Fimela.com, Jakarta Dalam memulai bisnis ini, mulanya Jessica dan Sachiko selaku pemilik dari Eze Nails, merupakan orang yang baru memasuki dunia kerja. Menyadari bahwa penghasilan yang mereka dapatkan hanya mengalir ke gaya hidup bukan merupakan hal yang bijak, mereka mulai memikirkan bagaimana menjadikan gaji yang mereka terima lebih bermanfaat.
Di sisi lain juga, sebagai seorang dewasa mereka merasa perlu untuk bertanggung jawab secara finansial kepada keluarga serta masa depan kehidupan pribadi masing-masing.
"Sebenarnya kondisi dari background keluarga Aku dan Jessica sendiri, keluarga kita itu orang tuanya udah pada mau pensiun. "Jadi ibaratnya kita udah lumayan mulai kepepet ya, sebenernya udah harus mulai jadi penanggung keluarga, tapi kita harus mulai siapin masa depan kita sendiri. Kayak kita mau nikah, mau punya anak, pasti kan harus ada tabungan," ungkap Sachiko
Sama hal nya dengan Sachiko, Jessica merasa uang yang ada sekarang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan lebih bijak lagi dan lebih berpenghasilan untuk jangka panjang.
"Aku nggak punya bisnis orangtua untuk diteruskan. Jadi papaku juga employee, yang hidup dari gaji. Menyaksikan banget papaku yang bekerja keras dari muda. Aku ngerasa harus create something more dibanding cuma manfaatin gaji tiap bulan. Papaku orang yang tekun banget kerjanya, makanya aku ngeliat kerja keras aja tuh not enough gitu," jelas Jessica.
What's On Fimela
powered by
Membangun bisnis nails beauty yang mudahkan perempuan
Menyadari akan besarnya effort perempuan untuk cantik, Sachiko & Jessica, dua sekawan sekaligus owner dari Eze Nails berkeinginan untuk menghadirkan kuku tempel yang mudah digunakan kapanpun dan dimanapun. Hal ini disadari ketika Jessica sebagai pengguna Gel Salon merasa banyaknya waktu dan uang yang terbuang, serta Sachiko yang merupakan pengguna dari kutek merasa repot dan merusak kuku.
Dalam melakukan brainstorm, Jessica dan Sachiko merasa kuku yang cantik seharusnya bisa didapatkan dengan mudah oleh tiap perempuan. Meskipun telah banyak kuku palsu yang beredar dipasaran, namun beberapa tak tahan lama, bahkan memiliki bahan kimia (lem kuku) yang merusak kuku asli.
"Kayaknya, seharusnya cewek-cewek bisa deserve more sih dari quality yang kayak gini (tidak tahan lama & merusak kuku). Ternyata pas kita liat, fake nails ini udah banyak global player-nya, gitu. Harusnya, cewek-cewek Indonesia bisa dapet kualitas yang bagus. Dari situ lah kita ngerasa, oke, kayaknya ada yang bisa kita solve nih disini, ada yang bisa kita selesaikan permasalahannya di nail beauty ini," ungkap Sachiko
Ide awal lahirnya Eze Nails ini untuk mendukung perempuan agar memudahkan dan mempersingkat waktu mereka supaya lebih praktis dalam perihal kecantikan. Dengan pertimbangan tingkat produktivitas perempuan masa kini yang tinggi, mulai dari working mom, hingga kesibukan untuk sekolah dan belajar dalam mencapai mimpinya.
"Perempuan tuh banyak banget kesibukannya, karena kita kan juga mau create our own contribution gitu kan. Makanya kita lihat kedepannya beauty products harusnya bisa lebih effortless," ungkap Jessica selaku Founder dari Eze Nails.
Mulai bisnis dari nol dengan tekun belajar banyak hal
Tentunya, membangun sebuah bisnis yang sukses bukan suatu hal yang bisa didapatkan dengan mudah. Banyak hal yang perlu dipelajari dalam membangun bisnis mulai dari hal mendasar seperti modal dan pembukuan hingga teknik marketing untuk memasarkan bisnis tersebut.
"Background kita sebenarnya bukan dari business school, kita nggak punya teori-teori bisnis yang gimana gitu. Karena sebenarnya kita datang dari background design dan marketing. Tapi, satu yang kita pegang adalah kita teruntuk customer aja sih. Dalam arti, kira ngerasa Spot-On Manicure, Spot-On Pedicure ini yang consumer butuhin. That's why kita keluarkan ini, kita provide ini," jelas Sachiko.
"(Hal tersebut) masih kita lakukan dengan cara melalui social media kita, kita actively engaging customer kita. Kita anggap mereka kayak bener-bener kayak temen, bisa dicurhatin. Nah, dari situ sebenarnya ketika kita actively engaging jadi kegali tuh masalah apa yang dipunyai sama customer kita. Dari situ keliatan needs dan opportunity-nya seperti apa," lanjut Sachiko.
Selain aktif bermedia sosial, strategi lainnya juga diungkapkan oleh Jessica. Ia menyebutnya belajar di jalan, yang berarti mempelajari segala hal sejalan dengan dibangunnya bisnis ini.
"Di awal-awal belum terlalu laku ya, yaudah kita simply tanya ke customer kalian sukanya warna apa sih? Misalkan. Terus nggak ngerti cara bikin laporan keuangan, karena kita kan anak desain ya. Yaudah, nanya-nanya temen yang pernah bikin bisnis, liat contoh-contoh di Google laporan keuangan kayak gimana, nanya-nanya sama konsultan keuangan. Jadi strategi yang paling ampuh adalah mau belajar dari manapun," ungkap Jessica.
Keterbatasan penggunaan modal juga menjadi alasan bisnis ini harus dikalkulasikan secara matang, terencana dengan baik dan meminimalisasi kemungkinan yang tak diinginkan.
"Kita bener-bener gapunya ruang untuk gambilng, jadi kita kalkulasiin semuanya," ucap Sachiko.
Keadaan tersebut justru menjadi pembelajaran bagi Jessica, dengan mengetahui resiko kegagalan akan menghabiskan semua, membuatnya lebih berhati-hati dalam memilih langkah dan mempersiapkan segalanya dengan sangat baik
"Aku ngerasa malah lahir dari keluarga biasa aja dan gapunya background bisnis tuh malah jadi privilege. Mungkin orang ngeliat itu kekurangan ya. Tapi, karena kita gapunya modal banyak dan gapunya pengetahuan jadi gamain-main ketika mengeluarkan modal. Dikalkulasiin semua jalannya kemana. Kedua, karena gapunya background bisnis kita jadi belajar semua hal. Kalau ada ilmu baru, oke kita baca karena kita kurang banget. Dengan mentality itu yang bisa membuat kita bertahan, ungkap Jessica.
Jessica dan Sachiko juga menyampaikan harapannya untuk Eze Nails dan para pelaku bisnis di industri kecantikan ini. Mereka berharap bahwa industri kecantikan masa kini lebih bisa menyelesaikan permasalahan kecantikan dengan lebih efektif dan efisien lagi secara kualitas maupun waktu.
"Beauty industry sekarang emang banyak sih yang hasilnya bagus, kayak pori-porinya mulus segala macem. Tapi proses menuju kesana masih banyak yang painful, buang-buang waktu, buang banyak uang banget. Gak efektif dan efesien lah dengan lifestyle perempuan yang sekarang lebih ambisius, kesibukannya tinggi," ucap Sachiko.
"Kita sih sekarang nyebutnya great nails have never been this Eze (easy). Kita kedepannya juga berharap ga cuma great nails, tapi juga great skincare, great make up, great hair. Mungkin kita bisa provide mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki," lanjutnya.
Penulis: Ersya Fadhila Damayanti
#Women for Women