Laboratorium
Untuk penanganan kasus hepatitis akut, Syahril mengatakan kapasitas laboratorium telah ditingkatkan. Sejauh ini Kementerian Kesehatan sudah memiliki 33 laboratorium yang mampu melakukan tes hepatitis. Awalnya hanya ada dua lab, tapi sekarang sudah punya 33 laboratorium dan sudah dilakukan pelatihan dan sudah melakukan pemeriksaan.
Dalam keterangan yang diunggah di laman Sehat Negeriku, dokter spesialis kesehatan anak, Prof Hanifah Oswari mengatakan perkembangan dari Hepatitis ini kita belum mengetahui penyebabnya. Memang tetap ada terus-menerus tetapi tidak sebanyak di awal-awal kasus ditemukan.
Hanifah menambahkan jadi sekarang ini tetap masih ada tujuh hal yang belum dibicarakan. Meskipun tidak banyak tetapi kasusnya masih ada. Itu yang perlu diperhatikan, perlu tetap waspada tetapi tingkat kewaspadaannya tidak seperti yang di awal-awal.
Hepatitis Akut
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengeluarkan peringatan kesehatan pada hari Selasa (10/5) mengenai penyakit hepatitis akut misterius atau acute hepatitis of unknown aetiology dikenal sebagai penyakit hati yang parah dan umumnya menyerang anak-anak.
CDC mengatakan bahwa orangtua harus mewaspadai gejala yang terkait dengan peradangan hati, termasuk demam, kelelahan, mual, dan penyakit kuning, yang ditandai dengan menguningnya kulit dan mata. Hepatitis berarti peradangan hati. Menurut CDC, minuman keras, racun, beberapa obat, dan kondisi medis, dan virus sering menjadi penyebab hepatitis.
Pada bulan April, para peneliti di Amerika Serikat dan Eropa mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki sejumlah kecil kasus yang terjadi di seluruh dunia. Selanjutnya pada bulan Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa lebih dari 340 kemungkinan kasus hepatitis anak dilaporkan di 20 negara. CDC di bulan yang sama menjelaskan setidaknya ada 109 kasus hepatitis akut yang dikonfirmasi di Amerika Serikat, dengan lima kematian di lebih dari 25 negara bagian dan Puerto Rico.
Tidak Terkait Dengan COVID-19
Kepala Koresponden Medis ABC News dr. Jennifer Ashton mengatakan pejabat kesehatan percaya penyakit hepatitis tidak terkait dengan vaksin COVID-19. Lebih lanjut, direktur CDC, Dr. Rochelle Walensky ingin menekankan bahwa sebagian besar kasus ini terjadi pada anak-anak antara usia 2 hingga 5 tahun. Anak-anak ini, seperti yang kita semua tahu, tidak ada hubungannya dengan vaksin karena mereka tidak memenuhi syarat untuk vaksin COVID.
Sementara itu, CDC menyarankan orangtua untuk mewaspadai gejala pada anak-anak seperti:
- Demam dan kelelahan
- Mual dan muntah
- Sakit perut
- Nyeri sendi
- Penyakit kuning
- Menguningnya bagian putih mata atau kulit
- Perubahan dalam warna urine atau feses
Menurut CDC, orangtua harus menghubungi dokter anak mereka sesegera mungkin jika salah satu dari gejala ini muncul. CDC juga mendesak agar orangtua dapat memastikan anak mereka mengikuti semua vaksinasi dan mengikuti protokol kesehatan. Seperti sering mencuci tangan, menghindari orang yang sakit, menutupi batuk dan bersin mereka dan hindari menyentuh mata, hidung atau mulut.
*Penulis: Sri Widyastuti
#Women For Women