Fimela.com, Jakarta Virus cacar monyet masih menghantui masyarakat Indonesia sampai saat ini. Menyebarnya virus cacar monyet membuat masyarakat meminimalisir kontak fisik dengan orang lain. Namun, baru diketahui ternyata cacar monyet tidak hanya menular dari droplet dan kontak fisik saja tetapi bisa juga lewat pakaian.
Melansir dari Liputan6.com, Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PBID), Dr Hanny Nilasari, SpKK menjelaskan beberapa cara penularan cacar monyet. Pertama adalah melalui droplet atau percikan ludah orang yang terinfeksi cacar monyet. Cara penularan kedua adalah kontak erat dengan kulit orang yang terinfeksi cacar monyet. Penularan akan dapat terjadi jika melakukan kontak erat dan intens dengan orang yang terkonfirmasi terinfeksi cacar monyet.
"Kemudian ternyata dari beberapa laporan disebutkan bahwa transmisi juga dimungkinkan dari kain yang dikenakan pasien. Misalnya dari baju, dari sprei walaupun transmisi ini sangat rendah. Memang penting bagi tenaga kesehatan terutama dokter untuk mengetahui transmisinya,” ujar Hanny.
Gejala Manifestasi Kulit
Gejala yang paling umum dialami oleh orang yang terinfeksi virus cacar monyet adalah demam. Berdasarkan data, sekitar 62 persen kasus terinfeksi mengalami demam sebagai gejalanya. Namun, Hanny mengatakan bahwa masih terdapat 38 persen yang tidak menunjukkan gejala demam. Selain itu, Ia juga mengatakan bahwa gejala cacar monyet hampir mirip dengan manifestasi dengan infeksi virus lain.
Manifestasi kulit yang terjadi pada penderita cacar monyet ditandai dengan ruam kemerahan yang disertai dengan lentingan berisi nanah. Gejala ini juga biasa disebut dengan lesi yang kalau ditekan akan menimbulkan rasa nyeri. Penyebaran lesi tergolong sentrifugal, awalnya ada di wajah kemudian menyebar ke arah lengan, telapak tangan, telapak kaki. Selain itu, lesi juga bisa ditemukan di mukosa selain di kulit seperti di mukosa mata, mulut, oral, dan genital.
Melansir dari Liputan6.com, gejala ini ditemukan pada pasien cacar monyet pertama di Indonesia yang diumumkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada Sabtu 20 Agustus 2022. Pasien tersebut merupaka pria berusia 27 tahun yang memiliki riwayat bepergian ke Belanda, Prancis, Swiss, dan Belgia. Gejala yang dialami oleh pasien tersebut berupa ruam atau lesi di sekitar telapak tangan, kaki, dan di sekitar alat genital.
Penanganan Pasien Cacar Monyet
Isolasi yang diperlukan oleh orang yang terinfeksi cacar monyet berbeda dengan isolasi pasien COVID-19. Meskipun begitu, ahli epidemiologi, Dicky Budiman menganjurkan bahwa isolasi pada kasus-kasus pertama sebaiknya tidak dilakukan di rumah karena terlalu berisiko. Maka dari itu, pasien yang terifenksi cacar monyet ditempatkan di ruang isolasi yang difasilitasi pemerintah.
“Jadi satu bulan ke depan ini menjadi masa yang krusial untuk kita pantau dan juga menjadi pembelajaran untuk kasus monkeypox berikutnya, apa yang boleh dan tak boleh dilakukan dalam konteks Indonesia,” ujar ahli dari Griffith University Australia yang dikutip dari Liputan6.com.
Dengan isolasi yang difasilitasi pemerintah, para ahli dapat mengamati varian virus yang ada di Indonesia di bulan pertama dan dapat memberikan edukasi terkait meminimalisir penularan. Mengutip dari Liputan6.com, Dicky mengatakan bahwa isolasi untuk pasien cacar monyet tidak membutuhkan waktu lama seperti pasien COVID-19. Isolasi untuk cacar monyet dapat dilakukan di satu bulan pertama atau 10 kasus pertama saja.
“Sesuai kesanggupan pemerintah. Ini akan sangat bermanfaat karena dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa pasien monkeypox memang bisa sembuh, bahkan bisa sembuh sendiri dan hanya sebagian kecil yang berisiko gejala berat khususnya pada orang dengan imunokompromais.” ujar Dicky.
Selain itu, dengan pengadaan fasilitas isolasi pasien cacar monyet oleh pemerintah, para ahli diharapkan dapat menemukan strategi yang tepat untuk menangani dan mencegah meluasnya penyebaran monkeypox di Indonesia.
Penulis: Frida Anggi Pratasya
#Women for Women