Fimela.com, Jakarta Dalam membahas kesempatan dan kesetaraan gender serta kemajuan dan perbaikan, merupakan proses panjang yang melibatkan berbagai pihak pada ekosistem terkait. Dalam acara terbaru Women with Impact, East Ventures memfasilitasi diskusi dan sesi networking untuk mendukung para startup yang dipimpin oleh wanita di ekosistem teknologi dalam menavigasi tantangan yang mereka hadapi dan peluang di industri teknologi.
Acara ini dihadiri oleh investor, founder startup, dan penyedia solusi teknologi. Para pembicara memberikan perspektif yang berbeda berdasarkan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing, terutama dalam memberikan gambaran dari situasi yang umum dihadapi dan practical takeaways pada industri teknologi.
Sebuah studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (BCG) menunjukkan bahwa industri teknologi Asia Tenggara cukup beragam, dengan 32% perempuan dari tenaga kerja sektor teknologi. Namun, bukan rahasia lagi bahwa hanya sebagian kecil startup di kawasan ini yang memiliki founder perempuan. Selain itu, perusahaan think tank fintech global, Findexable, mengungkapkan bahwa hanya satu persen founder perempuan di industri fintech yang menerima pendanaan secara global pada tahun 2021.
Founder perempuan pertama dalam membangun fintech unicorn di Indonesia
Sebagai founder perempuan pertama dalam membangun fintech unicorn di Indonesia, Tessa Wijaya, Co-Founder & COO Xendit, berbagi pengalaman dan perspektifnya tentang perjuangan dan pembelajaran membangun startup dari awal. Sebagai seorang founder perempuan, ia menyadari bahwa sangat sulit untuk membangun network untuk mengembangkan bisnisnya pada saat itu.
Memiliki network sangat penting dalam membantu para founder untuk memahami hal sederhana seperti membuat deck, pitching, penggalangan dana, atau memperluas bisnis. Dia menemukan bahwa founder perempuan terkadang merasa tertinggal dibandingkan dengan founder laki-laki, karena tidak ada platform untuk memfasilitasi founder perempuan untuk berbagi dan belajar dari satu sama lain.
Tessa juga menyebutkan bahwa mendapatkan bimbingan juga menjadi tantangan lain, karena hanya ada beberapa pemimpin wanita yang dapat dihubungi untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penggalangan dana, pitch deck, dan valuasi perusahaan. “Kekuatan network sangat penting. Tanpa dukungan sesama wanita, saya tidak dapat saling berkolaborasi dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnis,” kata Tessa.
Perempuan dan dampak hanyalah istilah
Sementara itu, Veronica Colondam, Pendiri dan CEO Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation dan YCAB Ventures setuju bahwa network dan dukungan dari rekan penting untuk perkembangan para founder perempuan, dan membantu mereka mengembangkan bisnis. Oleh karena itu, ia terus aktif membuat inisiatif yang berdampak untuk membantu pengusaha perempuan di Indonesia selama 25 tahun terakhir.
Dia mengikuti panggilannya untuk mendirikan yayasan YCAB dan YCAB Ventures, bergabung sebagai anggota dewan di program mentorship – Asian Venture Philanthropy Network (AVPN), dan Komisaris Independen di perusahaan keuangan mikro milik negara (Permodalan Nasional Madani – PNM) terbesar, dengan fokus pada investasi ultra mikro dan perempuan.
“Perempuan dan dampak hanyalah istilah antara dua dunia, sektor dampak dan sektor keuangan. Artinya jika apa yang Anda lakukan berdampak, maka hal tersebut merupakan hal yang hebat, itulah tujuan Anda. Tapi ingat dampaknya bagi umat manusia yang paling kecil, bagi semua orang hingga ke garis terbawah. Di dasar piramida. Apa yang dapat Anda lakukan melalui bisnis Anda untuk benar benar meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Veronica.
Dalam topik yang sama, Nicha Suebwonglee, Venture Capital Business Development Manager, ASEAN, Amazon Web Services (AWS), memiliki pengalaman serupa ketika menjadi Co-Founder di startup OTT yang berbasis di Bangkok beberapa tahun lalu. Dia merasa sangat sulit untuk mendapatkan dukungan, namun situasi tersebut tidak membuatnya merasa rendah diri. Dari seluruh pengalamannya, dia belajar bahwa sebagai seorang wanita, ada kalanya kita merasa ragu untuk mengutarakan pikiran, yang mengakibatkan kerugian.
Dari sudut pandang investor, Avina Sugiarto, Partner East Ventures, menuturkan bahwa merupakan hal yang langka bagi perempuan untuk menjadi investor pada masa awal karirnya. Namun, dia percaya bahwa kondisinya kini jauh lebih baik walaupun masih membutuhkan banyak upaya untuk membuat kemajuan.
Menurut studi BCG, lebih dari 50% lulusan Indonesia adalah perempuan
Menurut studi BCG, lebih dari 50% lulusan Indonesia adalah perempuan, tetapi hanya 32% dari tenaga kerja adalah perempuan. Selain itu, di tingkat manajemen senior dan CEO atau dewan, hanya 18% dan 15% adalah perempuan. Oleh karena itu, ia mendorong perempuan untuk saling mendukung, termasuk mendapatkan dukungan dari laki-laki.
Berkaca pada statistik, Avina menyebutkan bahwa saat ini 25% dari portofolio aktif East Ventures memiliki setidaknya satu founder perempuan. Dia percaya bahwa East Ventures akan terus mendukung pemberdayaan perempuan dan berkontribusi untuk mengurangi ketidaksetaraan gender dan meningkatkan keragaman dalam industri teknologi melalui platform “Women With Impact” untuk memfasilitasi dan mendorong terciptanya hubungan yang bermakna antara investor dan founder.
Melalui Women with Impact, kami memiliki tiga tujuan:
- Kami ingin menciptakan tempat kerja yang lebih inklusif dan beragam di mana perempuan dapat bekerja dengan nyaman dan tidak menghadapi bias gender.
- Kami ingin meningkatkan networking funnel dengan founder dan investor wanita.
- Kami ingin mendorong lebih banyak perempuan untuk naik tangga itu. Dengan inisiatif ini, kami ingin mendorong lebih banyak perempuan sehingga kami dapat tetap bekerja, naik level, dan menjadi kekuatan pengambilan keputusan di negara ini," kata Avina.
Hal ini sejalan dengan beberapa temuan dari survei dan data global. PBB menyatakan bahwa berinvestasi pada wanita juga akan meningkatkan PDB negara, kinerja bisnis yang lebih baik, dan membantu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, termasuk tujuan sosial dan lingkungan.
Pembelajaran yang dapat diambil
Berikut adalah beberapa pembelajaran yang dapat diambil dari diskusi yang dapat diterapkan oleh wanita, baik sebagai nasihat umum dan khususnya di industri teknologi:
1. Gunakan suara Anda
Ada kalanya seorang wanita memiliki lebih banyak keraguan terhadap diri sendiri, hal ini diperparah perundungan terselubung yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Kuncinya adalah percaya diri dan jalankan saja. Anda berhak untuk menjadi bagian dari ekosistem dan menyuarakan pemikiran Anda.
2. Belajar dari pengalaman orang lain
Dalam beberapa kasus, baik dalam mengembangkan bisnis, atau penggalangan dana, founder perempuan cenderung sungkan meminta bantuan, seperti mentor atau pendiri lainnya. Keraguan ini adalah kelemahan utama. Memiliki sistem pendukung di mana Anda dapat belajar, bertanya, dan bahkan mendiskusikan hal-hal yang selalu ingin Anda pahami sangatlah penting.
3. Jangan takut dengan hal-hal teknis
Dalam membangun sebuah startup, atau bahkan dalam situasi kerja atau kehidupan sehari-hari, kita sering terintimidasi oleh masalah teknis, yang merugikan karena hasilnya menempatkan kita di tempat yang sama. Beranikan diri, karena ada banyak sumber tersedia dimana Anda bisa belajar dan melompat.
4. Lebih agresif
Jadilah lebih agresif dalam berbagai aspek kehidupan, nyatakan dan tentukan hal-hal yang Anda inginkan, termasuk penggalangan dana dan perkembangan bisnis Anda. Ada kesenjangan dalam pendanaan yang diterima oleh startup yang dipimpin oleh pria dan wanita, oleh karena itu jadilah lebih agresif untuk mendapatkan apa yang Anda butuhkan.
5. Kegigihan dan Ketekunan karena passion saja tidak berarti apa-apa
Passion mungkin secara signifikan mendorong kesuksesan Anda, tetapi passion juga harus didorong dengan semangat dan ketekunan.
6. Bekerja sama dengan pria
Diskusi tentang pemberdayaan gender melibatkan laki-laki dan perempuan. Karena 50% dari populasi Indonesia adalah laki-laki, kami percaya bahwa upaya pemberdayaan adalah upaya untuk menemukan kolaborasi yang tepat antara satu sama lain. Sangat penting untuk bersekutu, mendapatkan dukungan, dan membangun koneksi. Dengan demikian, kedua perspektif dapat membuat kemajuan yang lebih inklusif.
Penulis: Sri Widyastuti
#Women For Women