Fimela.com, Jakarta Masyarakat Argentina sedang dibuat resah oleh penyakit pneumonia berat yang sedang melanda negaranya. Menurut ahli epidemiologi, Dicky Budiman, pneumonia berat yang sedang terjadi di Argentina masih belum jelas terkait patogennya atau masih belum definitif. Oleh karena itu, banyak yang menyebut penyakit pneumonia ini sebagai pneumonia misterius.
Meskipun terbilang misterius, pneumonia berat ini memiliki beberapa kesamaan gejala dengan virus COVID-19. Gejala tersebut diantaranya:
- Gejala seperti sakit flu
- Demam
- Gejala yang menyerupai demam berdarah
Meskipun memiliki gejala yang mirip dengan COVID-19, pneumonia yang terjadi di Argentina ini sudah dipastikan bukan COVID-19. Para ahli pun masih belum bisa mengetahui penyebab dari penyakit ini. Mengutip dari Liputan6.com, Budiman mengatakan, "Tapi sampai saat ini kita masih belum bisa memastikan apa penyebabnya. Namun, beberapa penyebab sudah disingkirkan di antaranya ya COVID, hantavirus. Intinya dengan kerawanan dunia saat ini ya pola perilaku hidup kita harus lebih bersih dan sehat."
Menanggapi hal ini, Budiman pun mengimbau agar masayarakat terus menerapkan 5M yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas dalam kegiatan sehari-hari.
What's On Fimela
powered by
Lebih Parah dari COVID-19
Melansir dari Liputan6.com, Dicky Budiman mengatakan bahwa penyakit pneumonia yang terjadi di Argentina lebih parah dari COVID-19. Hal ini dikarenakan penyebabnya yang masih belum diketahui sehingga penanganannya pun masih sulit dilakukan. Kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini juga tergolong tinggi, yakni 3 banding 10.
"Untuk melawannya, memitigasinya, meresponsnya kita harus tahu dulu apa penyakitnya. Kalau menular tapi kita tidak tahu yang dihadapinya apa, karakteristik virusnya seperti apa kan akan sulit ditangani," ujar Budiman yang dikutip dari Liputan6.com.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan 11 kasus pneumonia berat dan 4 kematian di Argentina. 4 kematian tersebut ternyata disebabkan oleh bakteri Legionella sp yang dapat menyebabkan Legionellosis. Legionellosis merupakan penyakit bentuk umum dari penyakit legionnaire, yakni penyakit seperti pneumonia yang memiliki tingkat keparahan bervariasi, dari demam ringan hingga serius.
Penyakit Legionnaire sendiri pernah muncul di Indonesia tepatnya di Bali, Tangerang, dan beberapa kota lainnya pada tahun 1990-an. Penyakit ini termasuk ke dalam kategori penyakit infeksi emerging yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya, namun meningkat dengan sangat cepat.
Legionnaire yang Disebabkan Infeksi Bakteri Akut
Legionnaire (Legionnaires disease) adalah penyakit infeksi bakteri akut yang bersifat new emerging diseases. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophila yang secara keseluruhan baru dikenal 20 spesies. Melansir dari Liputan6.com, Kemenkes RI menyampaikan bahwa bakteri Legionella yang merupakan penyebab dari Legionnaire biasa hidup di air laut, air tawar, sungai, lumpur, danau, mata air panas, genangan air bersih, air menara sistem pendingin di gedung bertingkat, hotel, dan spa.
Selain itu, bakteri ini juga dapat ditemukan di pemandian air panas, air tampungan sistem air panas di rumah-rumah, air mancur buatan yang tidak terawat baik, adanya endapan, lendir, ganggang, jamur, karat, kerak, debu, kotoran atau benda asing lainnya. Tak hanya hidup di tempat yang memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bakteri Legionella juga ternyata dapat ditemukan di peralatan rawat rumah sakit seperti alat bantu pernafasan.
Bakteri Legionella pneumophilia merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang, tidak meragi D glukosa, dan tidak mereduksi nitrat menjadi nitrit. Koloni bakteri ini bisanya hidup dan berkembang biak dengan menempel pada pipa karet dan plastik yang berlumut dan tahan terhadap kaporisasi dengan konsentrasi klorin 2-6mg/l. Bakteri Legionella dapat hidup pada suhu antara 5,7 derajat Celsius sampai 63 derajat Celsius dan hidup subur pada suhu 30 derajat Celsius sampai 45 derajat Celsius.
Penulis: Frida Anggi Pratasya
#Women for Women