Fimela.com, Jakarta Di bulan Juni ini, Fimela mengajakmu untuk berbagi cerita tentang keluarga. Untuk kamu yang seorang ibu, anak, mertua, menantu, kakak, atau adik. Ceritakan apa yang selama ini ingin kamu sampaikan kepada keluarga. Meskipun cerita tak akan mengubah apa pun, tapi dengan bercerita kamu telah membagi bebanmu seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela dalam Lomba My Family Story: Berbagi Cerita tentang Sisi Lain Keluarga berikut ini.
***
Oleh: A
Entah dari mana saya memulainya. Mungkin ini bukan cerita yang menyenangkan, tetapi saya berharap cerita ini bisa melegakan hati saya. Dan semoga pembaca bisa mengambil hikmah dan manfaat dari kisah saya ini.
Sudah sekian lama saya masih memendam rasa sakit yang saya rasakan atas sikap dari keluarga ibu saya yang sering mengatai bapak saya melalui saya.
Saya mengalami itu dari saya berusia sekitar 5 tahun (seingat saya) sampai saya remaja. Penyebabnya cukup kompleks, dan mungkin sebenarnya yang dilakukan oleh keluarga ibu saya adalah bentuk turut prihatin mereka terhadap ibu saya. Saat itu bapak dan ibu saya memang sedang mengalami berbagai masalah rumah tangga, yang pada akhirnya keluarga ibu saya turun tangan.
Sedikit cerita, ibu saya 9 bersaudara, semuanya kompak. Keluarga ibu saya memang cenderung dominan dan perhatiannya luar biasa terhadap keluarga saya.
Dulu saya dan adik sering diajak jalan-jalan oleh sebagian dari mereka secara bergantian, dibelikan makanan dan barang kesukaan kami, tak jarang juga diberi uang saku. Anak kecil mana yang tidak senang diperlakukan seperti itu.
Hanya saja, saat itu saya sudah sangat mengerti bahwa untuk 'mendapat kesenangan' itu saya harus mempersiapkan telinga dan hati kalau-kalau lagi-lagi mereka mengatakan hal-hal menyakitkan tentang bapak saya.
Saya tidak bisa menceritakan apa-apa saja yang pernah mereka katakan kepada saya karena banyak sekali hal menyakitkan yang saya dengar. Mungkin saya sebutkan salah satunya, pernah saat itu saya dan adik diajak jalan-jalan ke kebun binatang oleh salah satu dari mereka, lalu ada momen di mana beliau memanggil kera yang bergelantungan di pohon dengan nama bapak dan adik saya.
What's On Fimela
powered by
Kini Aku Mencoba untuk Berdamai dengan Semuanya
Dulu, saya selalu menjadi badut untuk diri saya sendiri. Saya ikut tertawa bersama mereka jika mereka menertawai dan mengatai bapak saya. Tapi sekarang, saya seringkali menangis jika mengingat momen itu.
Saya marah mengingat dulu saya begitu lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela bapak saya, walaupun ketika kini saya sudah dewasa dan bisa menilai permasalahan yang terjadi pada kedua orang tua saya, saya mengerti ada hal-hal yang membuat bapak saya berada di posisi bersalah.
Tapi tetap saja, keluarga ibu saya tidak berhak melakukan itu kepada saya. Mungkin sekarang mereka tidak mengira hal itu sangat menancap di hati saya, bahkan mungkin mereka sudah lupa pernah melakukan itu.
Bagaimana saya bisa lupa jika masa usia emas saya diisi dengan hal menyakitkan seperti itu? Dan dulu saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada orang tua saya sekalipun. Saya baru cerita ke ibu saya 3 tahun yang lalu, itupun ketika saya dan ibu ada sedikit perselisihan di persiapan pernikahan saya.
Sejujurnya, saya tidak dendam pada siapa-siapanya, saya hanya dendam pada momennya. Apalagi sekarang semuanya baik-baik saja, baik hubungan kedua orang tua saya maupun dengan keluarganya, dan juga saya kepada mereka semua.
Hanya saja rasanya saya sulit lepas dari momen itu. Ketika memikirkan hal yang acak, pikiran saya sering berujung ke sana, lalu timbul perasaan marah, dan kemudian menangis. Padahal seharusnya saya mengingat momen masa kecil saya yang justru lebih banyak bahagianya. Mungkin pembaca menganggap saya ini pendendam, tapi saya hanya ingin meluapkannya di sini dengan harapan bisa berdamai dengan masa lalu saya.
#WomenforWomen