Fimela.com, Jakarta Peningkatan tajam kasus Covid-19 di berbagai negara disebabkan oleh adanya varian Omicron. Varian terbaru dari SARS-CoV-2 merupakan Variant of Concern (VOC) yang menjadi sumber naiknya kasus di hampir seluruh negara saat ini
Setelah itu, Omicron terus berkembang hingga melahirkan sub-varian baru. Beberapa varian Omicron diantaranya varian BA.2, BA.4, dan BA.5. Khawatirnya, sub-varian ini mampu menyebabkan infeksi ulang hingga menimbulkan gelombang baru.
Dikutip dari Liputan6.com, peneliti di Institut Infeksi dan Kekebalan Peter Doherty, Universitas Melbourne, Australia menanggapi situasi ini. Ia turut heran dengan hadirnya banyak sub-varian baru ini. Ia mempertanyakan apakah virus bermutasi lebih cepat.
Peter mencoba mencari jawaban paling memungkinkan atas pertanyaannya. Ia mengatakan, semua virus termasuk SARS-CoV-2 bermutasi terus-menerus. Sebagian besar mutasi virus tak banyak berpengaruh pada kemampuan penularan virus.
Cara virus bermutasi
Saat virus mengakumulasi sejumlah besar mutasi, maka itu dianggap sebagai garis keturunan yang berbeda. Hal ini layaknya cabang yang berbeda pada pohon keluarga.
Namun, garis keturunan virus tak diberi label varian sampai ia mengakumulasi beberapa mutasi unik. Hal ini diketahui meningkatkan kemampuan virus untuk menularkan dan/atau menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Saat ini, Covid-19 varian Omicron telah menyebar dengan cepat. Varian ini mewakili hampir semua kasus saat ini dengan genom yang diurutkan secara global.
Sub-Varian Omicron
Omicron memperoleh mutasi spesifiknya sendiri sebab varian ini telah menyebar dengan cepat. Kini, varian tersebut memiliki banyak kesempatan untuk bermutasi.
Oleh sebab itu, Omicron telah Ini emunculkan beberapa sub-garis keturunan atau sub-varian. Kini, daftar sub-varian Omicron mencakup BA.1.1, BA.3, BA.4 dan BA.5.
“Kami memang melihat sub-varian dari versi virus sebelumnya, seperti Delta. Namun, Omicron telah mengungguli ini, berpotensi karena peningkatan transmisibilitasnya. Jadi sub-varian dari varian virus sebelumnya jauh lebih jarang saat ini dan kurang ditekankan untuk melacaknya,” ungkap Peter.
Penulis: Ersya Fadhila Damayanti
#Women for Women