Fimela.com, Jakarta Beberapa kasus pelecehan seksual pada anak mulai terkuak, bahkan semakin marak terjadi. Seperti baru baru ini di Depok, sebanyak empat ustaz di sebuah pondok pesantren diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan santriwati. Lalu di kawasan Bintaro, pria dewasa diuber-uber karena asal mencolek anak-anak di mal.
Di sisi lain, orang dewasa kerap kali menyentuh anak kecil dengan alasan gemas tanpa tendensi seksual. Padahal anak anak pun memiliki otoritas atas tubuhnya, sama halnya dengan orang dewasa. Perlakuannya pun harus sama, tidak boleh disentuh, dipegang, apalagi dicolek-colek tanpa izin.
Jika pada orang dewasa sentuhan fisik tanpa izin atau secara paksa disebut pelecehan seksual, maka hal tersebut tentu berlaku bagi anak kecil. Mungkin anak kecil belum punya kekuatan cukup untuk melawan sentuhan fisik tersebut. Namun bukan berarti mereka tidak memiliki otoritas atas tubuhnya.
Sebagai orangtua, mengajari anak bahwa dia punya otoritas atas tubuhnya sendiri merupakan satu hal yang penting untuk mencegah pelecehan seksual. Bila anak sudah paham soal hal itu, maka anak bisa menolak orang lain yang mencoba menyentuh tubuhnya.
Namun tak dapat dipungkiri, ini adalah topik yang membuat sebagian besar orangtua tidak nyaman, dan karena itu cenderung tidak membicarakannya dengan anak mereka. Padahal menurut Jill Starishevsky, seorang jaksa pelecehan sekusual anak dan kejahatan seks di New York City, keputusan itu dapat membuat seorang anak lebih rentan terhadap predator seksual.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mengajarkan anak mengenai bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain. Apa saja? simak selengkapnya penjelasan ahli berikut ini, Sahabat Fimela!
What's On Fimela
powered by
1. Membicarakan Bagian Tubuh Sejak Dini
Mulailah segera membicarakan bagian tubuh saat anak secara perkembangan siap untuk mendengarkan. Mary L. Pulido, Ph.D., eksekutif direktur Masyarakat New York untuk Pencegahan Kekejaman terhadap Anak mengungkapkan bahwa usia rata-rata pelecehan adalah 8 hingga 9 tahun, jadi bicarakan dengan anak-anak kamu sebelum mereka mencapai usia yang rentan itu.
Starishevsky merekomendasikan membicarakan mengenakan bagian tubuh sejak usia anak menginjak 3 tahun.
2. Gunakan Kata yang Tepat untuk Bagian Tubuh
Kesalahan yang kerap dilakukan sebagian besar orang adalah menggunakan istilah lain ketika mendeskripsikan bagian tubuh. Seperti menggunakan kata “burung” sebagai pengganti penis, dan lain sebagainya.
“Sebab ini bisa berisiko menyebabkan anak disalahpahami oleh orang lain. terutama jika mereka telah mengalami sentuhan yang tidak aman ke bagian tubuh mereka dan perlu melaporkannya,” kata ahli pendidik seksual, Melissa Carnagey, seperti dikutip dari Huffpost.
Anak-anak harus dapat mengidentifikasi bagian tubuh dan menamainya dengan benar sehingga mereka bisa berkomunikasi jika mereka disentuh secara tidak tepat.
Edukator seksual, Lydia M. Bowers menekankan bahwa penis, testis, vulva dan vagina bukanlah kata-kata yang buruk. Oleh karena itu, orangtua harus merasa nyaman menggunakan istilah-istilah ini atau kata-kata yang sesuai jika mereka berbicara tentang organ intim.
3. Berikan Contoh Sentuhan yang Pantas Vs Tidak Pantas
Alane Fagin, direktur eksekutif Layanan Pencegahan Pelecehan Anak di Roslyn mengatakan, selain membicarakan anatomi tubuh, orangtua juga harus membantu anak-anak mengenali macam-macam perilaku pelecehan seksual. Beri mereka contoh sentuhan yang pantas dan sentuhan yang tidak pantas atau pelecehan seksual.
“Sentuhan pantas misalnya mendapatkan vaksinasi dari dokter, mengganti popok, dan lain sebagainya. Sementara sentuhan yang tidak pantas misalnya setiap kali seseorang menyentuh bagian tubuh kamu dengan cara yang membuat kamu bingung, gelisah, atau tidak nyaman,” kata Fagin.
“Kamu dapat memberi tahu anak kamu bahwa jika seseorang meletakkan tangannya di bawah baju atau celana Anda, itu tidak aman,” tambahnya.
4. Validasi perasaan mereka selama ini
Nicholas Strouse, LCSW, direktur dan klinisi di Konseling Keluarga Westport di Connecticut, mengatakan bahwa hal terpenting yang dapat dilakukan orangtua untuk menjaga keselamatan anak-anak mereka adalah memvalidasi perasaan mereka sehingga mereka mempercayai naluri mereka sendiri.
“Jika mereka takut, tanyakan apa yang mereka takutkan,” katanya. “Jika kamu mengesampingkan insting mereka dan memberitahu mereka bahwa mereka tidak perlu takut, seperti dalam 'kamu tidak membutuhkan lampu malam karena tidak ada yang menakutkan tentang kegelapan,' kamu tidak mengajari mereka tanggapan mereka terhadap ketakutan mereka adalah valid.
Oleh karena itu, ajari anak untuk memperhatikan dan merasakan perasaan mereka. Hal ini sangat penting agar anak bisa mengungkapkan perasaan tidak aman atau tidak nyaman ketika disentuh tanpa izin oleh orang lain.
#Women for Women