Bukan Ruam, Ini Gejala Awal Infeksi Cacar Monyet yang Kerap Diabaikan

Fimela Reporter diperbarui 03 Jun 2022, 14:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Ketika pandemi COVID-19 semakin mereda, masyarakat tentu mendambakan kehidupan normal sebelum wabah melanda. Namun, kini beberapa penyakit lain kian berdatangan, salah satunya monkeypox atau cacar monyet.

Walau sampai saat ini cacar monyet di Indonesia belum memperlihatkan tanda terdeteksi, masyarakat tetap harus waspada. Pasalnya, penyakit ini sudah menjangkiti penduduk di beberapa negara barat.

Untuk gejala cacar monyet, tanda yang paling jelas terlihat adalah ruam. Namun, ternyata ada loh gejala lain yang kerap terabaikan yang bisa menandakan kamu sudah terinfeksi. Ingin tahu lebih jauh? Yuk, simak artikel berikut sampai habis!

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Gejala awal cacar monyet

Ilustrasi demam, gejala awal cacar monyet. Credits: pexels.com by Polina Tankilevitch

Dikutip Liputan6.com dari CDC, gejala cacar monyet mirip dengan cacar, tetapi umumnya lebih ringan. Meskipun ruam menjadi tanda paling nyata, ada indikator lain yang bisa menandakan infeksi monkeypox lebih awal. 

Gejala awal yang kerap terlewatkan ialah demam. Seringkali, gejala demam ini disertai dengan sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan. Sementara itu, ruam umumnya muncul satu sampai tiga hari setelah demam. Penampakan ruam cacar monyet biasanya diawali dengan lesi mulai datar. Kemudian, lesi menjadi terangkat saat terisi nanah dan akhirnya rontok.

Umumnya, CDC menyatakan, rentang waktu infeksi hingga menunjukkan gejala ialah tujuh dan 14 hari. Namun, kisaran waktu yang lebih besar adalah antara lima hingga 21 hari. Setelah terinfeksi virus, pasien akan sakit selama dua hingga empat minggu sebelum akhirnya pulih.

3 dari 3 halaman

Cara penyebaran cacar monyet

Ilustrasi orang yang sedang mengalami gejala cacar monyet, yaitu demam. Credits: pexels.com by Pavel Danilyuk

CDC menyatakan, penyebaran cacar monyet bisa terjadi di saat manusia melakukan kontak dengan manusia, hewan, atau bahan lain yang terinfeksi virus.

Manusia bisa tertular virus ini melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi. Selain itu, penyebaran bisa terjadi saat manusia bersentuhan dengan cairan atau kotoran tubuh hewan yang terinfeksi atau mengonsumsi daging yang kurang matang. 

Sementara itu, penularan dari manusia ke manusia bisa terjadi melalui tetesan pernapasan besar. Penularan jenis ini memerlukan kontak tatap muka yang panjang hingga kontak langsung dengan cairan tubuh atau lesi.

 

*Penulis: Ersya Fadhila Damayanti.

#Women for Women