8 Hal yang Harus Kita Stop Shaming Mulai Sekarang

Febi Anindya Kirana diperbarui 11 Agu 2022, 16:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Jangankan orang lain, kita sendiri secara individu sebenarnya masih sering melakukan shaming atau mengolok-olok dan mempermalukan orang lain atas hal yang mereka miliki atau lakukan. Stop shaming bagaimana pun, harus dimulai dari diri sendiri. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa stop shaming kepada orang lain? Sebelum melakukan itu, ketahui dulu apa saja hal yang harusnya kita stop shaming mulai dari sekarang. Yuk simak daftarnya!

2 dari 9 halaman

1. Berat dan bentuk tubuh

ilustrasi kegemukan kelebihan berat badan/copyright By WitthayaP (Shutterstock)

Penampilan fisik atau tubuh seseorang selalu mudah dikomentari buruk. Entah fitur wajar seperti mata, hidung, mulut dan lain sebagainya, atau pun berat badan (kurus/gemuk), bentuk tubuh dan tinggi badan, semua perbedaan itu selalu mudah mengundang komentar, termasuk cara dan pilihan pakaian serta makeup yang dipakai. Mulai sekarang stop shaming secara penampilan ya.

3 dari 9 halaman

2. Selera musik, film atau makanan

ilustrasi santai bahagia/AnemStyle/Shutterstock

Tidak semua orang suka musik jazz dan pop, ada banyak orang suka dangdut dan K-pop, semua jenis musik memiliki daya tariknya tersendiri sehingga wajar jika beda orang beda pula seleranya terhadap musik. Itu pula yang terjadi pada pilihan film maupun makanan. Tidak perlu saling mencela hanya karena kamu suka buger dan dia suka nasi padang, dua-duanya enak.

4 dari 9 halaman

3. Warna kulit

ilustrasi persahabatan/copyright by fizkes (Shutterstock)

Indonesia memiliki semboyan berupa Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Itu juga yang harus kita junjung dalam bermasyarakat. Tidak ada diskriminasi karena perbedaan warna kulit, ras dan suku. Stop shaming dengan merasa warna kulit putih selalu lebih baik, karena baik tidaknya seseorang tidak bisa dilihat dari warna kulit. Justru perbedaan itu seharusnya bisa membuat kita menjadi lebih dewasa dalam bersikap.

5 dari 9 halaman

4. Agama

ilustrasi pertemanan/9nong/Shutterstock

Seperti halnya warna kulit, keberagaman agama juga menjadi hal wajar di sekitar kita, oleh karena itu sebaiknya tidak dijadikan objek untuk menjelekkan seseorang. Dari dulu negara Indonesia sudah terdiri dari beragam suku dan agama, jadi sudah semestinya kita belajar memiliki toleransi beragama, saling menghomati kepentingan agama satu dengan yang lainnya dan tidak mendiskriminasi sesama warga Indonesia dari agamanya.

6 dari 9 halaman

5. Status pernikahan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/Sargis+Zubov

Mau orang memiliki status menikah, lanjang, janda atau pun duda, bukan hal yang pantas untuk menghinanya. Kita tidak pernah tahu apa yang telah mereka lalui dalam hidup dan apa yang terjadi pada kehidupan cinta masa lalunya, jadi sebaiknya jaga ucapan dan sikap agar tidak mudah menghakimi dan mencibir orang lain seakan kita yang paling benar. Lagipula tidak menjamin orang yang menjalani pernikahan itu bahagia, dan tidak semua yang sendirian itu menderita, seringkali para lajang justru sangat bahagia.

7 dari 9 halaman

6. Kesehatan mental

ilustrasi meditasi rileks/Bangkok Click Studio/Shutterstock

Banyak orang masih mengabaikan mental health dan menganggap bahwa melakukan apa pun kepada seseorang selama tidak menyentuhnya maka dianggap tidak menyakiti. Faktanya, banyak orang mengalami gangguan kesehatan mental karena shaming hingga mengalami depresi, bahkan berpikiran untuk mengakhiri hidup. Entah dari gosip buruk yang dibicarakan orang-orang, digoda di pinggir jalan hingga komentar menjatuhkan di media sosial, semua itu bisa melukai.

8 dari 9 halaman

7. Pekerjaan

ilustrasi perempuan bekerja/Dean Drobot/Shutterstock

Kita juga harus stop shaming profesi atau pekerjaan seseorang, mau itu pemilik perusahaan, karyawan, penjual sate atau pun pemulung, tidak ada pekerjaan yang buruk selama dijalani dengan cara yang baik dan halal. Lagipula bagaimana seseorang memutuskan mencari nafkah sepenuhnya adalah keputusan setiap individu, jadi sebaiknya tidak saling menjatuhkan.

9 dari 9 halaman

8. Feminitas dan maskulinitas

ilustrasi rekan kerja pasangan/zhanghaoran/Shutterstock

Melawan feminitas dan maskulinitas seringkali berbentrokan dengan stigma masyarakat zaman dahulu, misalnya perempuan harus jadi ibu rumah tangga saja, tidak boleh mengejar karier dan pendidikan, atau pria harus menjadi pemimpin keluarga dan tidak boleh menangis. Semua stereotip label feminitas dan maskulinitas juga sebaiknya dihentikan.

Jadi sebelum berkata atau menyikapi sesuatu, pastikan dulu kamu stop shaming dalam sekian hal di atas Sahabat Fimela.

#Women for Women