Pakar Lingkungan Hidup Tekankan Taman Nasional Komodo Butuh Konservasi Berkelanjutan

Fimela Reporter diperbarui 28 Jul 2022, 17:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Keberadaan kadal eksotik yaitu komodo dan ekosistemnya yang khas selalu membuat Taman Nasional Komodo dikunjungi banyak wisatawan. Namun, sejak September 2021 statusnya terancam punah dan telah termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation (IUCN).

Untuk itu, destinasi wisata yang berlokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini memerlukan program konservasi dan penerapan pariwisata berkelanjutan dalam menunjang kelestarian mutu destinasi. Hal ini berguna untuk mempertahankan ekosistem makhluk hidup di dalamnya.

"Wisata komodo adalah wisata dengan nyawa hewan. Bukan wisata barang mati seperti Borobudur atau lainnya. Komodo adalah makhluk hidup yang keunikannya justru menjadi daya tarik. Nah, jika demikian halnya, maka komodo sebagai makhluk hidup, harus kita pertahankan,” ujar Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup RI Pertama (1978-1993).

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Masalahnya Bukan Jumlah Pengunjung Tapi Keterbatasan Kualitas Pengunjung

Pariwisata di Taman Nasional Komodo ancam kelestarian ekosistem makhluk hidup di Pulau Komodo. (Dok/System Dynamic Center).

Dalam audiensi Daya Dukung Daya Tampung berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo bersama Tim Pelaksana Penguatan Fungsi Taman Nasional Komodo, (7/7), Prof Emil menyampaikan bahwa strategi pariwisata di daerah komodo jangan diletakkan pada jumlah kuantitas tamu, tapi pada keterbatasan kualitas tamu.

"Maka jangan jumlah pengunjung menjadi kriteria. Yang menjadi objek wisata adalah makhluk hidup, bukan barang mati. Apabila ekosistemnya terganggu bisa mengganggu ekuilibrium kehidupan komodo, yang mana kita tidak punya ahlinya," paparnya. Menurutnya, selama ini komodo dianggap objek yang berhak dimanfaatkan, tak peduli ekosistem berubah atau tidak.

Emil menyarankan strategi pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak hanya menjadikan jumlah wisatawan sebagai patokan, melainkan berapa besar toleransi yang dapat diterima oleh ekosistem komodo dan makhluk hidup lainnya. Selain itu, harga masuk perlu dinaikan sebagai kompensasi untuk mengembalikan apa yang hilang dari ekosistem Komodo dan makhluk hidup lainnya di kawasan.

3 dari 4 halaman

Seberapa Banyak Jumlah Wisatawan yang Sehat Untuk TNK?

Ilustrasi komodo di Taman Nasional Komodo. (Pexels.com).

Hasil kajian menunjukkan kapasitas ideal Taman Nasional Komodo dalam menampung wisatawan ialah sebanyak 219 ribu dan maksimal sebanyak 292 ribu kunjungan per tahun. Poin pertimbangannya adalah panjang jalur terpendek trekking, rerata lama berjalan wisatawan, lama kunjungan dan tingkat kenyamanan berwisata serta Nilai Jasa Ekosistem di dalamnya.

Pengurangan nilai Jasa Ekosistem dipengaruhi faktor geologis dan faktor sosial. Faktor geologis terlihat dari pengaruh dari perubahan iklim terhadap kadar produktivitas primer (Oksigen) dalam keterbatasan Daya Dukung dan Daya Tampung wilayah ke depannya.

Untuk nilai produktivitas primer pada tahun 2021 sebesar 2.198.677.815 kg/tahun yang bersumber dari luasan hutan, savana, terumbu karang serta ketersediaan zona pelagis, dan akan pada tahun 2045 akan mengalami penurunan menjadi sebesar 1.099.338.907 kg/tahun.

Sedangkan faktor sosial, seperti penggunaan lahan untuk pembangunan homestay yang mengakibatkan terjadinya pengurangan cadangan air tanah, banyaknya sampah ataupun limbah dari wisatawan baik di darat maupun wilayah perairan.

4 dari 4 halaman

Upaya Konservasi Ketat Perlu di Berlakukan

Ilustrasi Pulau Padar di Nusa Tenggara Timur. (Sumber foto: Pexels.com).

Irman Firmansyah, Tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo mengungkapkan bahwa jika upaya konservasi yang ketat tidak diberlakukan, dan kunjungan wisatawan tidak dibatasi, kita akan melihat penurunan signifikan dalam nilai jasa ekosistem di dalam Taman Nasional Komodo terutama di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

“Jangan heran jika kegiatan pariwisata pun akan ikut punah. Maka dari itu, sudah saatnya untuk kita membuka mata dan bekerja sama dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan serta melestarikan ekosistem makhluk hidup di dalamnya. Ke depannya, semua hasil kajian akan dipublikasikan dalam bentuk jurnal internasional dan buku hasil kajian yang dapat diakses dan dibaca oleh khalayak umum.” tutup Dr. Irman.

Penulis: Tasya Fadila

#Women for Women