Fimela.com, Jakarta Dante Saksono Harbuwono selaku Wakil Menteri Kesehatan RI mengatakan, sebagai implementasi transformasi layanan primer yang menekankan pada upaya promotif preventif, Kementerian Kesehatan melakukan relaunching program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Tanah Air. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus hipotiroid kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orangtua. Gejala khas baru muncul seiring usia anak bertambah.
Dilansir dari liputan6.com, Jumat (2/9/2022), Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) atau pemeriksaan kekurangan hormon tiroid bawaan, wajib dilakukan pada semua bayi yang baru lahir. SHK merupakan skrining atau uji saring yang dilakukan pada bayi baru lahir guna memilah bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital (HK) dan yang bukan penderita.
Skrining ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pada tumit bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu oleh tenaga kesehatan di faskes pemberi layanan Kesehatan Ibu dan Anak baik FKTP maupun FKRTL. Program ini merupakan bagian dari pelayanan neonatal esensial.
Dari 2 hingga setetes darah sampel yang berasal dari tumit bayi itu akan bisa diketahui apakah bayi memiliki risiko gangguan tumbuh kembang atau gangguan kognitif. Jika hasil pemeriksaan darah sampel di laboratorium menunjukkan hasil positif HK, bayi harus segera diobati sebelum berusia 1 bulan agar terhindar dari kecacatan dan gangguan lainnya.
Peran penting hormon tiroid
Hormon tiroid memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Jika hormon tiroid dalam keadaan normal maka tumbuh dan kembang anak akan berlangsung dengan baik dan normal. Gangguan hormon tiroid dapat menganggu perkembangan dan pertumbuhan terutama pada saraf otak anak.
Akibatnya anak tidak akan tumbuh optimal, cenderung pendek dan berat badan kurang. Penemuan kasus dan pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan anak mengalami kecacatan maupun keterbelakangan mental. Oleh karena itu, penting dilakukan SHK pada bayi baru lahir.
Pelaksaan SHK di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2003 melalui kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan RSHS Bandung dan RSCM Jakarta untuk melakukan uji skrining hipotiroid kongenital. Implementasi SHK sampai dengan tahun 2020, terdata lebih dari 4000 fasyankes telah melaksanakan SHK dengan pemeriksaan laboratorium di 4 RS vertikal diantaranya RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo.
Penambahan jumlah laboratorium
Namun capaian ini masih belum optimal karena belum semua fasilitas pelayanan kesehatan di semua Kabupaten/Kota menerapkan pemeriksaan HK. Untuk itu, guna meningkatkan cakupan pelayanan SHK, Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya diantaranya membuat materi edukasi, melakukan sosialisasi, pelatihan, menyiapkan anggaran pelaksanaan skrining, sistem pencatatan dan pelaporan.
Saat ini baru ada 4 laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan SHK. Maka dari itu agar bisa melakukan pemeriksaan kepada seluruh bayi baru lahir. Kementerian Kesehatan akan menambah 7 laboratorium pemeriksa Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK), yaitu
RSUP Karyadi Semarang, RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr M Djamil Padang, RSUP M Hoesin Palembang, RSUP Prof Dr IG Ngoerah Denpasar, RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Dr R.D Kandouw Manado. Diharapkan dalam waktu dekat bisa segera terealisasi untuk penambahan laboratorium yang dilakukan secara bertahap.
*Penulis: Sri Widyastuti.
#Women For Women