Fimela.com, Jakarta Orangtua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kebutuhan dasar anak, yang meliputi asih, asah, dan asuh. Asih mencakup kebutuhan kasih sayang dari ayah dan ibu baik secara fisik dan psikis.
Lalu ada asah, yaitu stimulasi mental untuk menunjang perkembangan, mulai dari mengajari anak berbicara, merangkai kata, sampai spiritual. Serta asuh yang meliputi pemenuhan kesehatan dasar, pangan, nutrisi, sampai sanitasi.
Hal itu dipaparkan dr. Prima Evita Juwitasari, SpA dari RS Brawijaya Tangerang dalam Talkshow Dual Parenting untuk Pengasuhan Anak. Selain itu, hadir juga Tanti Diniyanti, S.Psi, psikolog dari RS Brawijaya Tangerang yang menekankan jika pengasuhan anak merupakan tugas bersama antara ayah dan ibu.
Sebab itu, menurutnya, perlu untuk mementukan tujuan pengasuhan dan kesepakatan dalam memilih pola asuh. Seteleh diterapkan, maka keduanya harus menjalani secara selaras agar tidak ada miss communication.
1. Pola asuh otoriter
Orangtua sangat memegang kendali dalam pengasuhan anak, cenderung keras, tegas, memiliki banyak aturan, dan memiliki standar yang tinggi kepada anak. Pola asuh ini mengharapkan anak sangat patuh kepada orangtua.
Orangtua menuntut prestasi akademik yang tinggi kepada anak. Efeknya, anak kurang percaya diri, sisi keberhargaan diri agak rendah, serta cenderung tidak berani menyampaikan pendapat.
2. Pola asuh permisif
Anak sangat diberikan kebebasan, orangtua memberikan semua keinginan anak. Anak jarang dihukum, tidak pernah diberikan perintah.
Anak juga selalu dipuji dan memberikan apa yang anak minta. Anak jadi tidak disiplin dan anak cenderung manja, egois, dan tidak peduli orangtua.
3. Pola asuh mengabaikan
Orangtua fokus kepada diri sendiri dengan kegiatannya atau stres dan depresi. Pola asuh diserahkan ke orang lain atau pengasuh, orangtua jadi tidak mengerti dengan anak dan kurang komunikasi. Pola asuh seperti ini menyebabkan anak punya sosialisasi yang rendah.
4. Pola asuh otoritatif
Otoritatif ini orangtua hangat tapi tegas, ada aturan tapi juga ada pujian. Kalau anak berprestasi dan berperilaku baik ada hadiah dari orangtua.
Jika anak melakukan kesalahan ada sanksi sesuai usia anak. Orangtua dan anak punya komunikasi dan kompromi, jika ada aturan ditanyakan lagi kepada anak.
Ada sisi diskusi dan kompromi antara orangtua dan anak dalam pola asuh seperti ini. Harga diri anak akan dianggap, anak akan lebih percaya dan bisa bersosialisasi dengan baik.
Kartu Komunitas
Dalam kesempatan yang sama, Brawijaya Hospital Tangerang meluncurkan kartu komunitas. Kartu komunitas adalah kartu keanggotaan atau membership yang diterbitkan oleh Brawijaya Hospital Tangerang untuk komunitas yang sudah bekerja sama dengan Brawijaya Hospital Tangerang.
Rika Ermasari, SPsi, Psikolog, ACC, selaku Kadiv Non Medis Brawijaya Tangerang mengatakan akan berkomitmen untuk membantu kesehatan masyarakat khususnya yang berada di kota Tangerang serta sekitarnya lewat kartu komunitas. Dengan berbagai manfaat lebih yang bisa didapat.