Mengenal Spinal Muscular Atrophy yang Bikin Otot Terasa Lemah hingga Kesulitan Bergerak

Vinsensia Dianawanti diperbarui 07 Sep 2022, 21:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Media sosial diramaikan dengan sebuah video mahasiswa yang diduga mengalami Spinal Muscular Atrophy atau SMA. Dalam video yang diunggah, ia menceritakan bagaimana akhirnya penyakit ini mempengaruhi keseluruhan aktivitasnya, termasuk kuliah.

Mengutip dari laman Muscular Dystrophy Association, Spinal Musccular Atrophy menjadi penyakit genetik yang memengaruhi beberapa sistem saraf. Mulai dari sistem saraf pusat, sistem saraf tepi, dan gerakan otot rangka.

Diketahui sebagian sel saraf yang mengontrol otot berada di sumsum tulang belakang. Ketika seseorang mengalami Spinal Muscular Atrophy, otot yang ada di tubuhnya akan mengalami pelemahan akibat tidak mampu menerima sinyal dari sel-sel saraf.

Meski merupakan penyakit genetik, Spinal Muscular Atrophy bisa menimpa siapa saja. Mulai dari bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa. Menurut dokter spesialis anak sekaligus dosen FKKMK UGM, Dian Kesumapramudya Nurputra, menjelaskan bahwa penyakit SMA ini diakibatkan adanya defisiensi atau kekurangan protein SMN (Survival of Motor Neuron) atau protein yang sangat penting untuk fungsi saraf yang mengontrol otot.

“Kejadiannya cukup banyak, di Indonesia itu (terjadi) pada 1 di antara 6.000 bayi yang lahir hidup hingga 1 dari 10.000 bayi itu menderita SMA, walaupun gejalanya muncul saat bayi lahir atau nanti pada saat dewasa,” tutur Dr. Dian mengutip dari laman UGM.

 

What's On Fimela
2 dari 6 halaman

Jenis-jenis Spinal Muscular Atrophy

Ilustrasi Cara Mengobati Otot Kaku secara Cepat dan Mudah Credit: pexels.com/Andrea

Seseorang yang mengalami Spinal Muscular Atrophy ini bisa diidentifikasi dari beberapa gejala, di antaranya mengalami pelemahan di bagian kaki dan lengan, ada masalah pada gerakan tertentu, tremor atau otot yang gemetar, masalah tulang dan persendian, kesulitan menelan, hingga kesulitan bernapas. Namun perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosa jika seseorang mengalami salah satu dari gejala di atas.

SMA sendiri memiliki beberapa tipe, yakni Tipe 0, Tipe 1, Tipe 2, Tipe 3, dan Tipe 4. Apa bedanya?

1. Tipe 0

SMA tipe ini menjadi yang paling jarang namun paling berat. Di mana biasanya penyakit ini sudah berkembang sejak bayi di dalam kandungan. Ditandai dengan janin tidak yang banyak bergerak dan lahir dengan masalah sendi dan lemah otot hingga kesulitan bernapas. Menurut dr. Dian, bayi yang mengalami Tipe 0 biasnaya sudah meninggal di dalam kandungan.

 

3 dari 6 halaman

2. Tipe 1

Tipe 1 ini diberi nama Werdning-Hoffman desease. Nama tersebut diambil dari penemu tipe penyakit itu sendiri. Dr. Dian menuturkan bahwa tipe 1 ini adalah tipe SMA yang paling berat. SMA Tipe 1 ini muncul pada usia di bawah 6 bulan. Bayi-bayi yang menderita tipe 1 ini umunya tidak akan pernah bisa duduk karena jumlah protein SMN-nya tidak bisa mendukung otot dia untuk duduk.

 

4 dari 6 halaman

3. Tipe 2

Dr. Dian menambahkan bahwa SMA tipe 2 ini adalah tipe yang paling banyak ditemukan di Indonesia. SMA tipe 2 ini pada umunya muncul pada usia 6-18 bulan. Anak-anak yang mengalami SMA tipe 2 ini bisa duduk walau tidak sempurna, tetapi tidak akan pernah bisa berdiri kecuali jika diterapi.

 

5 dari 6 halaman

4. Tipe 3

SMA tipe 3 muncul pada anak di atas usia 18 bulan. Tipe ini lebih ringan dibanding tipe 2. Anak-anak penderita SMA tipe 3 ini pada umumnya masih bisa beraktifitas seperti biasa, duduk, berdiri, serta berjalan. Akan tetapi, penderita tipe 3 ini akan merasa lemah dan terkadang masih membutuhkan alat bantu gerak.

 

6 dari 6 halaman

5. Tipe 4

Tipe 4 adalah tipe yang paling ringan. SMA tipe 4 ini biasanya tidak muncul di usia anak-anak. Tipe 4 ini biasa muncul di usia dewasa. Penderita dapat beraktifitas seperti biasa, namun hanya merasa lemah.