Tumbuh Bersama Kakak Perempuan, Anugerah Terindah dalam Hidupku

Endah Wijayanti diperbarui 18 Jun 2022, 12:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Di bulan Juni ini, Fimela mengajakmu untuk berbagi cerita tentang keluarga. Untuk kamu yang seorang ibu, anak, mertua, menantu, kakak, atau adik. Ceritakan apa yang selama ini ingin kamu sampaikan kepada keluarga. Meskipun cerita tak akan mengubah apa pun, tapi dengan bercerita kamu telah membagi bebanmu seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela dalam Lomba My Family Story: Berbagi Cerita tentang Sisi Lain Keluarga berikut ini.

***

Oleh: Ary

Kakak perempuanku hanya berbeda 3 tahun denganku. Dia adalah seorang yang berbadan mungil namun gesit bukan kepalang. Di antara teman-temannya, dia bukan hanya paling imut, tapi paling berani dalam tindakannya. Kadang aku bertanya, apakah semua anak sulung seberani itu. Sekuat dan seyakin itu. Kakakku bagai wonder woman atau warior princess di mataku.

Di masa remaja, kakakku hampir setiap minggu mengayuh sepedanya sampai ke pelosok kampung. Kadang ia pulang membawa beberapa buah manga, yang entah memetiknya di mana. Sepulang bersepeda aku dengan tabah mendengar ceritanya, tentang tanjakan dan turunan, tentang pohon manga dan pecel keong pengobat laparnya.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Kakakku yang Selalu Ada Untukku

(c) Shutterstock

Selain berani, kakakku juga seorang yang setia kepada adiknya. Akulah itu, adiknya yang manja dan lebih penakut. Jangankan mengendarai motor, bersepeda onthel saja aku kaku, harus berlama-lama mengumpulkan keberanianku. Pernah suatu pagi dengan tak sengaja aku menabrak ember cucian tetangga dengan sepeda motornya, di situlah aku kapok dan memutuskan untuk membonceng kakakku saja.

Dia sangat maklum dengan tabiatku. Ke mana aku pergi di kala senggangnya dengan suka rela diantarkannya aku. Ke tempat bimbel, ke supermarket, dan yang paling menyenangkan adalah menghabiskan malam minggu bersama. Kami biasa berboncengan dan mampir membeli tape bakar di depan klentheng di tengah kota. Atau makan bakso sapi langganan dengan es teh manisnya. Bahkan STMJ minuman bapak-bapak itu pun tak luput dari agenda kami berdua.

Pernah suatu kali, kakakku disetop polisi. Saat itu ia buru-buru hendak menjemputku tanpa melihat rambu-rambu. Polisi yang mendekatinya, sebelum sempat menginterogasi kakakku sudah lebih dulu diberondongnya dengan kalimat  tegas penuh keyakinan, “Pak, sudahlah saya tahu saya salah. Tapi ini lho saya beneran harus cepat-cepat njemput adek saya, udah dibikin cepet aja ya Pak."

Si Pak Polisi antara iba dan terkejut hanya bisa mengangguk dan mengiyakannya, “Ya udah Mbak, silakan jalan lagi, awas lain kali hati-hati.” Kontan aku dan teman-teman bimbelku terkekeh mendengar ceritanya. Hei, siapa pun kamu, jangan sesekali berani meremehkan kakakku, polisi saja takluk padanya.

3 dari 3 halaman

Merasa Bahagia dan Beruntung

(c) Shutterstock

Di kesempatan lain, barangkali lupa atau saking semangatnya, kakakku menjemput lebih awal dari waktu yang seharusnya. Bimbelku masih ada satu sesi lagi. Daripada kelamaan menunggu, dengan pede kakakku ikut masuk kelas bimbel.

Di tengah teman-temanku yang kebanyakan tidak dikenalnya, kakakku itu dengan sigap menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mentor bimbel, tentu saja dengan jawaban yang benar sempurna. Sungguh tak terbendung semangatnya. Kami yang menyaksikan selain kagum juga tertawa, duhhh kakakku yang luar biasa. Hingga hari ini setiap aku berkumpul dengan teman-teman seperjuangan di bimbel selalu saja topik ini tak ketinggalan untuk kami bicarakan, lagi dan lagi.

Gaji pertama yang diterimanya pun aku ikut merasakannya. Dipilihkannya sebuah jaket denim, persis seperti yang aku impikan. Jaket itu adalah sebuah pengingat, hasil keringatnya yang ikut mempercantik penampilanku. Setelah lebih dari 20 tahun, sampai hari ini, jaket itu masih setia menemaniku.

Kakakku sangat jarang mengeluh. Bagai seorang ibu, dia pernah berpesan sebelum aku berangkat kuliah nun jauh di barat pulau Jawa. “Jangan manja ya, sakit sedikit jangan diikutin, harus dilawan. Harus kuat dan semangat." Dan kata-katanya itu cukup ampuh, membuatku kuat meskipun dia tidak di sampingku.

Bagaimana pun sebagai kakak dan adik tentu saja ada kalanya kami berantem. Wajar saja. Namun aku bersyukur dalam berbagai hal kami cukup kompak menjalani bersama. Kursi hijau dengan kerangka besi yang reyot menjadi saksi sekaligus korban kelincahan kami menirukan gerakan silat Andy Lau, bintang idola kami.

Kami juga bertahun-tahun belajar di sanggar tari yang sama, berpentas di panggung yang sama, berlatih, merasakan pegal di kaki, dan tertawa bersama. Mungkin dalam menari saja aku bisa mengimbangi kehebatannya, namun dalam nyali aku akan melambaikan bendera putih saja.

Dan kami saat ini sudah bukan hanya kakak adik, namun juga bulik dan bude bagi keponakan-keponakan kami. Menceritakan masa kecil kami kepada anak-anak membuat kami tergelak, betapa Tuhan begitu penyayang memberikan waktu yang penuh kenangan.

Mungkin kami sudah tidak bisa sesering dulu lagi berboncengan mengelilingi kota. Namun kami cukup berbahagia dengan saling mendoakan, dan merawat semua kenangan bersama.

Terima kasih Mbakyuku, sehat dan bahagialah selalu.

 

#WomenforWomen