Epidemiolog Prediksi Bulan September Jadi Puncak Gelombang Empat Covid-19

angela marici diperbarui 12 Agu 2022, 11:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Sudah dua tahun lebih dunia dilanda pandemi Covid-19, berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi penyebaran penyakit dari varian Covid-19 yang terus bermunculan. 

Melansir dari Liputan6.com seorang ahli Epidemiologi Griffith Australia, Dicky Budiman memprediksi bahwa Indonesia masih berada di gelombang empat Covid-19 yang puncaknya akhir Agustus atau September. Ia juga memprediksi bahwa masa rawan di Indonesia masih akan berlangsung hingga Oktober tahun ini. 

"Di Indonesia kelompok rawan banyak, karena jumlah penduduk kita besar. Ini harus disadari semua pihak," kata Dicky.

Dicky juga mengimbau masyarakat untuk terus mewaspadai dan mengamati dampak yang hadir di tengah gelombang empat pandemi Covid-19. Dengan hadirnya berbagai varian seperti BA.275 belum bisa menggeser dominasi varian BA.5

2 dari 2 halaman

Stigma dan Obat-obatan Memengaruhi Covid-19

Petugas melakukan tes usap PCR kepada warga di Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Kamis (3/2/2022). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Virus Covid-19 terus melakukan mutasi, sehingga sulit untuk memprediksi kapan Covid-19 akan beralih menjadi penyakit biasa. Dicky mengatakan bahwa banyak cara yang bisa memengaruhi peralihan Covid-19 menjadi penyakit biasa, seperti stigma negatif yang disematkan pada pasien Covid019, obat-obatan, serta karakter dan sifat virus.

"Tidak ada kematian, karena obatnya ada. Sekarang obat selain mahal, masih terbatas dan belum memadai," ujar Dicky.

Dicky pun turut menjelaskan jika varian Covid-19 terus melakukan mutasi yang melahirkan varian baru dapat mengurangi efikasi dari vaksin yang dilakukan selama ini untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Ia juga menegaskan bahwa untuk mengatasi kondisi sekarang tidak hanya bisa diatasi dengan vaksin dan obat-obatan. Melainkan, masyarakat harus menerapkan testing, tracing, dan treatment (3T) dan mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M).

"Perilaku hidup bersih dan sehat harus jadi budaya baru. Itu yang menguragi potensi virus bemutasi," kata Dicky.

 

Penulis: Angela Marici

#Women for Women