Sinisme Ernest Prakasa terkait HAKI Citayam Fashion Week: Gak Tau Malu

Nizar Zulmi diperbarui 25 Jul 2022, 12:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Entah sejak kapan istilah Citayam Fashion Week ramai digunakan untuk menyebut fenomena para muda-mudi yang berekspresi di kawasan Dukuh Atas, Sudirman Jakarta. Siapa yang mencetus juga tak diketahui, tapi yang jelas Baim Wong dan Paula Verhoeven ingin mematenkan nama tersebut.

Lewat Tiger Wong Entertainment, Baim dan Paula mendaftarkan nama itu ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI). Selain mereka, ada juga pemohon lain yakni Indigo Aditya Nugroho di situs resmi PDKI.

Komedian dan sutradara film Ernest Prakasa jadi salah satu yang lantang menyuarakan kritik atas usaha pematenan nama Citayam Fashion Week. Ia tak ragu melontarkan sinisme atas isu yang sedang ramai dibahas tersebut.

2 dari 3 halaman

Serakah dan Tak Tahu Malu

Ernest Prakasa. (Foto: Instagram @ernestprakasa)

Ernest dikenal cukup rajin beropini soal isu yang penting di masyarakat. Tak terkecuali pendaftaran (Hak Kekayaan Intelektual) HAKI atas Citayam Fashion Week yang menunjukkan keserakahan manusianya.

"Daftarin OPEN MIC ke HAKI. Daftarin ROASTING ke HAKI. Daftarin CITAYAM FASHION WEEK ke HAKI. Serakah banget jadi manusia," tulisnya di Twitter (24/7/2022).

"HAKI itu H-nya adalah Hak. Kok bisa-bisanya merasa berhak atas sesuatu yang bukan ciptaan mereka sendiri. Gak tau malu," lanjutnya.

3 dari 3 halaman

Singgung Hati Nurani

Paula Verhoeven dan Bonge di Citayam Fashion Week (Youtube/Baim Paula)

Ernest juga menyayangkan persepsi orang tentang HAKI yang penafsirannya makin bergeser. Orang kini melihat pendaftaran HAKI lebih sebagai lomba cepat mematenkan sesuatu, ketimbang berusaha kreatif dan membuat brand sendiri.

"HAKI itu dibuat untuk melindungi kreator, agar pekerja kreatif bisa sejahtera dari ide & karya mereka sendiri. Bukannya dulu-duluan maen sikat mumpung belom ada yang daftarin. Tolong lah dipake akal sehat & hati nuraninya," imbuh Ernest.

Cuitan tersebut mendapat ribuan likes dan komentar, serta retweet dengan nada setuju. Lagi dan lagi, kata yang selalu digaungkan netizen di kasus ini adalah, created by the poor stolen by the rich.".