Fimela.com, Jakarta Desainer Ekhi Anam perlahan mulai membuka diri dan mempersilakan orang-orang memasuki akun media sosial Instagramnya, setelah mendesain baju-baju pengantin Putri Tanjung yang menikah dengan Guinandra Jatikusumo pada bulan Maret 2022. Selama ini, namanya cenderung senyap di kancah industri fashion tanah air yang kembali bergema saat saat momentum pernikahan anak miliarder Chairul dan Anita Tanjung.
Siapakah sosok Ekhi Anam yang membuat rangkaian baju untuk Putri Tanjung mulai dari siraman, midodareni, akad nikah sampai resepsi? Kepada Fimela.com, Ekhi berkisah awal perkenalan dengan Anita Tanjung yang dimulai sejak tahun 2001 lewat sepotong kebaya.
Sejak saat itu, Ekhi Anam menjadi desainer langganan keluarga Tanjung sampai akhirnya mendapat kepercayaan merancang kebaya pernikahan Putri Tanjung yang sudah dikenalnya sejak belia. Ekhi Anam dan Anita-Putri Tanjung juga sama-sama memiliki kesamaan dengan detail perfek dan kualitas tinggi.
"Saya memang enggak terlalu go public, karena saya turun tangan sendiri terutama ukur badan dan fitting, jadi enggak mau terlalu terburu-buru takut enggak maksimal. Begitu juga dengan Instagram yang sekian tahun saya kunci, karena ada beberapa klien juga yang tidak mau dibuka (di-blow up)," ujar Ekhi saat berbincang dengan Fimela via telepon belum lama.
What's On Fimela
powered by
Ditempa Saat Menjadi Adviser Consultant
Ekhi Anam yang juga sempat membuat kebaya pernikahan untuk aktris Cut Mini Theo dan Raslina Rasidin itu mengaku tak pernah mengenyam pendidikan desain secara formal. Namun ia beruntung bisa menempa salah satu skill-nya di dunia fashion sebagai adviser consultant di perusahaan retail pakaian asing.
"Saya tidak sekolah formal, jadi kategori otodidak, bakat alam, dan dibantu dengan wawasan dan pendidikan. Terutama saat saya bekerja untuk perusahaan asing untuk mengecek pola dan cutting baju sebelum diproduksi massal, di situ saya ditempa tak berkompromi atas kualitas agar semua dapat puas," lanjut Ekhi.
Hingga akhirnya Ekhi memulai sendiri sendiri label eponimnya pada tahun 2000. Ia terbiasa menangani klien kelas atas seperti para sosialita dan pejabat yang juga tak berkopromi akan kualitas.
"Saya orang yang sangat kerja keras dan tidak neko-neko. Saya juga tidak suka pesta sana-sini, tapi Tuhan yang kasih rezeki. Saat saya kumpul bersama teman-teman, tidak suka sebut saya desainer atau mempromosikan diri saya sendiri," jelasnya.
Kualitas yang berimbas pada harga
Lima tahun belakangan, Ekhi Anam berkontemplasi dengan semua hal yang ia kerjakan saat menjadi seorang desainer. Terlebih tentang prinsip dirinya soal materi yang menjadi nomor sekian ketimbang kualitas.
"Dengan karya idealis harus maksimal sesuai yang saya mau dan tidak mikirin uang, kayak seniman. Lima tahun yang lalu saya mikirnya gitu. Di sisi lain, saya selalu bilang soal harga sebelum mendesain, kalau tidak cocok silakan mundur, saya tidak menurunkan harga dan tidak menurunkan kualitas," sambungnya lagi.
Meski saat proses produksi dan kreatif sudah menetapkan harga, ia menegaskan jika materi bukan yang utama. Jauh lebih penting adalah tanggung jawab dan kepuasan hati klien di atas segalanya.
"Memang tetap dibayar, tapi dalam perjalanannya, saya tidak berpikir materi, tidak ingin go public. Seperti saat dipercaya membuat ratusan pakaian untuk mendiang pendiri Masjid Dian Al Mahhri atau dikenal Masjid Kubah Emas, Dian Djuriah Rais sejak 2001 hingga wafat."
"Sejak tahun 2000 saya berfilosofi tentang niat baik, Insya Allah dapat yang terbaik. Itu yang saya rasakan, meski enggak go public atau belum berpikir untuk show, bukan berarti mengekslusifkan diri, tapi enggak tahu ke depannya ya. Sejauh ini saya mengerjakan sesuai dengan kemampuan saya, dan tak terasa sudah sampai sejauh ini," tutup desainer yang juga merancang pakaian untuk pria serta berprofesi dengan desainer interior.