Fimela.com, Jakarta Di bulan Juni ini, Fimela mengajakmu untuk berbagi cerita tentang keluarga. Untuk kamu yang seorang ibu, anak, mertua, menantu, kakak, atau adik. Ceritakan apa yang selama ini ingin kamu sampaikan kepada keluarga. Meskipun cerita tak akan mengubah apa pun, tapi dengan bercerita kamu telah membagi bebanmu seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela dalam Lomba My Family Story: Berbagi Cerita tentang Sisi Lain Keluarga berikut ini.
***
Oleh: Dosni Arihta
Kalau mau jujur, banyak sekali pengalaman yang kualami bersama keluargaku yang membentuk karakter dan kepribadianku saat ini. Kenangan di masa kanak-kanak untungnya dipenuhi oleh kenangan indah dan manis. Namun semenjak aku berusia remaja, mataku mulai terbuka.
Rupanya, keluargaku yang sebenarnya tidak seindah kenyataannya. Orangtua tidak lagi dapat menutupi konflik yang ada, karena kami yang berusia remaja sudah mulai memahami situasi yang ada. Pergolakan mulai hadir.
What's On Fimela
powered by
Saat Aku Masih Remaja
Rasa frustasi dan kekecewaan terhadap orang tua mulai terjadi. Sosok orangtua yang sempurna mulai menjadi samar dalam ingatan. Mungkin itu sebabnya, masa remaja identik dengan pemberontakan. Ada aksi protes yang tidak tahu hendak disalurkan kemana, hingga akhirnya, teman pun menjadi tempat paling nyaman untuk pulang.
Beranjak dewasa, aku pun merantau untuk mengejar cita-cita. Pelarian yang menjadi tujuan awal, rupanya telah mengubah segala pemikiranku tentang keluarga. Melakukan segalanya sendirian, membuatku sadar bahwa memang sulit untuk bertahan sendirian.
Saat sakit, saat kondisi sulit, yang kurindukan selalu rumah. Pertengkaran orangtua yang dulu tak dapat kuterima, kini dapat kumengerti setelah kumenjalaninya sendiri. Apalagi sejak aku mulai berumah tangga.
Rupanya memang tak mudah menyatukan dua kepala. Ada saja yang menjadi pertentangan, dan untungnya, orangtuaku dapat terus beriringan sampai usia senja dan kami semua sudah dewasa.
Saat Aku Sudah Berumah Tangga
Kini pemikiranku tentang konsep keluarga sudah berbeda. Ketika kecil, aku tidak pernah mengingat apakah dulu aku berasal dari keluarga kaya, yang aku ingat hanyalah setiap momen yang selalu kami lakukan bersama.
Saat makan bersama, saat berbelanja, atau saat bepergian bersama. Aku tidak ingat apakah dulu keluargaku termasuk orang terpandang di zamannya, yang aku ingat hanyalah betapa berkesannya pertemuanku dengan orang-orang hebat yang merupakan relasi dari keluarga.
Aku tidak tahu bagaimana hebatnya orangtuaku di luar sana, yang aku ingat hanyalah ketika ia menggendongku, menemani saat hendak tidur, merawatku saat sakit, dan mendampingiku di saat saat istimewa.
Itulah pelajaran berharga yang menjadi bekal untukku saat ini, setelah aku menjadi orangtua. Anak-anak tidak mengingat orangtuanya yang kaya, sukses, hebat, namun bagaimana kehangatan dan kesatuan hati orangtua untuk anak-anaknya.
Keluargaku tidak sempurna. Banyak sekali kurangnya. Berulangkali aku pernah kecewa, marah, bahkan sakit hati pada keluarga. Namun pada akhirnya, aku tidak pernah benar-benar meninggalkan keluarga.
Mereka tetaplah menjadi tempatku pulang. Kami tetap berjalan beriringan dan saling menopang. Justru dengan segala ketidaksempurnaan kami masing-masing, kami jadi dapat saling menerima dan memaafkan.
Jika saat ini kita belum mengerti, semoga kelak, pada waktunya nanti, kita akan dapat memahami. Bahwa tidak ada keluarga yang sempurna. Dan memang, tidak harus jadi sempurna untuk menjadi sebuah keluarga.
#WomenforWomen