Fimela.com, Jakarta Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam mengekspresikan kasih sayangnya kepada pasangan. Hal ini mengacu pada love language (bahasa cinta) yang dimiliki seseorang.
Dalam menjalin hubungan, pasti kamu dan pasangan pernah merasa tidak cukup baik untuk satu sama lain. Padahal, kalian sudah memberikan usaha yang maksimal untuk bisa saling membahagiakan. Namun usaha tersebut seakan tak dianggap oleh pasangan.
Ternyata, hal ini bisa terjadi karena perbedaan bahasa cinta antara kamu dan pasangan yang memengaruhi ekspektasi kamu. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui love language satu sama lain. Lantas, apa itu love language dan dan bagaimana cara mengatasi perbedaan love language dengan pasangan?
Nah, dalam acara Fimelahood Getting Intimate Gathering & Workshop ‘5 Love Language’ yang digelar di ARTOTEL Thamrin Jakarta pada Minggu 29 Mei 2022, dan didukung oleh ARTOTEL Thamrin Jakarta, Skechers, serta Under Armour Indonesia, psikolog klinis Tara de Thouars berbagi informasi dan tips seputar love language yang perlu Sahabat Fimela ketahui agar hubungan tetap harmonis. Lebih lanjut, simak penjelasan berikut ini selengkapnya!
What's On Fimela
powered by
5 Jenis Love Language
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai love language, Sahabat Fimela perlu mengetahui terlebih dahulu apa arti love language atau bahasa cinta. Love language adalah ekspresi cinta kita terhadap seseorang atau ekspresi cinta seseorang terhadap diri kita.
Teori love language pada awalnya dikenalkan oleh Dr. Gary Chapman melalui bukunya yang berjudul 5 Love Language. Menurut Chapman, kebutuhan emosional paling mendasar adalah kasih sayang. Maka ia mencoba membuat lima jenis love language yang terdiri dari Receiving Gifts, Acts of Service, Words of Affirmation, Physical Touch, dan Quality Time.
“Receiving gifts artinya senang jika diberi hadiah dari pasangan. Acts of service artinya senang jika pasangan meringankan pekerjaan kita. Kemudian words of affirmation artinya senang jika mendapatkan kata-kata yang sifatnya pujian dari pasangan,” kata Tara dalam acara Fimelahood di ARTOTEL Thamrin Jakarta, Minggu (29/5).
“Physical touch artinya senang sekali melakukan kontak fisik dengan pasangan baik seperti dibelai, dicium atau hubungan seksual. Sedangkan quality time artinya senang menghabiskan waktu yang berkualitas bersama pasangan,” sambungnya.
Mengapa Love Language Sangat Penting?
Sahabat Fimela tentu bertanya-tanya, mengapa memahami love language baik dari diri sendiri maupun pasangan sangat penting? Menurut Tara, pada dasarnya love language merupakan kebutuhan psikologis manusia, karena berkaitan dengan masa lalu kita.
“Misalnya, waktu kecil orangtua suka memberikan word of affirmation berupa pujian, jadi kalau ini nggak dapat dari pasangan kita rasanya bakal aneh. Atau bisa juga yang tidak kita dapatkan waktu kecil. Jadi ini menjadi kebutuhan psikologis kita,” terang Tara.
Dengan memahami love language, maka memudahkan kedua belah pihak untuk saling memahami satu sama lain. Bukan hanya tentang cara kamu mengekspresikan kasih sayang, tetapi juga bagaimana kamu menerima bentuk cinta dari pasangan. Sehingga, hubunganmu dengan pasangan akan harmonis karena kedua belah pihak benar-benar merasa dicintai dan dihargai.
Bagaimana Cara Mengatasi Perbedaan Love Language?
Namun tak dapat dipungkiri, perbedaan love language dengan pasangan kerap kali membuat seseorang merasa tidak nyaman karena sulit memahami satu sama lain.
Misalnya, ketika kamu memiliki love language berupa word of affirmation yang sangat senang kalau pasanganmu memuji apa yang telah kamu lakukan. Sementara pasanganmu sendiri memiliki love language physical touch yang perlu berbenturan fisik satu sama lain. Kasus ini terkadang membuatmu merasa tidak nyaman.
Untuk mengatasi perbedaan ini, menurut Tara langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Dengan mengenali diri sendiri, kamu akan mengetahui kebutuhanmu terhadap pasangan. Alhasil, kamu akan lebih leluasa mengkomunikasikan apa yang kamu butuhkan kepada pasanganmu.
“Kemudian coba berkompromi, diskusikan kebutuhan kamu dengan pasangan, dan cari jalan tengahnya. Dalam hal ini, kamu harus menurunkan rasa egomu agar mendapatkan win-win solution,” tutur Tara.
Kendati demikian, Tara menekankan love language tidak harus menjadi patokan. Terutama dalam memilih pasangan. Menurutnya yang terpenting adalah seseorang harus bisa toleransi, mau memenuhi kebutuhan satu sama lain, dan mau melakukan apa yang dibutuhkan pasangan.
“Tapi jika di awal menikah, dia nggak mau dengerin, egois, hanya mementingkan kebutuhannya sendiri, maka ini bisa jadi red flag,” tandasnya.
#Women for Women