Apresiasi Lola Amaria pada Gambaran Kehidupan Para Santri di Film Pesantren

Rivan Yuristiawan diperbarui 02 Agu 2022, 21:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Aktris Lola Amaria memberikan apresiasi terhadap film berkonsep dokumenter yang terbilang berbeda dari kebanyakan yang ada. Lewat film berjudul Pesantren, ia mengaku terpanggil untuk ikut memberikan gambaran pada publik tentang kehidupan hari-hari para santri selama menuntut ilmu.

Meski tak terlibat dalam proses penggarapannya, namun perempuan 45 tahun itu mengaku terpanggil untuk ikut menyebarluaskan segala informasi tentang film tersebut. Salah satu yang menurutnya menarik adalah gambaran cerita yang diangkat sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

"Saya sebenarnya melihat utuh film ini 2018 dan saya saat itu bilang kalau film ini harus naik (layar bioskop) sebagai perspektif bahwa pesantren dan islam itu berkembang dengan sangat baik," ujar Lola Amaria di kawasan Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (1/8/2022).

2 dari 3 halaman

Tayang Terbatas

Film Pesantren (foto: istimewa)

Seperti yang diungkapkan Lola Amaria, film Pesantren sebenarnya sudah rampung diproduksi sejak tahun 2018 lalu. Sebelum akhirnya akan ditayangkan serentak di bioskop mulai 4 Agustus 2022 ini, film Pesantren sudah lebih dulu ditayangkan di Belanda pada tahun 2019. Jadwal penayangannya di bioskop sendiri sudah molor sekitar 2 tahun akibat pandemi Covid-19 pada 2020 mendatang.

"2020 seharusnya dirilis tapi pandemi, jadi ketahan dan baru naik ke bioskop 4 Agustus mendatang dengan layar terbatas," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Lawan Stigma Negatif

Pemutaran perdana film Pesantren di XXI Epicentrum, Kuningan

Film Pesantren sendiri diproduksi oleh Negeri Films dan distribusinya di bioskop dilakukan oleh Lola Amaria Productions. Film ini mengambil latar kehidupan para santri di Pondok Kebon Jambu Al Islamy yang ada di daerah Cirebon, Jawa Barat yang dipimpin oleh seorang perempuan.

Sesuai judulnya, film karya sutradara Shalahuddin Siregar itu berusaha untuk menggambarkan tentang bagaimana kehidupan para santri di pesantren melalui kisah dua santri dan guru muda yang ada di pondok pesantren tersebut. Lewat filmnya itu, Shalahuddin Siregar berusaha untuk mematahkan stigma negatif tentang pesantren tradisional yang terkesan tertutup dan kental dengan isu radikalisme.

"Saya pernah membuat film pada tahun 2012 ketika anak perempuan dimasukkan pesantren, muncul stigma itu keputusan yang salah karena pesantren adalah sumber radikalisme," ujar Salahuddin Siregar.