Fimela.com, Jakarta Model internasional Nafa Salvana Yasmin menjadi salah satu sosok yang sukses merintis karier di panggung dunia. Namanya semakin sering diperbincangkan saat tampil di panggung Milan Fashion Week.
Perjalanan karier modeling Nafa Salvana Yasmin yang terbilang unik turut mencuri atensi warganet di media sosial. Namun, di balik kesuksesannya sebagai model internasional, Nafa Salvana pernah menjadi korban dari standar kecantikan.
Pernah ada standar kecantikan perempuan yang mengharuskan dirinya tinggi, putih, dan langsing. Dengan kulit tan-nya otomatis Nafa Salvana tidak masuk dalam standar kecantikan yang dulu pernah dipuja-puja.
Konsep standar kecantikan tersebut membuat Nafa Salvana menjadi korban bullying. Namun keunikan yang ada dalam dirinya yang membuat Nafa Salvana mampu mengembangkan potensi diri sehingga menjadi model internasional.
Pernah jadi korban bullying
“Dulu aku merupakan korban bullying, gak tau kenapa, mungkin karena kondisi fisik aku yang berkulit gelap. Sedih banget iya, depresi juga, dan yang terpenting pastinya membuat aku jadi nggak nyaman,” ungkap Nafa Salvana Yasmin.
Nafa mengungkapkan bahwa dinamika standar kecantikan di Indonesia masih ada. Banyak perempuan menganggap sebuah kecantikan identik dengan kesempurnaan fisik khususnya dari kulit wajah dan warnanya.
Pola pikir tersebut terpatri saat ini sehingga menjadi fenomena standar sosial. Lantas, bagaimana dengan mereka yang memang terlahir dengan kondisi sebaliknya? Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri yang membentuk keraguan atas diri mereka karena menganggap tidak memenuhi standar sosial tersebut.
“Sebagai brand kecantikan internasional, Pothelmia Beauty mencoba merubah stigma tersebut, karena meyakini bahwa setiap perempuan itu cantik dengan caranya masing-masing, dan tidak ada sebuah standar dalam kecantikan,” ungkap Chief Creative Consultant Pothelmia Beauty, I-van Policarpo.
Standar kecantikan versi Nafa
Nafa menambahkan bahwa, beauty standar di Indonesia itu harus lebih putih, langsing, tinggi, dan kulitnya glowing.
“Standar sosial ini sangat menimbulkan kekhawatiran, sampai pada suatu hari aku pergi ke Milan, Italia, dan disanalah turning point aku. Aku sadar seluruh kekurangan aku bisa menjadi kelebihan disana dengan sudut pandang yang berbeda. Aku ternyata punya potensi jadi model, dan saat itu terjadi aku mulai lebih aware untuk diri aku sendiri, sehingga lebih merawat diri dan lebih peduli”.
“Dari sini aku sadar bahwa setiap wanita pasti memiliki sisi kecantikan dan keunikan yang berbeda, tergantung bagaimana kita mengembangkannya, serta kita harus paham bahwa tolak ukur standar sebuah kecantikan setiap orang juga berbeda, jadi stop bullying ya!,” tutur Nafa.
Menyadari keunikan masing-masing
Pothelmia Beauty berkomitmen untuk terus memberi insight positif dan mendorong para perempuan di Indonesia untuk dapat mencintai kecantikan yang ada dalam diri sendiri. Sebagai brand kecantikan, sudah menjadi misi dari Pothelmia Beauty untuk menemukan formula kepada setiap individu yang berbeda untuk mencapai versi terbaik bagi dirinya.
Untuk ke depannya Pothelmia Beauty akan terus memberikan kisah inspiratif dari wanita Indonesia yang telah telah berani mencintai kecantikan pada dirinya sendiri yang berawal dari sebuah keunikan.
“Ketika kita merasa bahagia akan keunikan yang dimiliki, di saat itulah, kita akan merasa cantik dan menawan setiap saat,” tutup Nafa.