Fimela.com, Jakarta BMKG menaikkan status Anak Gunung Krakatau yang sebelumnya Level 2 atau berstatus waspada menjadi Level 3 atau siaga pada Minggu, 24 April 2022. Namun, kita diminta tidak panik dan hanya percaya pada sumber berita yang valid.
Sebab banyak isu-isu liar yang tidak bertanggung jawab yang beredar luas. BMKG meminta masyarakat untuk waspada terhadap potensi gelombang tinggi seiring dengan naiknya status level aktivitas Gunung Anak Krakatau utamanya di malam hari.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati merilis siaran pers kewaspadaan terkait potensi dampak erupsi Gunung Anak Krakatau atau GAK yang berada di Selat Sunda pada Senin, 25 April 2022. Ia mengatakan jika BMKG bersama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM terus memonitoring perkembangan aktivitas GAK dan muka air laut di Selat Sunda.
Sebab secara historis, aktivitas GAK pernah menimbulkan tsunami. Sehingga hal tersebut perlu diketahui masyarakat saat siaran jumpa pers daring lewat kanal YouTube Info BMKG melansir dari Liputan6.com.
Edukasi, Literasi, dan Sosialisasi Peringatan Dini
BMKG juga menjelaskan tentang kendala peringatan dini bencana di Indonesia. Yang pertama adalah informasi tidak sampai ke pemerintah daerah karena beragam penyebab.
Seperti sistem yang tidak berjalan, misalnya tidak ada petugas yang menjaga sistem atau sistem lumpuh diguncang gempa bumi. Hal tersebut membuat peringatan dini tidak sampai tepat waktu yang akhirnya memakan korban.
Sebab itu, BKMG meminta dukungan BNPB untuk menyiapkan satelit bencana. Satelit bencana berfungsi mengawasi masuknya sistem informasi peringatan dini baik dari BMKG atau Badan Geologi Kemeterian ESDM.
"Satelit untuk bencana yang menjaga agar informasi dari BMKG, Badan Geologi yang sudah dikirimkan itu bisa tersebar sampai ke pelosok. Kalau sekarang kadang-kadang ada hambatan-hambatan jaringan komunikasi," ujar Dwikorita.
Menyelamatkan diri dari bencana harus dimulai dari level terkecil yakni keluarga
Kendala kedua adalah meski peringatan dini sudah sampai ke pemerintah daerah, namun masyarakat sendiri belum memahami arti dan tindakan apa yang harus dilakukan. Maka itu, penting untuk kembali melakukan edukasi dan literasi serta sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman.
Dan terakhir, kesadaran masyarakat untuk menyelamatkan diri dari bencana untuk melakukan evakuasi dini harus ditingkatkan lagi. Ia mengambil contoh belajar dari Jepang yang mayoritas selamat dari bencana karena di level keluarga sudah siap siaga dan budayanya sudah terbangun.