Fimela.com, Jakarta Penyakit cacar monyet atau monkeypox membuat publik resah belakangan ini karena adanya temuan kasus di beberapa negara. Meski begitu, Sabtu, 25 Juni lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan penyakit ini belum menjadi darurat kesehatan global.
Dikutip dari Liputan6.com, meskipun begitu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan sangat prihatin dengan wabah tersebut. Ia menyatakan, bagaimana pun juga monkeypox ini menjadi ancaman kesehatan.
Hingga kini, label "darurat global" hanya berlaku untuk pandemi virus corona dan upaya berkelanjutan memberantas polio. Oleh karenanya, WHO menyatakan mundur dari penerapannya pada wabah cacar monyet sehabis mendapat saran dari para ahli internasional.
What's On Fimela
powered by
Kabar terkini kasus cacar monyet
Saat ini, kasus terkonfirmasi cacar monyet berjumlah lebih dari 3.200 kasus. WHO melaporkan, terdapat satu kematian dalam enam minggu terakhir dari 48 negara di mana penyakit ini biasanya tidak menyebar.
Sepanjang 2022, ada hampir 1.500 kasus dan 70 kematian di Afrika Tengah, di mana penyakit ini lebih umum menyebar. Selain itu, Republik Demokratik Kongo juga menjadi negara dominan.
Monkeypox sendiri merupakan penyakit virus yang mengakibatkan gejala mirip flu dan lesi kulit. Penyakit ini mayoritas menyebar pada pria yang berhubungan seks dengan pria di luar negara endemik.
Perawatan penyakit cacar monyet
Perawatan terhadap penyakit cacar monyet bisa dilakukan dengan beberapa cara. Meski stoknya terbatas, terdapat vaksin dan perawatan yang tersedia untuk cacar monyet.
Beberapa waktu lalu, keputusan WHO yang mengatakan cacar monyet memenuhi kriteria darurat menimbulkan kritik. Para ahli kesehatan global perlu melakukan kajian lebih lanjut mengenai hal ini.
Pada 2020 lalu, WHO menyatakan virus corona sebagai keadaan darurat bagi kesehatan masyarakat. Saat itu, banyak negara mengabaikan seruan tersebut. Hingga akhirnya, sekitar enam minggu kemudian, badan tersebut menggunakan kata “pandemi” dan banyak negara mulai mengambil tindakan.
Penulis: Ersya Fadhila Damayanti
#Women for Women